BERSEDEKAH tak mesti menunggu mempunyai uang yang banyak. Setidaknya itu yang dilakukan Muhammad Fauzi.
Ia tiba-tiba mempunyai ide yang tidak biasa. Setelah melakoni pekerjaan ini sejak 20 tahun silam, ia punya ide menjual jamu dengan membawa puluhan buku-buku bacaan di gerobak motornya.
“Saiki zamane moco” (sekarang zamannya membaca). Tulisan itu ditempel di motor dekat dengan botol-botol jamunya. Di sisi lain, ia juga memberi penguman bertuliskan “yang Hafal Al-Quran Minum Gratis Selamanya.”
Bonus gratis ‘minum jamu sepuasnya dan selamanya bagi penghafal Al-Quran
“Ide itu muncul secara spontan, kebetulan istri saya juga seorang hafidzah . Ini juga sebagai penghargaan terhadap para penghafal Al-Quran,” kata Fauzi.
Fauzi bukan sedang bergurau. Ia mengaku sengaja memberikan bonus ‘minum jamu gratis selamanya’.
Syaratnya cukup mudah, hanya mengaku sebagai seorang hafidz, maka Fauzi akan dengan senang hati memberikan jamunya secara cuma-cuma alias gratis.
“Cukup mengaku dia hafidz, saya akan kasih jamu sepuasnya dan selamanya. Urusan itu benar atau tidak, perkara dirinya dengan Allah saja,” tutur ayah dua anak yang mengaku berpenghasilan 50.000 rupiah perhari ini.
Saat ditanya apakah dirinya tidak merasa rugi dengan cara seperti itu? Pria yang juga alumni Pondok Pesantren Bustanul Arifin, Banyuwangi ini menganggap hal itu sebagai sedekah biasa saja.
“Tidak sama sekali, itu ibarat sedekah atau berbagi sama teman saja. Lagipula insyallah tidak mengurangi pendapatan,” ungkapnya.
Bahkan, keyakinan ini Fauzi tularkan kepada temannya yang seorang penjual kerupuk keliling.
“Awalnya juga bertanya ‘tidak rugi memangnya?’ Saya jawab, ‘anggap saja sedekah, Insyallah tidak rugi,” ucapnya yakin.
Hanya saja menurutnya, sampai hari ini belum ada yang dapat minum gratis.
“Belum ada yang dapat minum jamu gratis karena dia penghafal Al-Quran,” ujarnya.
Membaca
Fauzi mengaku, ia mulai dikenal ke publik karena keunikannya dalam berjualan jamu. Tidak hanya menjajakan jamu, ia juga membawa puluhan buku setiap hari di gerobaknya untuk sekedar dibaca atau dipinjamkan kepada para pelanggannya.
“Sebagaimana perintah Al-Quran itu kan Iqra’, bacalah. Nah dalam dakwah salah satunya kan bisa dengan membagikan buku agar orang mau membaca,” terang pria tersebut.
Ia punya ide membuat perpustakaan saat di rumahnya melihat istrinya membuka Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) bagi anak-anak warga sekitar tempat tinggalnya.
Melihat banyak anak-anak ngaji di rumahnya, tahun 1998, Fauzi berinisiatif membuat perpustakaan mini di rumahnya. Modal pertama buku-bukunya saat di pesantren dulu.
Sampai pada sekitar 2011, ia memutuskan untuk membawa buku-buku tersebut bersama dagangan jamunya.
Sejak punya ide uniknya, kini menjadi berkah tersendiri bagi Fauzi. Kini, ia sudah memiliki sebuah taman baca bernama Taman Ilmu Masyarakat (TIM) Buduran, Sidoarjo dengan jumlah sekitar 7000 koleksi buku bacaan.
Santri TPA di rumahnya yang mengaji setiap sore hari pun, kini sudah berjumlah hampir 100 anak. Ia juga mengelola sebuah PAUD yang diberi nama Bustanul Hikmah yang menampung sebanyak 40 anak dengan gratis alias tanpa dipungut biaya.
“Itu sudah kita batasi, karena keterbatasan tempat. Sebetulnya target awalnya hanya 15, tapi ternyata sekarang ada 40. Dan itu diasuh sendiri oleh istri saya bersama dua orang relawan,” jelas Fauzi.
Beberapa orang bahkan perusahaan mendatanginya. Belum lama ini ia mendapat hibah motor dari Tata Motor, perusahaan motor asal India guna menjadikannya sebagai perpustakaan keliling. Ada pula yang membangun merenovasi rumahnya.
Bahkan Fauzi mengungkapkan, bahwa ia berencana membangun pesantren di rumahnya.
“Insyallah tahun depan ini kita akan realisasikan, sekarang masih tahap merancang bangunannya. Dibuat seperti kamar-kamar, untuk belajarnya nanti bisa di alam terbuka saja,” jelasnya sambil menunjuk atap rumahnya.
“Saya juga berencana mencari hafidz untuk disekolahkan sampai tamat kuliah,” lanjut Fauzi.
Terkait pendanaan dan lainnya, Fauzi mengaku menyerahkan semuanya kepada Allah, sebagaimana yang sudah ia lalui selama ini.
“Dananya ngalir saja, insyaAllah ada. Seperti halnya rumah ini, kalau saya bekerja tanpa melibatkan Allah misalnya, saya yakin sampai detik ini pun saya belum bisa bangun rumah sampai jadi seperti sekarang ini,” tuturnya.
“Sebelum buka perpustakaan saya juga bekerja, tapi nggak bisa sampai begini, makanya menurut saya penting sekali bekerja untuk Allah,” pungkasnya. []
Sumber: Dakwatuna