SETIAP hamba Allah SWT pasti pernah berbuat salah, tak terkecuali seorang ustaz sekali pun, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang masyhur,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi 2499, Ibnu Majah 4251)
BACA JUGA: Kota di Filipina Ini Larang Warganya Bergosip
Bahkan dalam hadits yang lain memang disebutkan bahwa kesalahan, aib, atau dosa adalah fithroh manusiawi yang tak mungkin bisa dihapuskan, Rasululloh SAW bersabda :
لَوْ أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا، لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُوْنَ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُوْنَ، ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
“Seandainya hamba-hamba Allah tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menciptakan makhluk yang berbuat dosa kemudian mereka istighfar (minta ampun kepada Allah), kemudian Allah mengampuni dosa mereka dan Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Silsilah Ash-Shohihah 967-970]
Dan yang sering dilupakan oleh kita semua adalah ‘adab dalam menerima aib seseorang.’ Sering kali kita tidak proposional dalam bersikap, yakni menstandarkan orang lain sesuai standar kita, namun tidak terima ketika diri kita distandarkan menurut standar orang lain.
Untuk itu diperlukan kematangan dan kebijakan diri dalam menyikapi aib orang lain dan sejatinya hal ini bisa kita latih dengan mengamalkan firman Allah SWT,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepada kalian membawa berita, hendaklah kalian teliti (tabayyun/crosscheck).” (QS Al-Hujurat 6)
Kenapa?
Karena orang yang sedang ber-ghibah/namimah adalah orang fasik, maka kita tidak dibenarkan mempercayai atau menceritakan berita yang dibawanya tersebut sampai kita meneliti kabar yang dibawanya.
Mengapa demikian?
Allah SWT menerangkan dalam kelanjutan ayat tersebut
أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang sebenarnya, sehingga menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al-Hujurat 6)
Ketahuilah, orang yang gemar membicarakan aib orang lain, sejatinya tanpa ia sadari ia sedang memperlihatkan jati dirinya yang asli. Yaitu, tidak bisa memegang rahasia, lemah kesetiakawanannya, penggosip, penyebar berita bohong (karena belum tentu yang diceritakannya benar). Dan ketahuilah, semakin banyak aib yang ia bicarakan/sebarkan, maka semakin jelas keburukan diri si penyebar.
Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya sesama Muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka kelak di Hari Kiamat.” (HR Tirmidzi Ahmad 6/450)
BACA JUGA: Tak Peduli Seberapa Banyak Orang yang Menggosipimu
Sebaiknya, sebelum kita memberi reaksi terhadap aib orang lain, lihatlah dengan jujur seperti apa diri kita lebih baik atau lebih buruk? Apabila ternyata kita lebih baik, maka bersyukurlah, namun jika ternyata kita lebih buruk, maka segera bertobatlah.
Inilah yang dimaksud dengan: ”Seorang mukmin, adalah cermin bagi mukmin lainnya.” Dan bila kita menemukan diri kita masih lebih baik dari saudara semukmin kita, jangan menjadikan kita sombong dan jangan pula menyebarkan aib orang lain.
Perbuatan menutup aib orang lain sejatinya juga dapat mengangkat derajat seorang Muslim. Sebab hal ini menunjukkan kebaikan dari akhlaknya yang terdidik dan terpelihara dengan baik. Dia tidak mau menimbulkan pertikaian sesama muslim dengan cara menjauhi membuka aib orang lain yang dapat mencelakakan dirinya. Dia senantiasa berusaha menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang menimbulkan maksiat secara terang-terangan, baik yang diterimanya secara langsung, hanya mendengar dari orang lain, atau hanya rekaan orang lain saja. []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM