DEPOK—Meningkatnya sentimen keagamaan yang berkembang belakangan ini perlu segera disikapi secara bijak, tak hanya cepat namun juga harus tepat.
Salah satu akar dari mencuatnya sentimen tersebut, adalah intoleransi yang menjalar hampir ke berabagai lini. Dan untuk urusan ini, sekolah ternyata seringkali tak menjadi tempat yang aman dari ungkapan kebencian.
Survei Toleransi Pelajar Indonesia yang dilakukan oleh oleh Setara Institute tahun lalu menunjukkan fakta ini. Di mana 35,7 persen siswa diketahui memiliki paham intoleran yang baru dalam tataran pemikiran; 2,4 persen sudah menunjukkan sikap intoleran dalam tindakan dan perkataan; dan 0,3 persen berpotensi menjadi teroris.
BACA JUGA: Gus Yaqut: Banser NU Sangat Menghormati UAS
Survei ini dilakukan atas 760 responden yang sedang menempuh pendidikan SMA Negeri di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat. Penelitian serupa yang dilakukan oleh banyak lembaga lain, seperti Wahid Foundation dan PPIM juga menemukan hasil yang tak jauh berbeda.
Ancaman intoleransi dan radikalisme di ruang sekolah rupanya tak hanya menggerogoti siswa, tetapi juga guru. Temuan Maarif Institute di awal tahun ini menyebut ada peran guru dalam penyebaran radikalisme di sekolah.
Untuk mensikapi hal ini, Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) menggelar kegiatan bertema Jurnalistik Pelajar Damai yang diselenggarakan Sabtu (8/9/2018) di komplek LIA, Jalan Margonda Raya Depok Jawa Barat.
BACA JUGA: Pakar Ini Ungkap 5 Indikasi Gerakan #2019GantiPresiden Ditunggangi Penumpang Gelap
Ketua pelaksana acara, Abdul Hakim, S.Ud, menyebut gelaran ini dimaksudkan sebagai pemberian bekal kepada para siswa dan seluruh elemen sekolah dalam menghadapi bahaya intoleransi dan radikalisme.
“Gelaran ini pun dimaksudkan sebagai ruang silaturahmi antar guru dan siswa serta sarana untuk menebarkan Islam yang menjadi berkah untuk semesta,” ujarnya kepada Islampos.com, Senin (10/9/2018). []
REPORTER: RHIO