PERTAMA kali menginjakkan masjid setelah mempelajari berbagai literature, video tentang Islam, ia belum juga yakin bahwa Islam merupakan apa yang selama ini ia cari-cari. Walaupun ia menemukan cahaya dan keindahan Islam sewaktu berkunjung ke Mesir, remaja yang dulu berusia 15 tahun tersebut masih ragu-ragu dan belum yakin untuk memeluk Islam.
Sepulangnya dari masjid dan berjumpa dengan imam setempat. Lelaki bernama lengkap Luke Rusbridge ini kembali pulang dan memutuskan untuk menjaga jarak dengan Islam. Meski hidayah belum menyapanya, ternyata keinginannya untuk kembali mempelajari Islam menyeruak setelah ia ingat bahwa sekembalinya dari masjid, seorang imam memberikannya Al-Quran dengan terjemahan Bahasa inggris yang kemudian ia baca berulang-ulang.
Dari hadiah kecil tersebut, keinginannya untuk memeluk Islam semakin menggebu-gebu. Dalam Al-Quran yang ia baca, ia tidak menemukan secuil pun kesalahan. Semuanya terangkai indah. Sempurna dan menyentuh.
Dan tak lama kemudian, ia kembali ke masjid yang ia singgahi dulu, Masjid Al-Medinah, Brighton. Disana ia kembali dipertemukan oleh imam masjid yang ia jumpai dulu. Ternyata sang imam masih mengingatnya dan meyambutnya dengan ucapan salam dan senyuman yang ramah.
Dan pada saat itu juga, ia mantapkan niatnya: mengucapkan dua kalimat syahadat dan menasbihkan diri menjadi bagian dari umat muslim. Usai mendeklarasikan diri sebagai muslim, ia pun melakukan sholat untuk pertama kalinya, di belakang sang imam dan mendengarkan ayat-ayat Al-Quran dengan syahdunya.
Kisahnya menjajaki Islam pun berakhir bahagia. Namun, kebahagiaannya sebagai muslim masih diuji. Hingga usianya menginjak 19 tahun, berbagai ujian hidup menghadangnya. Orangtuanya bercerai, yang kemudian menjadi salah satu penyebab ibunya untuk terus menerus menegak minuman beralkohol.
Minuman beralkohol menjadi pelarian utama sang ibu karena pada saat itu ayahnya merenggut dengan paksa apa yang mereka punyai: uang, mobil, dan rumah. Tak tahan dengan apa yang terjadi, beberapa kali ibunya berubah menjadi seorang temperamental. Hal yang tak pernah ia duga selama ini. Sedih? Tentu saja. Tapi Luke remaja tidak menangis, ia terus panjatkan doa dalam sholatnya.
Beberapa kali sang ibu harus dibawa ke rumah sakit karena tabiatnya akan minuman keras belum juga berhenti. Terkadang, saat ia pulang ke rumah, ia menemukan ibunya tergolek tak berdaya di atas lantai: terluka secara mental dan fisik. Keadaan ini bukan lah tanpa sebab: ibunya masih kesulitan untuk lepas dari jeratan minuman keras: sangat sering, ia dan kakeknya (yang juga alcoholic) berpesta minuman keras bersama.
Bahkan kakeknya beberapa kali menyalahkannya karena masuk Islam dan menuding Islam bertanggung jawab atas keterpurukan keluarga mereka. Disinggung seperti itu, tentu ia sedih. Tapi Luke tetap bertahan, ia tak menangis. Kembali, ia tegar dan terus sematkan doa dalam sholatnya.
Selama hampir tiga tahun keluarganya mengahadapi ujian berantai, pria berusia 24 tahun ini tak memungkiri bahwa terbersit juga dalam pikirannya bahwa mungkin Islam merupakan salah satu akar kenapa ia harus menghadapi berbagai rintangan hidup seperti itu. Namun, ia coba mengelaknya. Ia pun kembali teringat akan ayat kedua dari surat Al-Ankabut yang berarti: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”
Ayat tersebut membuatnya yakin bahwa deklarasi keimanan tidaklah cukup, ujian yang menimpanya bukan sesuatu yang kebetulan. Allah ingin membuatnya lebih yakin, Allah ingin membuatnya semakin tunduk dan terus kembali kepadaNya. Meyakini hal ini bertahun-tahun, kini kehidupannya semakin membaik. Ibunya lebih bahagia daripada sebelumnya. Kasih sayangnya terhadap ibunya terus tumbuh, dan ketika ia melihat ibunya tersenyum, ia semakin bahagia, meski hingga saat ini ia kehilangan kontak dengan ayahnya.
Namun, ia tak kehilangan harapan. Ia akan terus berdoa demi kebahagiaan mereka berdua, terutama menjelang hari raya idul fitri esok. Karena ia paham, dunia hanyalah sementara. Tetapi kita diberikan kesempatan untuk menjadi yang terbaik, dan itulah yang ia berusaha capai hingga sekarang. Karena ia sadar, berdiam diri saja tidak cukup, terus mengejar Allah adalah kunci kebahagiaan. []
Langsung dari UK oleh: Hasna Azmi Fadhilah, hasna.af@icloud.com