BACAPRES PDIP Ganjar Pranowo terusik lantaran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi dasar Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres masih tetap berlaku. Waketum Partai NasDem-pun mempertanyakan keberadaan Ganjar beberapa hari lalu yang baru terusik hari ini.
“Kemarin-kemarin di mana?” kata Mad Ali di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Sabtu (11/11/2023). Mad Ali menanggapi Ganjar yang terusik dengan dasar pencalonan Gibran.
“Baru sadar? Kok kemarin-kemarin biasa aja katanya,” sambungnya. Sebagaimana diketahui, NasDem mendukung pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
BACA JUGA: Elektabilitas AMIN Selisih Tipis dengan Ganjar-Mahfud, Ini Respons Nasdem
Mad Ali lantas mengatakan jika pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin tidak terusik dengan putusan MK yang masih berlaku itu. Dia mengatakan pihaknya menghormati hukum yang berlaku.
“Nggak (terusik), biasa aja, itu kan hak warga negara kok, kita hormati hukum,” tuturnya.
Sebelumnya, Ganjar Pranowo menyoroti kondisi politik saat ini setelah keluarnya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melanggar etik berat sehingga dicopot dari Ketua MK. Ganjar mempertanyakan mengapa putusan dari sebuah protes dengan pelanggaran etik berat bisa lolos begitu saja.
“Saya tercenung memantau perkembangan akhir-akhir ini tentang kondisi politik setelah putusan MKMK. Saya mencoba diam sejenak, saya merenungkan bangsa ini ke depan. Saya mencermati kembali kata demi kata, kalimat demi kalimat dari putusan itu yang menjadi pertimbangan dan dasar Majelis Kehormatan MK,” kata Ganjar melalui rekaman video yang diunggah di Instagramnya seperti dilihat, Sabtu (11/11/2023).
“Dari situ saya semakin gelisah dan terusik mengapa sebuah keputusan dari sebuah protes dengan pelanggaran etik berat dapat begitu saja lolos, apa ada pertanggungjawabannya kepada negara,” lanjutnya.
BACA JUGA: Ganjar Bertemu Susi di Pangandaran, Andika Buka Peluang Susi Gabung TPN
Ganjar juga mempertanyakan mengapa putusan tersebut masih dijadikan landasan hukum dalam bernegara. Menurutnya, hal itu seperti cahaya yang menyilaukan dan menyakitkan mata.
“Mengapa keputusan dengan masalah etik, di mana etik menjadi landasan dari hukum, masih dijadikan rujukan dalam kita bernegara. Mengapa hukum tampak begitu menyilaukan dan menyakitkan mata sehingga kita rakyat sulit sekali memahami cahayanya,” ujarnya. []
SUMBER: DETIK