JAKARTA–Pemerintah memberikan alasan mengapa harga BBM tak kunjung turun meski harga minyak mentah dunia anjlok, bahkan sempat menjadi minus.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan hal ini saat rapat kerja dengan Komisi VII. Pemerintah mengatakan terus memantau perkembangan harga minyak dunia yang belum stabil. Pemerintah masih menunggu pengaruh dari pemotongan produksi OPEC+ sekitar 9,7 juta barel per hari pada Mei- Juni 2020.
BACA JUGA: Pertamina Jelaskan Mengapa Belum Turunkan Harga BBM saat Harga Minyak Dunia Anjlok
Lalu, pemotongan sebesar 7,7 juta barel per hari pada Juli- Desember 2020 dan 5,8 juta barel per hari pada Januari 2021-April 2022.
“Jadi pemerintah memantau perkembangan harga minyak yang belum stabil yang memiliki volatilitas tinggi,” katanya, Senin kemarin (4/5/2020).
Dalam paparan tersebut juga disebutkan harga BBM di Indonesia merupakan salah satu termurah di antara negara-negara ASEAN dan beberapa negara di dunia.
“Kita juga bukan yang termahal di negara ASEAN,” imbuhnya.
Selanjutnya, volume penjualan BBM di Indonesia turun secara signifikan sekitar 26,4% pada bulan April dibandingkan kondisi sebelum pandemi COVID-19 yakni Januari – Februari.
Lalu, harga Jenis BBM Umum (JBU) telah mengalami penurunan sebanyak 2 kali di tahun 2020 pada bulan Januari dan Februari, dengan tingkat penurunan yang cukup signifikan di bulan Januari pada kisaran Rp 300 per liter-Rp1.750 per liter, dan bulan Februari pada kisaran Rp 50 per liter-Rp 300 per liter.
Pemerintah juga tetap mempertahankan kebijakan JBT dan JBKP serta memberikan subsidi untuk minyak tanah dan LPG yang digunakan langsung oleh masyarakat.
“Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan untuk jenis BBM tertentu dan JBKP yaitu Premium, tetap memberikan subsidi minyak tanah dan LPG,” ujarnya.
Bagaimana Hitung-hitungan BBM Pemerintah?
Ia menjelaskan, harga BBM sendiri terbagi berdasarkan jenisnya yakni Jenis BBM Tertentu (JBT) yakni solar, Jenis BBM Khusus Penugasan yakni Premium, dan Jenis BBM Umum (JBU) yakni BBM non subsidi atau komersial.
“Kita memang kalau JBU umum kita tetapkan batas atas. Kalau JBT subsidi Rp 1.000, yang Premium berdasarkan fluktuasi harga minyak jumlah besaran selisihnya dikompensasi pemerintah,” jelasnya.
Kemudian dalam perhitungan harga BBM berlaku formula, di mana di dalamnya memuat Mean Of Platts Singapore (MOPS), konstanta hingga margin.
“Kita memang memiliki formula MOPS plus konstanta, kita lihat konstanta berdasarkan komponen-komponen distribusi, kemudian biaya penyimpanan kemudian juga ada margin,” ujarnya.
Arifin bilang, yang terjadi saat ini ialah MOPS di bawah harga minyak mentah (crude). Padahal, MOPS memuat crude dan ongkos refining.
“Yang sekarang terjadi MOPS ini di bawah harga crude. Padahal MOPS itu adalah crude plus ongkos refining. Jadi memang kalau diberlakukan ini harga BBM yang berlaku pasti akan meluncur ke bawah. Sesuatu yang anomali makanya yang kita balance dengan konstanta untuk stabilkan harga BBM,” ujarnya.
Dia pun menuturkan, harga BBM dipertahankan karena tahun ini harganya sudah diturunkan dua kali. Sementara, volume penjualan BBM merosot tajam.
BACA JUGA: Ini Dia 10 Cara Menghemat BBM
“Kenapa kita pertahankan tadi kami sampaikan di tahun ini kami telah menurunkan dua kali harga BBM dan penyerapan sangat jauh, di atas 90% market share di Indonesia itu Pertamina di mana 53% itu mengandung subsidi dan kompensasi,” terangnya.
Saat disinggung apakah pemerintah akan menurunkan harga BBM, kembali Arifin menuturkan masih melihat perkembangan harga minyak dunia.
“Masih mencermati perkembangan daripada harga minyak internasional karena periode Mei ini adalah periode di mana OPEC sudah memberlakukan pemotongan produksi hariannya tadi kami sampaikan hampir kurang lebih 10 juta barel per hari. Tapi kemarin juga ada berita Rusia belum turun-turun,” jelasnya. []
SUMBER: DETIK