JAKARTA–Indonesian Consortium for Liberation of Al-Aqsa yang terdiri atas beberapa lembaga pendukung perjuangan Palestina menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai upaya yang bisa dilakukan dalam rangka menggugat 100 tahun sejak Deklarasi Balfour ditandatangani pada 2 November 1917.
Diskusi yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Palestina di Jakarta tersebut bertujuan untuk menekan pemerintah Inggris karena telah memulai penjajahan di tanah milik tiga umat itu.
“Deklarasi Balfour harus digugat, deklarasi ini telah dieksploitasi oleh Zionis untuk melegitimasi kaum Yahudi masuk dan menjajah Palestina. Akibatnya, bangsa Palestina hingga kini masih menderita dan terjajah karena tindakan Inggris. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Sekjen Aqsa Working Group (AWG) salah satu bagian dari konsorsium tersebut di sela FGD di Kedutaan Besar Palestina di Jakarta, Kamis 2 November 2017.
Tidak hanya di kalangan aktivis, sejarawan juga mencatat Deklarasi ini sebagai sebuah kesalahan besar Inggris. Sehingga negara itu harus bertanggung jawab dan meminta maaf kepada rakyat Palestina dan merubah isi dari deklarasi itu. Bahkan, sebuah kampanye internasional yang menggugat Balfour berdiri baru-baru ini.
Pada 2013, sebanyak 220 delegasi dari berbagai negara menandatangani memorandum yang menuntut Inggris meminta maaf atas Deklarasi Balfour. Penandatangan petisi itu dilakukan dalam sebuah konferensi yang digelar di Kairo dari 4-6 April 2013, dihadiri para pemuka dari negara-negara Arab dan Muslim. Kampanye itu diluncurkan secara resmi di London pada 19 Januari saat konferensi akademis yang diselenggarankan oleh Palestinian Return Center. Namun, Inggris menolak meminta maaf kepada rakyat Palestina.
Pada pertengahan April 2017, sebuah petiisi online yang disebar secara global dan massif bernama The Balfour Apology Campaign (BAC), muncul untuk mendesak Inggris meminta maaf. Setidaknya lebih dari 12.000 orang yang menandatangi petisi tersebut. Di Inggris, petisi yang dengan lebih dari 10.000 tandatangan harus menerima tanggapan resmi dari pemerintah Inggris. Namun, Inggris lagi-lagi menolak meminta maaf.
FGD yang membahas soal upaya yang bisa dilakukan dalam rangka menggugat Deklarasi Balfour itu digelar beberapa lembaga pendukung perjuangan Palestina tergabung dalam Indonesian Consortium for Liberation of Al-Aqsha (ICLA) bekerjasama dengan Kedubes Palestina untuk Indonesia.
ICLA sendiri terdiri dari Aqsa Working Group (AWG), Syubban Jamaah Muslimin (Hizbullah), Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Mi’raj News Agency (MINA), dan Radio Silaturrahim (Rasil).
Diskusi menghadirkan para pembicara yang dikenal secara konsisten menyuarakan perjuangan Palestina, diantaranya: KH. Yakhsyallah Mansur, MA., Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Mr. Taher Hamad (Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia), Prof. Dr. Makarim Wibisono (Mantan Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM kawasan Palestina), dr. Sarbini Abdul Murad (Presidium MER-C), dan Sakuri, SH. Pegiat Aqsa Working Group (AWG).
Sementara, Pemimpin Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Imaam Yakhsyallah Mansur dalam sambutannya mengatakan umat Islam akan dapat menerima kembali Masjid Al-Aqsha apabila dapat menghilangkan sekat kebangsaan dan bersatu dalam sebuah wadah.
“Kita bisa kembali bersatu dengan berjamaah. Dengan berjamaah kita bisa bebaskan masjid Al-Aqsha,” katanya.
Deklarasi Balfour adalah sebuah surat yang diterbitkan pada tahun 1917 oleh Menteri Luar Negeri Inggris kala itu, Arthur James Balfour. kepada Walter Rothschild, anak kedua dari Baron Rothschild. Dia adalah pemimpin komunitas Yahudi Inggris kala itu.
Dalam isi surat sepanjang 167 kata itu, James Balfour menyatakan pemerintah Inggris secara resmi mendukung gagasan untuk menciptakan sebuah negara Yahudi di wilayah Palestina dan juga menyatakan kesetaraan kepada komunitas lain, dalam hal ini 700 ribu warga Arab yang hidup di tanah itu.
Namun, pada kenyataannya, sejak Israel diumumkan berdiri pada 1948, entitas itu terus mencaplok tanah Palestina dari hari ke hari, tahun ke tahun, hingga kini masuk satu abad sejak Inggris memberikan ruang bagi Yahudi Eropa pindah ketanah suci itu. Pada tahun itu pula, ratusan ribu warga Palestina diusir secarapaksa keluar dari tanahnya hingga kini diperingati sebagai hari Nakba (hari bencana) setiap tahunnya.
Saat ini Israel menguasai lebih dari 85 persen tanah Palestina atau sekitar 27 ribu kilometer persegi. Adapun yang tersisa bagi rakyat Palestina sendiri hanya sekitar 15 persen. Israel mendirikan wilayah terisolir sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza dengan mencaplok sekitar 24 persen wilayah Jalur Gaza atau sekitar 360 kilometer persegi. []