MASTURBASI atau onani merupakan hal yang dilakukan seseorang untuk menyalurkan hasrat seksualnya. Bagi mereka yang telah dewasa, masturbasi kerap dianggap sebagai hal yang wajar dilakukan, terutama ketika seseorang belum menikah dan dalam usia remaja.
Mengutip buku Millennial Moeslems : Kupas Tuntas Permasalahan Generasi Islam Zaman Now oleh Ipnu Rinto Nugroho, masturbasi dalam pandangan agama disebut sebagai istimna yakni kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan seksual dengan cara merangsang alat kelamin sendiri.
Tak jarang, masturbasi juga dilakukan oleh seseorang yang telah menikah dengan alasan tertentu, misalnya karena pasangannya berada di tempat yang berbeda dan tidak memungkinkan keduanya untuk bertemu. Namun, bagaimana dalam pandangan Islam? Apakah masturbasi boleh dilakukan?
BACA JUGA: Suami Masturbasi dengan Tangan Sang Isteri, Apakah Dia Wajib Mandi Juga?
Menurut buku Fikih Remaja Kontemporer tulisan Abu Al-Ghifari, kebiasaan masturbisa sulit dihilangkan meskipun mereka mengetahui perbuatan tersebut kurang baik. Banyak juga yang memandang bahwa masturbasi lebih baik daripada melakukan zina.
Hukum Masturbasi dalam Islam
Mengutip dari Buku Tanya Jawab Keagamaan Ala Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah terbitan Piss-KTB, terdapat perbedaan pendapat antara para ulama terkait hukum masturbasi dalam Islam. Ada yang menyebut haram serta makruh.
Para ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Zaidiyah menilai masturbasi banyak mendatangkan mudharat dan lebih mendekatkan pada zina. Hal tersebut bertentangan dengan norma Islam yang memerintahkan umatnya untuk menjaga kemaluannya serta meninggalkan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat.
Tetapi, ada juga sebagian ulama yang memperbolehkan atau memakruhkan masturbasi dengan syarat tertentu seperti ulama mazhab Hanafi. Mereka berpendapat masturbasi hanya diharamkan dalam beberapa kondisi dan wajib pada keadaan lainnya.
Masturbasi menjadi wajib ketika seseorang takut jatuh ke dalam perzinahan jika tidak melakukannya. Ini didasarkan pada kaidah mengambil kemudharatan yang lebih ringan.
Tetapi, ulama mazhab Hanafi mengharamkan apabila hanya sebatas untuk bersenang-senang dan membangkitkan syahwat. Lain halnya dengan ulama mazhab Hambali yang berpendapat bahwa masturbasi diharamkan kecuali dilakukan karena takut ke dalam perzinahan, mengancam kesehatan sementara tidak memiliki istri atau budak dan tidak berkemampuan untuk menikah.
Dalam Al Qur’an pun perbuatan masturbasi tidak disuratkan dengan jelas. Karenanya, masturbasi boleh dilakukan jika berdasarkan pada alasan dan hujjah tertentu. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al An’am ayat 119:
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ ٱسْتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Arab latin: Huwallażī khalaqa lakum mā fil-arḍi jamī’an ṡummastawā ilas-samā`i fa sawwāhunna sab’a samāwāt, wa huwa bikulli syai`in ‘alīm
Artinya: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu,”
Selain itu, menurut qiyas masturbasi adalah perbuatan dengan mengeluarkan cairan yang terdapat dalam tubuh mereka sendiri, maka hal tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang.
Apakah Masturbasi Tergolong sebagai Perbuatan Dosa?
Mengacu pada sumber yang sama, perbuatan masturbasi bukan termasuk dosa besar selama tidak dilakukan secara terus menerus atau menjadi suatu kebiasaan. Namun, seorang muslim hendaknya tidak berpikir besar kecilnya suatu dosa yang dilakukan.
Ibnu Abbas menyebut dosa besar adalah segala dosa yang Allah akhiri dengan neraka, kemurkaan, laknat atau azab. Ulama lainnya mengatakan dosa besar sebagai dosa yang diancam Allah dengan neraka atau hadd di dunia.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Berhenti dari Masturbasi?
Sikap Muslim terhadap Perbuatan Masturbasi
Larangan masturbasi dalam Islam dimaksudkan agar seorang muslim tidak terjerumus ke dalam perbuatan zina atau menyimpang. Allah SWT berfirman terkait hal ini dalam surat An Nur ayat 33 yang berisi perintah untuk menjaga kesucian.
وَلْيَسْتَعْفِفِ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِ
Arab latin: Walyasta’fifillażīna lā yajidụna nikāḥan ḥattā yugniyahumullāhu min faḍlih
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya,” []
SUMBER: DETIK