SEORANG raja yang gagah perkasa dan berwatak keras itu bernama Iskandar Zulkarnain. Ia memiliki rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya dan istrinya.
Rahasia itu adalah ia memiliki tanduk di kepalanya seperti sapi, tetapi selalu tertutupi oleh mahkotanya. Karena itulah ia dijuluki Zulkarnain yang artinya memiliki dua tanduk.
Pada suatu hari Raja Zulkarnain dan para pengawalnya sedang berburu ke dalam hutan. Sang Raja memisahkan diri dari yang lainnya karena kepalanya terasa gatal sekali. Dia harus mencari tempat sepi agar rahasianya tidak diketahui orang lain ketika ia menggaruk kepalanya.
Setelah yakin tidak ada yang melihat, sang raja membuka mahkotanya. Digaruklah bagian kepalanya yang gatal dengan saksama. Begitu asyiknya, hingga ia tidak menyadari bahwa ada seorang tukang kayu yang sedang memerhatikannya. Tukang kayu tersebut terpekik kaget melihat tanduk di kepala sang raja. Pekikan kaget tukang kayu terdengar oleh raja.
Akhirnya, kedua orang itu saling bertatapan dan memandangi satu sama lain. Raja terkesiap saat menyadari rahasianya telah diketahui orang lain. Dengan garang sang raja berteriak, “Hai! Apa yang kaulihat?!”
Kontan tukang kayu itu ketakutan. Bisa saja ia berkelit dan pura-pura tidak tahu-menahu tentang tanduk di kepala rajanya. Namun, ia sudah terbiasa berkata jujur di sepanjang hidupnya. Akhirnya, tukang kayu itu memilih untuk jujur meskipun ia takut dengan hukuman sang raja. la berkata, “Saya melihat tanduk di kepala Tuan.”
Khawatir cacatnya akan diketahui banyak orang, sang raja pun mengancam tukang kayu tersebut, “Saya sudah menjaga rahasia ini bertahun-tahun. Bahkan, para menteri dan pengawalku tidak ada yang tahu. Saya tidak ingin mereka atau rakyatku tahu tentang cacat ini. Nah, karena kau telah mengetahui cacatku, kau harus kubunuh agar apa yang kaulihat tadi lenyap bersama jasadmu di liang kubur!”
Tukang kayu itu memohon, “Ampun Tuanku, hamba tidak sengaja. Jika saya mati, siapa yang akan mengurus anak-anakku?”
“Ah, itu bukan urusanku! Memang sudah saatnya hidup kamu berakhir di tanganku sekarang!” gertak sang raja.
“Saya mohon, Tuanku. Anak-anak saya masih kecil. Ibu mereka telah meninggal dunia. Siapa yang akan merawat mereka jika saya mati?” ujar tukang kayu memelas.
Hati sang raja pun luluh. Ia melihat sisi kejujuran tukang kayu tersebut dan berharap jika ia dibiarkan hidup, ia akan sanggup menjaga rahasianya. Raja berkata kepadanya, “Baiklah, engkau kuberi kesempatan untuk hidup dengan syarat jangan kauceritakan rahasia ini kepada siapa pun. Jika rahasia ini sampai bocor, kau beserta keluargamu akan kuhabisi!”
Alangkah bahagianya tukang kayu itu karena terbebas dari ancaman maut sang raja. Ia pun pulang menuju rumahnya. Namun, bayangan tentang tanduk di kepala sang raja terus menghantuinya. Tentunya hal aneh itu ingin ia ceritakan kepada setiap orang karena ini betul-betul suatu berita besar.
Akan tetapi, ia teringat ancaman sang raja yang akan menghabisinya beserta keluarga jika membocorkan rahasia itu. la pun berusaha melupakannya. Akan tetapi, makin berusaha dilupakan, bayangan itu makin kuat dalam pikirannya.
Ia tak kuasa untuk menahan rahasia itu seorang diri. Akhirnya, ia mendapat jalan keluarnya. “Mungkin jika saya menceritakan hal ini kepada sebatang pohon, akan mengurangi keinginanku untuk memberi tahu rahasia raja kepada orang lain,” pikir si tukang kayu.
Ia pun masuk ke dalam hutan yang paling dalam dan gelap. Dilihatnya sebatang pohon besar dan ia pun berbicara kepada pohon itu, “Hai pohon! Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!”
Sungguh lega perasaan si tukang kayu setelah menceritakan rahasia sang raja pada pohon itu. Ketika ia menoleh ke atas pohon, dilihatnya seekor burung sedang bertengger di salah satu ranting pohon. Namun, si tukang kayu mengacuhkannya. Ia pun kembali ke rumah.
Beralih ke si burung. Ternyata yang bertengger di pohon itu adalah seekor burung Beo yang pandai menirukan suara manusia. Beo itu terbang ke mana pun ia suka hingga tiba di pasar yang terletak di dalam kota raja. Di sana ia mengulang-ulang apa yang ia dengar dari si tukang kayu, “Hai pohon! Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!”
Seluruh isi pasar menjadi geger mendengar berita tersebut. Ketika sang raja mengetahui bahwa rahasianya sudah menjadi rahasia umum alias terbongkar, murkalah ia.
Raja segera mengetahui bahwa biang keladi semua ini pastilah si tukang kayu di hutan tersebut. Tanpa buang waktu, sang raja menyuruh para pengawalnya untuk menangkap si tukang kayu itu. Tukang kayu itu digiring ke hadapan raja dengan tangan dan kaki terborgol rantai.
Raja geram kepadanya seraya berkata, “Hai Tukang Kayu! Engkau memang tidak tahu balas budi! Saya sudah memberimu kesempatan, tetapi kau malah membocorkan rahasiaku kepada rakyat. Maka sesuai perjanjian, kau beserta keluargamu harus mati!”
Dengan ketakutan, si tukang kayu membela diri, “Demi Allah, Tuanku. Saya tidak pernah berbicara kepada siapa pun!”
Raja tidak percaya. Ia berkata, “Lantas dari mana mereka tahu tentang tanduk di kepalaku jika bukan kau yang telah membocorkan rahasiaku!”
Si tukang kayu pun tidak habis pikir, bagaimana rahasia itu bisa bocor kepada khalayak. Apakah ada seseorang yang mendengarnya berbicara dengan pohon itu? Aha! Ia teringat akan burung yang hinggap di pohon tersebut. Kemungkinan besar, ialah pelakunya.
Si tukang kayu pun menceritakan dugaannya kepada sang raja, “Tuanku, terus terang saya memang tidak kuat menahan rahasia itu sendiri. Saat itu saya memutuskan untuk masuk ke dalam hutan dan menceritakan rahasia yang saya ketahui di hadapan sebuah pohon. Setelah saya mengungkap isi hati saya, saya melihat seekor burung hinggap di ranting pohon tersebut. Mungkinkah burung itu pelakunya?”
Raja adalah seorang yang adil dan bijaksana. Oleh karena itu, ia menyuruh menterinya untuk menyelidiki bagaimana kabar itu bisa tersebar. Setelah ditelusuri, seluruh rakyat mengatakan bahwa mereka mendengar berita itu dari seekor burung Beo yang terus mengoceh di pasar.
Benarlah, sang raja menyaksikan sendiri burung Beo berceloteh, “Hai pohon. Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!”
Perkataan tukang kayu itu benar adanya. Terbuktilah bahwa ia adalah seorang yang jujur. Dibebaskanlah ia dari segala hukuman, bahkan raja memberinya jabatan di pemerintahan karena kejujurannya.[]