ABDULLAH bin Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat kecil lainnya.
Saat Rasulullah wafat, Abdullah bin Abbas benar-benar merasa kehilangan. Sosok yang menjadi panutannya, kini telah tiada. Walau demikian, ia tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dari kedukaan. Meski Rasulullah telah berpulang, semangat jihad tak boleh berkurang.
Maka ia pun mulai melakukan perburuan ilmu. Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat yang seusia dengannya untuk belajar pula.
Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Abdullah bin Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak. Walau demikian, Ibnu Abbas tak patah arang.
BACA JUGA: Keistimewaan Sahabat Abu Musa
Gigihnya Abdullah bin Abbas Mencari Ilmu
Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu Abbas tidur di depan pintu rumah.
“Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemuimu?” kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan rumah mereka. “Tidak, akulah yang mesti mendatangi anda,” jawabnya.
Demikianlah kehidupan Abdullah bin Abbas, hingga kelak ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya tentangnya.
Abdullah bin Abbas bercerita, “Suatu saat Rasulullah ﷺ hendak berwudhu. Lalu aku segera menyiapkan air untuk Beliau sehingga Beliau senang dengan apa yang aku lakukan. Tatkala Beliau hendak melakukan shalat, Beliau memberikan isyarat kepadaku supaya aku berdiri di sampingnya, dan aku pun berdiri di belakang Beliau.
“Begitu shalat usai, Beliau menoleh ke arahku dan bersabda: “Mengapa engkau tidak berdiri di sampingku, ya Abdullah?”
Gigihnya Abdullah bin Abbas Mencari Ilmu
Aku menjawab: “Engkau adalah manusia terhormat dalam pandanganku dan aku tidak pantas berdiri di sampingmu.”
Kemudian Beliau mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya berdo’a: “Ya Allah, berikanlah kepadanya hikmah!”
Allah telah mengabulkan doa Nabi-Nya ﷺ sehingga Allah memberikan pemuda Al Hasyimi ini sebagian hikmah yang mengalahkan kehebatan para ahli hikmah terbesar.
Pemuda bernama Abdullah bin Abbas ini telah menempuh semua jalan dan mengeluarkan segala kemampuannya untuk mendapatkan ilmu. Ia telah meminum air wahyu dari Rasulullah ﷺ selagi Beliau hidup.
Begitu Rasulullah ﷺ kembali ke pangkuan Tuhannya, maka Ibnu Abbas belajar langsung dengan para ulama sahabat.
Sebagaimana Abdullah bin Abbas menghinakan dirinya saat menuntut ilmu, ia juga tak ragu untuk memulyakan derajat ulama.
Dikisahkan ketika Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu dan pemuka Madinah dalam urusan qadha, fiqih, qira’at dan al faraidh hendak menunggangi kendaraannya, berdirilah pemuda Al Hasyimi bernama Abdullah bin Abbas dihadapannya seperti berdirinya seorang budak di hadapan tuannya. Ia memegang kendali tunggangan tuannya.
Zaid berkata kepada Ibnu Abbas: “Tidak usah kaulakukan itu, wahai sepupu Rasulullah!”
Ibnu Abbas menjawab: “Inilah yang diajarkan kepada kami untuk bersikap kepada para ulama!”
Zaid lalu berkata: “Perlihatkan tanganmu kepadaku!”
Gigihnya Abdullah bin Abbas Mencari Ilmu
BACA JUGA: Ketika Nabi dan Dua Sahabat Dijamu Seorang Lelaki Anhsar
Abdullah bin Abbas lalu menjulurkan tangannya. Lalu Zaid mendekati tangan tersebut dan menciuminya seraya berkata: “Demikianlah, kami diperintahkan untuk bersikap kepada ahlu bait Nabi kami.”
Abdullah bin Abbas telah menempuh perjalanan dalam menuntut ilmu yang dapat membuat unta jantan tercengang.
Masruq bin Al Ajda’ salah seorang tabi’in ternama berkata tentang diri Ibnu Abbas: “Jika aku melihat Ibnu Abbas, menurutku dia adalah manusia yang paling tampan. Jika ia berkata, maka menurutku ia adalah orang yang paling fasih. Jika ia berbicara, menurutku ia adalah orang yang paling alim.” []
Sumber: Kisah Heroik 65 Orang Shahabat Rasulullah SAW/Penulis: Dr. Abdurrahman Ra’fat al-Basya- Penerbit : Darul Adab al-Islami/Penerjemah : Bobby Herwibowo, Lc – PT. Kuwais International, Jl. Bambu Wulung No. 10, Bambu Apus Cipayung, Jakarta Timur 13890 – Telp. 84599981