INI cerita tentang guru yang pernah mengajar saya.
Saya Saya lulus dari PT tahun 1999. Langsung kerja. Nyaris selama 18 tahun itu, saya tidak lagi bersekolah formal.
Namun, saya merasa tidak pernah berhenti belajar. Setiap pekan saya masuk sebuah kelas. Kurun waktu itu, ada sembilan orang yang sudah menjadi guru saya. Saya ingat semuanya satu persatu.
Guru pertama, darinya saya belajar soal kerendahan dan kebersihan hati.
Guru kedua, darinya saya belajar arti persaudaraan.
Guru ketiga, darinya saya belajar soal manajemen.
BACA JUGA: Gaji Dokter
Guru keempat, darinya saya belajar politik.
Guru kelima, darinya saya belajar ketegasan.
Guru keenam, darinya saya belajar motivasi.
Guru ketujuh, darinya saya belajar organisasi.
Guru kedelapan, darinya saya belajar jadi orang yang mempunyai sikap.
Guru kesembilan, darinya saya belajar amal.
Kesembilan guru saya tetap hidup dalam diri saya. Pun, hanya satu orang saja yang sekarang mengajar di kelas.
Dengan guru-guru saya lain di SD, SMP, SMA dan PT, mereka membentuk saya jadi saya sekarang ini. Tanpa mereka, mungkin betul anggapan saya sendiri bahwa saya bisa saja jadi (agak) seperti Kusni Kasdut.
BACA JUGA: Keluar dari Grup WA
Karib saya yang menggelontorkan dananya di awal pembuatan Islampos pernah berkata beberapa bulan lalu, “Kau ini senantiasa terjaga, habibie. Kau selalu punya tempat kembali setiap kali goyah dalam kehidupanmu.”
Ia juga kemudian berkata dalam satu majelis di tempat kerja kami, “Barangsiapa yang masuk ke majelis ilmu tanpa guru, maka akan keluar dari sana tanpa ilmu.” []