TSUNAMI yang menerjang Banten dan Lampung Selatan pada 22 Desember 2018, diduga dipicu oleh longsoran lereng Gunung Anak Krakatau. Sejak saat itu, gunung tersebut mengalami letusan Surtseyan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengungkapkan Gunung Anak Krakatau aktif kembali dan memasuki fase erupsi mulai Juli 2018. Erupsi selanjutnya berupa letusan-letusan Strombolian yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar dan aliran lava pijar yang dominan mengarah ke tenggara. Erupsi yang berlangsung fluktuatif.
Pada 22 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau sempat mengalami erupsi namun tercatat skala kecil jika dibandingkan dengan erupsi yang terjadi pada periode September-Oktober 2018. Berdasarkan hasil analisis citra satelit, diketahui lereng barat-baratdaya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut. Sutopo mengungkapkan inilah kemungkinan yang memicu terjadinya tsunami.
BACA JUGA:Â Kisah Nina yang Selamat Satu Jam Sebelum Tsunami
“Sejak 22 Desember 2018, diamati adanya letusan tipe Surtseyan yaitu aliran lava atau magma yang keluar kontak langsung dengan air laut. Hal ini berarti debit volume magma yang dikeluarkan meningkat dan lubang kawah membesar,” ungkap Sutopo, Kamis (27/12/2018).
Sutopo menambahkan, kemungkinan ada lubang kawah baru yang dekat dengan ketinggian air laut. Sejak saat itu, letusan berlangsung tanpa jeda. Gelegar suara letusan terdengar beberapa kali per menit.
“Saat ini aktivitas letusan masih berlangsung secara menerus, yaitu berupa letusan Strombolian disertai lontaran lava pijar dan awan panas. Pada 26 Desember 2018 terpantau letusan berupa awan panas dan Surtseyan. Awan panas ini yang mengakibatkan adanya hujan abu,” paparnya.
Angin mengarah ke barat daya sehingga abu vulkanik menyebar ke baratdaya ke laut. Hujan abu vulkanik tipis jatuh di Kota Cilegon dan sebagian Serang pada 26 Desember 2018 sekitar pukul 17.15 WIB.
BACA JUGA:Â Pasca Diterjang Tsunami, 4 Desa Ini Direndam Banjir
“Ini tidak berbahaya. Abu vulkanik justru menyuburkan tanah. Masyarakat agar mengantisipasi menggunakan masker dan kacamata saat beraktivitas di luar saat hujan abu,” kata Sutopo.
Pada 27 Desember 2018 pukul 00.00-06.00 WIB, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau masih berlangsung, tremor menerus dengan amplitude 8-32 milimeter (dominan 25 milimeter), dan terdengar dentuman suara letusan. Saat ini, status Gunung Anak Krakatau telah naik jadi Siaga (Level III). Zona radius bahaya diperluas dari 2 km ke 5 km. []
SUMBER: DETIK