KARAKTER Gundogan dibentuk oleh masa kecilnya dan penghargaan atas kekuatan sepak bola dalam menyatukan orang-orang dari berbagai budaya, ras, dan agama.
Dia tidak bisa mengabaikan latar belakang orang tuanya, Irfan dan Ayten, atau melupakan keinginan keluarganya agar ia bermain bola dengan indah,.
“Ini bukan hanya tentang olahraga, tetapi bersosialisasi,” ujar pemain berusia 27 tahun itu.
BACA JUGA: Inilah Daftar Pesepakbola Muslim di Liga Inggris
“Di Gelsenkirchen, kami punya orang Arab, Turki, Polandia, dan Jerman, jadi itu adalah campuran orang-orang dari asal yang berbeda. Sepak bola adalah kemungkinan untuk mencapai sesuatu. Sepakbola menyatukan kami semua.
“Sepak bola bukan tentang dari mana Anda berasal, apa agama Anda, ini tentang bersenang-senang bersama, bersaing bersama dan saling mendukung. Sepakbola membuat semuanya sangat mudah untuk diri saya sendiri ketika tumbuh dewasa.”
Tekad untuk bisa berintegrasi dengan Jerman tercermin dalam Pendidikan Gundogan ketika ia ingin mendapatkan ijazahsaat meninggalkan sekolah tinggi meskipun karirnya berkembang di Bochum dan Nurnberg. “Ketika saya mulai berlatih dengan tim pertama, saya masih pergi ke sekolah, tetapi tidak bisa mengikuti pelajaran dan ujian,” kenangnya.
“Itu mulai menjadi masalah.
“Saya memiliki guru yang mengerti, mungkin karena mereka menyukai sepakbola. Tapi saya punya satu guru untuk pelajaran bahasa Jerman dan ketika saya di Nurnberg dan mencoba menyelesaikan sekolah, saya tidak dapat menghadari pelajarannya. Mungkin dia tidak melihat saya sepanjang tahun dan pada akhirnya dia harus memberi saya tanda.
“Jadi kami melakukan tes individual pribadi. Saya benar-benar baik. Dia tidak mengira saya akan sebaik itu, mungkin karena dia tidak benar-benar mengenal saya dan berpikir saya akan menjadi pria yang malas dan tidak peduli.
“Tapi saya peduli. Itu adalah titik balik. Dia mengerti betapa seriusnya saya mengambil ujian itu, ingin menjadi pemain bola dan menyelesaikan diploma saya. Terkadang saya memiliki perasaan soal orang-orang yang tidak benar-benar mengetahui karakter dan kepribadian saya.
“Saya selalu berusaha mengikuti jalan saya, mengikuti jalan saya untuk mencapai target saya, ambisi saya. Saya harus bekerja keras. Orang tua saya akan selalu mengatakan jika kau melihat seorang teman di sekolah bekerja keras, cobalah lakukan dua kali apa yang dia lakukan. Saya selalu berusaha mendorong diri sampai batas,” katanya.
Gundogan sudah pasti melakukan itu di lapangan. Ketika jadi bintang di Borussia Dortmund, ia dipanggil oleh Jerman pada tahun 2011 pertama kalinya dan menjadi bagian dari skuat Piala Eropa 2012.
Namun cedera parah mengeluarkannya dari Piala Dunia empat tahun lalu di Brazil dan Euro dua tahun kemudian, di mana timnya kalah di semifinal ke Prancis.
“Jelas sulit untuk melewatkan Piala Dunia sebelumnya,” kata Gundogan, yang juga mengalami cedera ligamen di City.
BACA JUGA: Buntut Foto Bareng dengan Erdogan, Ozil dan Gundogan Dicemooh Fans Jerman Sendiri
“Orang tua saya tidak memaksa saya untuk bermain bola. Paman saya adalah yang pertama tertarik dengan sepakbola dan kakak saya, lalu saya. Kakek saya suka menonton sepak bola dan mendukung tim Turki. Ayah saya lebih seorang pendukung Galatasaray dan ibu saya penggemar Fenerbahce,” tutur Gundogan lagi.
Berbicara soal pemain bola favoritnya, Gundogan menyebut beberapa nama. “Selau berubah. Untuk satu periode, bisa Zinedine Zidane, lalu Kaka dan Ronaldinho. Mungkin Lionel Messia juga sedikit, ketika saya masih remaja, saya melihat Barcelona, ada Xavi, (Andres) Iniesta dan Messi, dan mengagumi bagaimana mereka bermain. Saya mencoba mengambil sedikit dari masing-masing dari mereka dalam permainan saya.” []
HABIS