SEORANG pengusaha muslim hendaknya meyakini bahwa harta benda adalah milik Allah Azza wa Jalla. Sedangkan manusia hanya diberi amanah. Di samping itu pula, hendaknya ia menyadari betul bahwa harta hanyalah sebagai sarana, bukanlah tujuan.
Untuk mendapatkan yang baik, maka menjadi keharusan baginya untuk mencarinya dari sumber yang halal, tidak menahan yang bukan haknya, tidak berbangga-bangga dengan kepemilikannya serta mengakui anugerah Allah padanya. Hendaklah harta yang dimilikinya bisa mengantarkannya untuk lebih mengenal akhirat dengan tanpa melupakan kenikmatan dunia.
Seorang pengusaha muslim harus menyadari bahwa harta yang ada di tangannya merupakan titipan dari Allah Azza wa Jalla yang harus ia kelola dengan baik dan benar sesuai ketentuan Sang Pemilik harta sesungguhnya. Dia adalah Allah, satu-satunya Raja dari segala raja, Pemilik dari segala pemilik. Karena semua harta yang ada padanya akan dimintai pertanggungjawabannya pada hari kiamat kelak.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pada Hari Kiamat nanti kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser (dari hadapan Allah) sehingga ia dimintai pertanggungjawaban tentang empat perkara: Usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan,” (HR. At-Tirmidzi IV/612 no.2417 dari Abu Barzah Al-Aslami. Syaikh Al-Albani berkata: “Shahih”). []
Sumber: Bekal-Bekal Keimana bagi Pengusaha Muslim/Karya: Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawas, Lc, Ma