BJ Habibie tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai Presiden RI ketiga menggantikan Soeharto. Tidak lama memang Habibie menjabat sebagai presiden RI, namun prestasinya patut diacungi jempol. Kebijakan-kebijakan Habibie saat itu telah mengubah bangsa Indonesia.
Namun proses Habibie menjadi presiden RI bukanlah perkara enteng. Pasalnya, saat itu kondisi bangsa tengah dirundung krisis yang memanas dan nasib rakyat yang tengah berada dalam kesulitan. Dalam bukunya yang berjudul ‘Detik-Detik yang Menentukan,’ Habibie bercerita kegundahannya kala itu. Ia juga memikirkan, bagaimana harus mengambil kebijakan yang tidak gegabah dan mementingkan rakyat.
Setelah menemani Soeharto dalam kepemimpinannya, Habibie berpikir stigma negatif masyarakat tentang dirinya akan muncul, dan itu dianggapnya wajar. Karena itu, dia tak ingin gegabah mengambil kebijakan.
BACA JUGA: Ungkapan Habibie Soal Akhirat yang Bikin Merinding Ramai Ditulis Sejumlah Artis
“Saya harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan, untuk dapat memenuhi keinginan rakyat yang beraneka ragam, namun semuanya bermuara pada keinginan untuk mendapat kebebasan di atas kemerdekaan yang telah mereka miliki,” tulis Habibie, dalam bukunya.
Habibie tak tidur selama hampir 20 jam jelang ditetapkan sebagai Presiden ke-3 RI
Habibie saat itu memikirkan kondisi masyarakat yang terus-menurus memanas. Ketika Soeharto memutuskan mundur dan memberikan jabatan orang nomor satu di Indonesia kepadanya, dia tak tidur selama hampir 20 jam, hanya untuk memikirkan negeri.
Pada 21 Mei 1998, sekitar pukul 01.00 WIB, ketika Habibie masih mengikuti perkembangan gerakan massa melalui internet dan televisi di ruang kerjanya, tiba-tiba istrinya, Ainun, muncul dan mengingatkan agar ia segera tidur.
Habibie mengikuti saran istrinya dan segera berganti pakaian tidur. Ketika berbaring di tempat tidur, masih terdengar obrolan beberapa anggota pasukan pengamanan yang duduk di bawah jendela kamar tidur Habibie yang menghadap pendopo.
“Walau pun hampir 20 jam saya belum beristirahat, ternyata pertanyaan dan pemikiran mengenai keadaan di Tanah Air terus berkembang. Sehingga saya berdiri perlahan, untuk tidak mengganggu istri saya yang sedang tidur,” tulis Habibie.
“Saya menutup bantal dan guling dengan selimut, untuk memberi kesan seakan-akan saya berbaring di bawah selimut tersebut. Saya keluar ke tempat saya semula, untuk menyusun catatan mengenai langkah-langkah awal dan dasar atau pun prinsip, sikap, dan kebijakan yang harus saya ambil,” lanjut dia.
Habibie merasa seorang diri
Ketika Habibie memikirkan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan, tiba-tiba terdengar suara dari ruangan yang gelap, “Pak Habibie, sudah hampir pukul 04.00 pagi dan Bapak belum tidur dan belum beristirahat, sementara acara Bapak sudah mulai pukul 07.00 pagi. Mohon Bapak beristirahat sejenak.”
Ruangannya sangat gelap, karena tidak ada lampu yang menyala kecuali sinar monitor komputer yang menerangi wajah Habibie, lalu ia bertanya, “Siapa yang berbicara?”
BACA JUGA: Biaya Kuliah BJ Habibie di Jerman Ternyata Dibiayai oleh Ibunya dari Usaha Ini
“Siap. Kolonel Hasanuddin, ADC (pengawal) Bapak,” jawab Hasanuddin, sambil menyinari wajah Habibie dengan lampu senter.
Habibie bertanya lagi, “Mengapa Kolonel belum tidur?”
“Siap, lagi dinas dan mohon Bapak istirahat sejenak,” jawab Hasanuddin.
Lalu, Habibie pun memutuskan segera beristirahat dan mengakhiri catatannya. Setelah itu, ia berdiri dan meninggalkan ruang kerjanya.
Mendapatkan jabatan sebagai seorang presiden, tentu dirasa berat bagi Habibie. Bahkan, seluruh catatan tentang kebijakan barunya dirahasiakannya lebih dulu dari orang-orang sekitar, termasuk istrinya. Sehingga, kala itu, Habibie merasa dirinya hanya seorang diri di dunia.
“Pertama kalinya dalam kehidupan saya, saya merasa seorang diri di dunia ini, dengan lingkungan yang ramah dan baik terhadap saya pribadi,” ujar Habibie. []
SUMBER: IDN TIMES