INGAT Yasim Si Kasim, tokoh utama dalam serial detektif berlatar masa pemerintahan Sultan Mahmud II (1808-1839) di Turki ‘Utsmani karya Jason Goodwin itu? Dalam buku I, ‘The Janissary Tree’ dikisahkan bahwa Yasim berada dalam sebuah hammam, dan nyaris terrebus hidup-hidup dalam ruang sauna hingga dia diselamatkan oleh kawannya, Si Duta Besar Polandia, dan Sang Seraskier, panglima pasukan kesultanan.
Hammam adalah kosakata yang dalam khazanah fiqih klasik yang penerjemahannya ke bahasa Indonesia sempat menimbulkan kesalahfahaman. Diterjemahkan sebagai “kamar mandi”, bahasan adab dalam hammam menjadi sangat berat. Dalam kondisi tertentu, hukum pergi ke hammam bisa menjadi makruh bagi pria bahkan haram bagi wanita, di dalamnya dilarang membuka ‘aurat, wajib memakai baju basahan, dilarang berbicara, dan lain sebagainya.
Lha, “kamar mandi” je? Kok begitu?
Barangkali ini karena terjemahan yang tepat adalah “public bath” alias “pemandian umum”, bukan “kamar mandi”. Tetapi pemandian umum yang dimaksud tentu beda lagi dengan pancuran-belik, kolam padusan, atau tepi sungai terbuka di Jawa pada masa lalu.
Hammam, yang diwarisi lalu dikembangkan dari peninggalan Romawi, punya rangkaian layanan yang khas.
Dalam tradisi ‘Utsmani, ia dimulai dengan relaksasi dalam ruangan pertama (atau ruangan hangat) yang dipanaskan oleh aliran udara panas yang kering, hal ini memungkinkan penggunanya bernapas dengan lega.
Pengguna kemudian melanjutkan terapi dengan memasuki ruangan yang lebih panas (disebut ruangan panas) sebelum akhirnya mandi air dingin. Setelah mandi sempurna dengan membersihkan seluruh bagian tubuh, pengguna kemudian akan menikmati pijat oleh para pekerja berbadan kekar, kemudian akhirnya memasuki ruangan pendinginan untuk relaksasi dan bersantai.
Sebelum zaman ‘Utsmani, hammam ala Damaskus telah memesona Pasukan Salib yang tiba di pantai timur Laut Tengah. Mandi di Eropa, pada zaman itu dianggap kegiatan berbahaya. Seperti telur yang lapisan pelindungnya mengelupas lalu membusuk jika dicuci, begitu anggapan umum tentang badan manusia. Mandi itu mengeringkan kulit, menjadikannya kasar dan bersisik.
Tapi pasukan muslimin yang mereka hadapi rupanya punya senyawa lemak nabati bercampur minyak wangi dan aroma harum yang begitu cocok menemani berrendam di air, memanjakan diri, dan melembutkan kulit. Namanya, sabun.
Toh, Eropa tetap perlu waktu sangat lama untuk menerima budaya mandi. Di Inggris, baru di zaman Ratu Victoria (1837-1901), public bath jadi populer. Di daratan, Raja Louis XIV (1643-1715) dari Perancis, sang pembangun Versailles yang megah itu tercatat hanya mandi 3 kali sepanjang hidupnya. Waduh!
Dari pemandian Roxelana, permaisuri Sultan Sulaiman Al Qanuni (1520-1566), pertanyaan kami adalah, Shalih(in+at) semua sudah mengilmui tatacara mandi jinabah bukan? []