SEPERTI yang telah kita ketahui bahwa ghibah itu merupakan hal yang tercela. Allah telah berfirman, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12).
Sudah jelas dalam hadits tersebut kita dilarang saling menggunjing. Tapi tahukah Anda ternyata ada ghibah yang diperbolehkan? Ini mengacu pada hadits Rasulullah saw. “Sebutkan kejahatan orang maksiat yang berketerusan supaya orang-orang waspada saling mengingatkan.”
Ghibah adalah membicaran orang lain dan jika orang yang sedang dibicarakan mengetahuinya maka ia tidak menyukainya. Dirinya akan tersinggung jika dibicarakan oleh orang lain. Membuat saudara seiman tersinggung tentunya hal yang terlarang. Jadi ghibah memang dilarang dalam agama. Namun ternyata ada beberapa pengecualian. Di antaranya adalah tiga golongan.
Yang pertama adalah jika ada pemimpin yang zalim dan keji kita boleh membicarakannya. Apa lagi jika tidak ada ancaman akan ditangkap polisi. Pemimpin yang keji harus disebar luaskan agar rakyat merasa perlu untuk menurunkannya. Kekejiannya akan membuat rakyat geram, sehingga bisa memintanya turun, dengan halus melalui parleman, setengah kasar seperti demo-demo atau kasar sekaligus seperti revolusi sosial.
Yang kedua adalah boleh juga membicarakan rusaknya akhlak seseorang yang tukang berbuat maksiat. Terlebih lagi maksiatnya dilakukan secara terang-terangan. Apabila ada orang yang bangga dengan melakukan dosa, tak apa kita membicarakannya. Dengan demikian kita berharap orang-orang tidak mengikuti perbuatan dosanya tersebut.
Termasuk yang boleh dibicarakan yang ketiga adalah orang yang suka melakukan bid’ah. Yaitu mengada-ada terhadap urusan agama. Agama tidak menyuruh sesuatu yang ada hubungannya dengan ibadah, namun ia melakukannya. Perbuatan ini tidak disukai Allah. Sebab, ia melakukan ibadah atas dasar hawa nafsunya. Jika ini dibicarakan kepada orang lain tidak mengapa. Ini bertujuan agar orang-orang tidak terjerumus dalam dosa bid’ah yang dibuatnya.
Melakukan pengecualian dalam ghibah bertujuan untuk membuat orang lain waspada. Jadi ada kepentingan besar yang harus diutamakan, yaitu menyelamatkan orang banyak. Pemimpin yang keji akan mencelakakan rakyat. Orang yang rusak akhlaknya karena terang-terangan melakukan maksiat akan merusak orang-orang yang melihatnya. Jika ini dibiarkan maka perbuatan dosa dianggap hal yang biasa.
Dan orang melakukan hal-hal yang baru dalam ibadah tentunya akan merusak umat. Terlebih dalam bid’ahnya ada perbuatan syirik. Dengan membicarakan kejahatan orang-orang tersebut setidaknya kita bisa waspada dengan kejahatannya. []
Sumber: Hikmah dari Langit: Refleksi Kebijaksanaan Sehari-hari/Karya: Yusuf Mansur & Budi Handrianto