PERGI haji ke tanah suci merupakan salah satu ibadah yang wajib dilakukan. Terutama bagi orang yang memiliki harta yang cukup dan tenaga yang kuat untuk pergi ke Baitullah. Dan kewajiban melaksanakan ibadah yang satu ini tidaklah sama seperti ibadah yang lain. Melainkan, ibadah haji hanya wajib kita lakukan sekali dalam seumur hidup.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan ibadah yang hanya satu kali ini, meski sebenarnya boleh lebih dari satu, kita harus bersungguh-sungguh. Kita harus bisa mewujudkan menjadi seorang haji yang mabrur. Memang, apa makna haji mabrur itu?
Ulama berbeda pendapat dalam memaknai haji mabrur. Sebagian berpendapat bahwa ia adalah amalan haji yang diterima di sisi Allah. Sebagiannya lagi berpendapat yaitu haji yang buahnya tampak pada pelakunya dengan indikasi keadaannya setelah berhaji jauh lebih baik sebelum ia berhaji. (lihat Fathul Allam oleh Shiddiq Hasan Khan 1/594).
Salah seorang Ulama Hadis Al-Hafidh Ibn Hajar al’-Asqalani dalam kitab Fathul Baarii, syarah Bukhari-Muslim menjelaskan, “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Pendapat lain yang saling menguatkan dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam syarah Muslim, “Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang tidak ada riyanya, tidak ada sum’ah tidak rafats dan tidak fusuq.”
Selanjutnya oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazaari dalam kitab, Minhajul Muslimin mengungkapkan bahwa, “Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal shaleh dan kebajikan-kebajikan.”
Berdasarkan rumusan yang diberikan oleh para ulama di atas tentang pengertian haji mabrur ini, maka dapat kita simpulkan bahwa haji mabrur adalah haji yang dapat disempurnakan segala hukum-hukum berdasarkan perintah Allah dan Rasulullah ﷺ. Sebuah predikat haji yang tidak mendatangkan perasaan riya’ bersih dari dosa senantiasa dibarengi dengan peningkatan amal-amal shalih, tidak ingin disanjung dan tidak melakukan perbuatan keji dan merusak.
Makna di atas saling berdekatan dan untuk mencapai kemabruran haji tentu tidak dapat terlepas dari makna tersebut. Dengan demikian Al-Allamah Al-Munâwi berkata ketika menjelaskan makna ‘haji mabrur’, “Maknanya adalah haji yang diterima, yaitu haji yang tidak tercampur dengan dosa apapun, dan di antara indikasi diterimanya adalah ia kembali melakukan kebaikan yang pernah ia lakukan dan ia tidak kembali melakukan kemaksiyatan,” (Faidhul Qadîr oleh Al-Allamah Al-Munâwi 3/520). []