BEBERAPA bulan selepas Perang Badar, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menerima laporan bahwa pasukan sekutu Ghathafan berencana untuk menyerang kaum Muslim di Madinah. Beliau pun segera berangkat bersama empat ratus pasukan ke Dataran Nejd, tempat bermukim Bani Sulaim, untuk mengecek kebenaran berita tentang serangan Bani Sulaim dan suku Ghathafan tersebut.
Setibanya di sana, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya diberitahu bahwa ada satu pasukan yang telah melarikan diri ke pantai karena mengetahui kedatangan pasukan muslim.
Akhirnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya memutuskan untuk beristirahat di daerah itu selama tiga malam, setelah melakukan perjalan yang cukup jauh. lalu kembali dengan membawa 500 ekor unta yang ditinggalkan pihak musuh.
BACA JUGA: Kisah Mengharukan Janda Tua dan Sebatang Pohon
Ketika mereka dalam perjalanan untuk kembali ke Madinah, unta yang dinaiki Jabir kelelahan sehingga jalannya sangat lamban. Melihat hal itu, beliau mendekatinya dan bertanya kepadanya, Jabir Kenapa untamu?”
“Tampaknya unta itu sakit, wahai Rasulullah,” jawab Jabir bin ‘Abdullah Al-Anshari.
Jabir bin ‘Abdullah adalah seoarang sahabat dari kaum Anshar yang memeluk Islam sebelum Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, berhijrah ke Madinah. Ia termasuk salah seorang yang ikut ke medan perang bersama beliau kala itu.
Mendengar jawaban Jabir yang demikian, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. mundur ke belakang, kemudian beliau menggertak unta itu dan mendoakannya, sehingga unta itu pulih kembali. Melihat hal itu, beliau kemudian bertanya kepada Jabir, “Bagaimana keadaan untamu sekarang?”
“Berkat doamu, sekarang kondisinya telah pulih kembali, wahai Rasul,” jawab Jabir. Jabir, selepas mengetahui kondisi untanya telah pulih, kemudian memohon izin kepada Rasulullah untuk pulang ke Madinah mendahului rombongan. Beliau pun bertanya, “Mengapa engkau tergesa-gesa, hai Jabir?”
“Wahai Rasul! Saya pengantin baru,” jawab Jabir agak malu dan menekurkan kepala.
“Gadis atau jandakah perempuan yang engkau nikahi itu?” tanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. penuh rasa ingin tahu.
“Janda, wahai Rasul,” jawab Jabir lirih dengan merundukkan kepala.
“Jabir, mengapa engkau tidak menikah dengan seorang gadis muda yang sebaya denganmu, sehingga engkau bisa bermesraan dengannya dan dia pun bisa bermesraan denganmu?” tanya Rasulullah lebih jauh, ramah dan santun.
“Wahai Rasul! Engkau tentu tahu, ayahku mati syahid dalam Perang Badar dengan meninggalkan beberapa anak perempuan yang masih belia. Karena itu, saya tidak ingin menikah dengan perempuan yang sebaya dengan saudara-saudara perempuan saya, sehingga saya harapkan dia bisa mendidik dan mengurus mereka dengan baik,” jawab Jabir dengan suara lirih.
BACA JUGA: Mengapa Beda Hak Janda dan Perawan?
“Kiranya Allah memberkahi pernikahanmu, wahai Jabir,” kata Rasulullah.
Ketika rombongan itu hampir tiba di pinggiran Kota Madinah, Jabir bin ‘Abdullah memohon kepada Rasulullah untuk mendahului beliau, karena ingin segera menemui keluarganya.
Jawab beliau, “Perlahanlah dan sabarlah, hingga engkau bisa tiba di Madinah waktu malam, yakni saat isya, agar istrimu sempat menyiapkan dirinya untuk menyambut kedatanganmu. Apabila engkau telah tiba di rumah, perlakukanlah istrimu dengan cinta kasih. Semoga engkau dikaruniai Allah anak yang baik dan cerdas.”[]
Sumber: Rumah Cinta Rasulullah/ Penulis: Ahman Rofi’ Usmani/ Penerbit: Mizan/ 2007