HAJAR Aswad adalah “batu hitam” yang terletak di susut sebelah tenggara Ka’bah, yaitu sudut darimana Tawaf dimulai. Hajar Aswad merupakan jenis baru “ruby” yang diturunkan Allah dari Surga melalui Malaikat Jibril.
Hajar aswad terdiri dari delapan keping yang terkumpul dan diikat dengan lingkaran perak. Batu hitam itu sudah licin, karena terus menerus dikecup, diusap-usap oleh jutaan, bahkan milyaran manusia, sejak Nabi Adam as, yaitu jamaah yang datang ke Baitullah, baik untu haji maupun tujuan umrah.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah saw bersabda: “Rukun (Hajar Aswad) dan makam (batu/makam Nabi Ibrahim as) dua batu ruby dari surga yang dihilangkan cahayanya oleh Allah. Kalau cahayanya tidak dihilangkan, maka dua batu Ruby tersebut mampu menyinari dunia dari Barat sampai Timur.” (HR. Tirmidzi).
BACA JUGA: Asal-Usul Hajar Aswad
Hadits shahih riwayat Imam Baihaqi dari Ibnu Abas ra, Rasulullah Saw bersabda: “Allah akan membangkitkan al-hajar (Hajar Aswad) pada Hari Kiamat. Ia dapat melihat dan berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar.”
Kemudian hadits dari Siti Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda: “Nikmatilah (peganglah) Hajar Aswad ini sebelum diangkat (dari bumi). Ia berasal dari surga dan setiap sesuatu yang keluar dari surga akan kembali ke surga sebelum kiamat.”
Jutaan manusia di musim haji tentu berharap bisa menciup dan menyentuh Hajar Aswad secara langsung. Tapi gerakan manusia yang berjejal mengitari Ka’bah, tidak semua mewujudkan harapan itu secara bersamaan. Karena itu, diantara jamaah haji hanya bisa memberi “kecupan jarak jauh” atau melambaikan tangan seraya melafadzkan basmalah dan takbir, Bismillahi Wallahu Akbar.”
Dsiunnahkan membaca doa ketika hendak istilam (mengusap) atau melambainya pada pemulaan tawaf atau pada tiap putaran, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra: “Nabi Saw datang ke Ka’bah lalu diusapnya Hajar Aswad sambil membaca “Bismillahi Wallahu Akbar.”
Dalam Buku Pintar Haji & Umrah (ditulis H.M Iwan Gayo), dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa batu hitam tersebut pernah terkubur pasir selama beberapa waktu lamanya dan secara ajaib ditemukan kembali oleh Nabi Ismail as ketika ia berusaha mendapatkan batu tambahan untuk menutupi dinding Ka’bah. Batu yang ditemukan inilah yang sedang dicari oleh Nabi Ibrahim as. Kemudian Nabi Ibrahim as dan Ismail as menggotong batu itu sambil memutari Ka’bah sebanyak tujuh putaran.
Diangkat dengan Sorban Nabi
Diantara peristiwa penting yang berkenaan dengan batu ini adalah ketika suku Quraisy melakukan pemugaran Ka’bah pada tahun 16 sebelum Hijrah (606 M). Pada saat itu hampir saja terjadi pertumpahan darah yang hebat, karena suda lima hari lima malam, mereka dalam situasi gawat, karena keempat kabilah dalam suku Quraisy terus bersitegang pada pendapat dan kehendak masing-masing, siapa yang akan mengangkat dan meletakkan kembali batu ini ke tempatnya semula, karena pemugaran Ka’bah sudah selesai.
Akhirnya muncul usul dari Abu Umayyah bin Mughirah al-Makhzumi seraya mengatakan, “Alangkah baiknya kalau keputusan ini kita serahkan kepada orang yang kali pertama masuk masjid pada hari ini.”
Pendapat sesepuh Quraisy Abu Umayyah ini disepakati. Dan ternyata orang pertama masuk pada hari itu adalah Muhammad bin Abdullah yang waktu masih berusia 35 tahun. Bukan rahasia umum, akhlak dan budi pekerti Muhammad Saw dikenal dengan julukan Al-Amin (orang yang dapat dipercaya). Kemudian Muhammad saw menuju tempat penyimpanan Hajar Aswad itu lalu membentangkan sorbannya dan meletakkan batu mulia itu di tengah sorbannya.
BACA JUGA: Cium Hajar Aswad untuk Mengharap Barakah, Benarkah?
Kemudian Muhammad Saw meminta satu orang wakil dari masing-masing kabilah yang sedang bertengkar untuk memegang sudut sorban itu, dan bersama-sama menggotongnya ke sudut dimana batu itu hendak diletakkan. Agar adil, Muhammad saw pula yang hendak memasang batu itu ke tempatnya semula.
Hajar Aswad Direbut
Kisah lain yang sangat penting adalah saat terjadi musim haji tahun 317 H. pada saat itu dunia Islam sangat lemah dan bercerai berai, sehingga kesempatan ini dimanfaatkan oleh Abu Tahir Al Qurmuthi, seorang kepala salah satu suku di Jazirah Arab bagian timur untuk merampas Hajar Aswad.
Dengan 700 pasukan bersenjata lengkap, mereka mendobrak Masjidil Haram dan membongkar Ka’bah secara paksa, lalu merebut Hajar Aswad dan mengangkutnya ke negara yang terletak di kawasan Teluk Persia sekarang.
Kemudian, ia membuat maklumat dengan menantang umat Islam, dengan kata-kata, silahkan mengambil hajar aswad itu, boleh dengan perang atau dengan membayar sejumlah uang yang pada saat itu sangat berat bagi umat islam. Baru setelah 22 tahun (tahun 339 H) batu itu dikembalikan ke Mekkah oleh Khalifah Abbasiyah Al Muthi’Lillah setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000 Dinar. []