JAKARTA—Nilai rupiah terus mengalami pelemahan hingga mencapai Rp14.394 per dolar AS. Situasi ini dianggap sebagai akibat dari sistem ekonomi ribawi dan jawaban untuk situasi seperti ini adalah ekonomi syariah. Keterangan tersebut disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
“Saya merasa yakin, (gangguan stabilitas) ini juga bagian dari ekonomi yang riba,” kata Perry dalam acara halal bil halal dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) di Jakarta, Jumat malam (29/6/2018).
BACA JUGA: Efek Riba dalam Dimensi Sosial-Ekonomi
Ia mengatakan peningkatan suku bunga acuan “7-Day Reverse Repo Rate” 50 basis poin (bps) dilakukan untuk mengatasi serangan spekulasi dari global yang membuat stabilitas nilai tukar rupiah terganggu.
“Kalau bisa membuat ekonomi syariah makin maju di Indonesia, mestinya kebutuhan untuk melakukan intervensi atau menaikkan suku bunga bisa dikurangi,” ujar dia.
Perry mengatakan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) harus mampu menjalankan strategi nasional pengembangan ekonomi keuangan syariah sebagai arus baru pengembangan ekonomi di Indonesia. Ia juga mengajak semua pihak untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam perekonomian syariah.
BACA JUGA: Bank Wakaf Mikro Dinilai Mampu Perbaiki Perekonomian Indonesia
Ia menyoroti banyaknya negara yang penduduknya bukan mayoritas Islam namun sudah ekonomi syariahnya lebih maju dari Indonesia, misalnya Thailand dan Australia lewat industri makanan halalnya.
Langkah yang bisa dilakukan terkait strategi nasional tersebut antara lain memajukan industri ekonomi halal dalam suatu jejaring yang terus berkembang, baik melalui basis pesantren atau asosiasi pengusaha.
Kemudian, Perry juga mengatakan mengenai perlunya pengembangan perbankan dan keuangan syariah sekaligus instrumen keuangan syariah.
“Juga pengembangan riset, edukasi, wirausaha, dan kampanye halallifestyle di Indonesia,” demikian Perry. []
SUMBER: AKTUAL