KETIKA Nabi ﷺ masih bayi, sekelompok wanita mengunjungi Makkah untuk membawa bayi yang baru lahir tersebut ke lingkungan pedeseaan padang pasir yang terbuka sesuai kebiasaan.
Halimah As-Saadiah, dari suku Bani Saad, adalah wanita beruntung yang membawa Muhammad, yang ketika itu baru saja berumur delapan hari, untuk menjadi anak asuhannya.
Para wanita lain dari kelompok ini sebenarnya bisa mendapatkan bayi dari keluarga kaya, namun Halimha memilih anak yatim ini karena ayah sang bayi, Abdullah, telah meninggal sebelum ia lahir.
Teman-temannya sepertinya senang dengan bayi yang bisa mereka asuh, tapi tidak ada yang tahu bahwa Halimah As-Saadiah membawa bayi yang bisa dibilang merupakan kepribadian terbesar dalam sejarah manusia. Bayi itu dikaruniai berkah dari Allah Yang Maha Kuasa.
Dan itu terjadi seketika. Payudaranya dipenuhi susu; tunggangan yang membawanya ke Mekkah tiba-tiba menjadi sangat kuat dan berlari di depan kafilah.
BACA JUGA: Belajar dari Kisah Sujudnya Malaikat kepada Nabi Adam
Ketika sampai di rumah, kambingnya menghasilkan lebih banyak susu untuk keluarganya. Halimah As-Saadiah menyadari bahwa bayi itu bukan bayi biasa, tapi juga berkah.
Halimah As-Saadiah adalah putri Abdullah bin Harith dan istri Harith Abu Zowaib. Ketika membawa pulang anak yang diberkahi itu, Halimah memiliki seorang anak perempuan bernama Syaima dan anak perempuannya yang juga sama tengah menyusu, Abdullah. Syaima berusia sekitar lima tahun dan dia biasa membantu ibunya merawat Muhammad. Syaima akan memandikannya dan mengajaknya berjalan-jalan dan selalu memeluknya dengan cinta.
Syaima menyaksikan sebuah perubahan yang terjadi di keluarganya dari kemiskinan hingga kenyamanan karena berkah anak ini.
Dia biasa bersenandung tentang Muhammad: “Ya Tuhan kami! Jagalah kehidupan Muhammad untuk kami semua sehingga aku bisa melihatnya menjadi remaja, lalu menjadi pemimpin. Jauhkanlah musuh-musuhnya dan orang-orang yang iri kepadanya, dan berikan dia kemuliaan abadi!”
Dua puluh empat bulan berlalu dengan cepat dan waktu untuk Muhammad kembali ke keluarganya tiba.
Syaima sangat sedih harus melepas Muhammad. Halimah membawa anak itu kembali ke Makkah tapi dia menangis saat memisahkannya dari dadanya. Ketika melihat tersebut, Aminah—ibunda Muhammad—tergerak oleh cinta Halimah kepada putranya dan mengembalikan anaknya itu ke Halimah untuk dibesarkan di daerah Banu Saad dekat Taif.
Dikatakan bahwa Muhammad kembali ke Makkah ketika usianya sekitar lima tahun. Dia tinggal di pelukan Aminah yang cantik hanya sektiar satu tahun lagi. Aminah membawanya ke Madinah untuk menunjukkan hubungan orang tuanya dengan Bani Najjar. Aminah meninggal dalam perjalanan pulangnya di sebuah tempat bernama Abwa.
Muhammad kemudian tumbuh di bawah asuhan kakeknya, dan kemudian pamannya, Abu Thalib. Dia menjadi pria bermartabat, dan dipanggil Al-Amin oleh semua orang. Usia 25 tahun, ia menikahi wanita mulia Khadijah dan kemudian kehormatan kenabian diberikan kepadanya. Setelah 13 tahun berdakwah, dia berhijrah ke Madinah. Yang Maha Kuasa memberinya kekuasaan, dan akhirnya dia menaklukkan Makkah di tahun 8 SM.
BACA JUGA: Alasan Nabi Bangun Masjid di Masa Awal Kedatangannya di Kota Madinah
Saat itulah Halimah As-Saadiah kembali menemui Nabi ﷺ di Makkah dan Khadijah memberinya 40 ekor domba sebagai hadiah. Dikatakan bahwa Halimah sekali lagi datang ke kota suci Madinah di hari-hari terakhirnya. Dia meninggal di sana dan dimakamkan di Jannatul Baqi. Sebuah kuburan dalam namanya ditandai di pemakaman yang diberkahi.
Selama Pertempuran Hunain, 6000 tawanan perang dibebaskan hanya karena Nabi mempunyai hubungan susu dengan tawanannya.
Kejadiannya ketika suku Hawazin merencanakan serangan ke Makkah, terjadilah Pertempuran Hunain. Ada 6.000 tawanan, baik laki-laki dan perempuan, dengan 24.000 unta dan 40.000 kambing di Jairana, jatuh ke tangan kaum Muslimin.
Pada kesempatan ini ketika seorang wanita tua berusia 60 tahun muncul dari antara para tawanan dan mengklaim bahwa dia adalah saudara perempuan Nabi Muhammad SAW. “Wahai utusan Allah, saya adalah Syaima, saudara angkatmu, anak perempuan Abu Kabsha dan Halimah As-Saadiah binti Zuwaib.”
Nabi ﷺ menyambutnya dan menyebarkan selendangnya dan meminta Syaima untuk duduk. Syaima mengatakan bahwa ketika Nabi masih bayi, Nabi menggigit bahunya, dan bekas lukanya masih ada di tubuh Syaima. Nabi mengingat hal itu dan air mata mengalir di pipinya. Syaima memeluk Islam dan setuju untuk kembali ke sukunya.
Nabi ﷺ memberi Syaima seseorang untuk membantu kebutuhan-kebutuhannya, beberapa unta dan kambing sebagai hadiah dan Syaima kembali ke sukunya dengan bahagia.
Setelah menunggu beberapa hari, Nabi membagikan barang rampasan perang di antara para pemimpin Muslim dan non-Muslim di Makkah.
BACA JUGA: Ke Surga Mendahului Nabi, Adakah?
Kemudian sebuah delegasi dari Banu Saad dan Hawazin mendatangi Nabi di bawah Zuhair ibn Surad dan Abu Barqan (paman angkat Nabi). Mereka memohon pembebasan tahanan.
Mereka berkata: “Di gubuk-gubuk di antara para tahanan itu adalah ibu dan saudara angkat Anda (mengacu pada Halimah As-Saadiah dan Syaima); mereka yang telah merawatmu dan membelai dirimu. Kami mengenalmu saat kau disusui, saat disapih, pemuda yang murah hati dan mulia. Dan sekarang engkau telah naik ke dalam martabat ini, muliakanlah kami, sama seperti Tuhan telah mengasihimu.”
Nabi ﷺ begitu terharu dengan kata-kata ini sehingga dia mengatur pembebasan ke-6000 tahanan tersebut, dan masing-masing dari mereka diberi selendang sebagai hadiah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah perang kesukuan.
Perbuatan Nabi mengundang simpati hati orang-orang dan mereka memeluk Islam dalam jumlah ribuan. Demikianlah kebajikan Halimah As-Saadiah dan putrinya Syaima binti Harith untuk suku asal mereka.
Rumah Halimah As-Saadiah masih terletak di lembah Bani Saad dekat Taif. []