Oleh: Sahilatul Hidayah
“Barang siapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘laailaha illallah’, maka dia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud)
MASHAA ALLAH Sungguh betapa tingginya kedudukan sebaris kalimat ‘laailahaillallah’ atau kalimat tauhid ini. Allah memberikan balasan tertinggi, surga-Nya. Pantaslah balasan tertinggi diberikan oleh Allah karena kalimat ini menunjukkan bukti nyata keimanan seseorang.
Keimanan, salah satu dari dua kenikmatan terbesar yang telah Allah anugerahkan selain nikmat kesehatan. Nikmat sehat semua orang bisa mendapatkannya tapi tidak dengan nikmat keimanan. Nikmat iman hanya diberikan kepada orang pilihan yang telah Allah tetapkan. Bisa karena keturunan ataupun karena pencarian. Tapi, apapun proses mendapatkannya, keimanan haruslah diaplikasikan dengan penuh kesungguhan.
Pengaplikasian keimanan dalam keseharian bukanlah sebuah proses yang penuh kemudahan sebagaimana pernah yang dialami oleh para sahabat pada masa Rasullullah di awal penyebaran islam di kota Mekkah. Menjaga dan mempertahankan keimanan seperti layaknya menggenggam bara api, sungguh panas tapi tetaplah harus tergenggam.
Betapa upaya keras untuk menjaga dan mempertahankan keimanan membuat mereka harus menghadapi begitu banyak cobaan mulai dari cacian, hinaan, penganiayaan, intimidasi, persekusi hingga ancaman kehilangan nyawapun harus mereka alami. Bahkan mereka harus merasakan adanya embargo ekonomi oleh kaum kafir quraish yang membuat aktivitas perdagangan sebagai sumber mata pencaharian utama terhenti tidak bisa dilakukan yang menjadikan mereka dalam kondisi kehidupan tersulit.
Di tengah kondisi kehidupan tersulit tersebut akhinya terjadilah seleksi secara alami, para sahabat dengan tingkat keimanan yang tinggi menunjukkan sikapnya, tetap istiqomah menggenggam erat bara api , dengan penuh kesabaran mereka menghadapi apapun hambatan dan rintangan yang menghadang. Tapi, sahabat dengan tingkat keimanan yang rendah akhirnya memilih melepaskan genggaman bara api mereka karena tidak kuat menghadapi hambatan dan rintangan yang menghadang. Dan akhirnya hanya ada 40 sahabat saja yang bertahan
Para sahabat yang bertahan tersebut tahu betul betapa tinggi harga keimanan sehingga mereka dengan sukerela menggenggam dengan genggaman erat walaupun sangat panas dirasakan. Bahkan pengorbanan tertinggi berupa kehilangan nyawapun rela mereka lakukan untuk tetap menjaga keimanan mereka.
Para sahabat bisa memberikan pengorbanan tertinggi mereka untuk harga keimanan karena mereka menyadari betul itu adalah harga surga yang akan mereka dapatkan. Harga yang pantas untuk sebuah tempat dengan berbagai kenikmatan yang tidak akan bisa di dapatkan di dunia. Sudahkah kita memiliki kesadaran yang sama?.
Panji tauhid yang di atasnya tertulis kalimat tauhid yang menunjukkan pengakuan keimanan terhadapNya tentu bukanlah sembarang panji, pengorbanan tertinggi para sahabat yang harus kehilangan anggota tubuh mereka bahkan akhirnya nyawa untuk menjaganya berkibar dan tidak jatuh ke tanah ketika di medan jihad adalah bentuk aplikasi nyata harga keimanan untuk harga surga yang harus dibayarkan. Semoga itu akan menjadi teladan terbaik kita sehingga kita akan melakukan pengorbanan tertinggi kita untuk keimanan karena harga surga sungguh sangatlah mahal. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.