SAHABAT Islampos, salah satu khalifah yang harum namanya dalam sejarah peradaban Islam adalah Khalifah Harun Al-Rasyid. Al-Rasyid sendiri merupakan gelar yang diberikan kepadanya. Lantas, mengapa khalifah yang satu ini bergelar Harun Al-Rasyid?
Harun al-Rasyid memegang tampuk pemerintahan Abbasiyah sejak 14 September 786. Ia menggantikan saudaranya, Khalifah al-Hadi (764-786), yang hanya berkuasa selama satu tahun.
Dalam usia muda dan kekuasaan di genggaman, amatlah mudah bagi Harun untuk tergelincir, mabuk kekuasaan. Maka dari itu, ia memerlukan bimbingan dan nasihat, baik secara kognitif, politik, maupun spiritual.
Dia pun mengangkat seorang ulama yang karismatik untuk menjadi perdana menterinya. Namanya, Yahya al-Barmaki. Kalangan sejarawan mencatat, Yahya juga berperan sebagai guru sang khalifah.
Khalifah atau Sultan Harun bergelar al-rasyid di belakang namanya. Ini menandakan watak yang penuh kebijaksanaan.
BACA JUGA: Harun Al-Rasyid, Raja Di Raja, karena Mahir Memimpin Negeri yang Besar dan Makmur
Sebagai seorang Muslim, ia diketahui gemar mengamalkan ibadah-ibadah sunnah. Jiwanya terlatih untuk selalu tawadu dan peka terhadap persoalan rakyat.
Sebagai contoh, Sultan Harun biasa merutinkan shalat sunah 100 rakaat tiap hari, bahkan hingga akhir hayatnya.
Ia pun bersedekah 10 ribu dirham dari harta pribadinya kepada rakyat jelata. Ia kerap berkonsultasi kepada para alim ulama, baik dalam menemukan solusi persoalan keumatan maupun fikih ibadah-ibadah mahdhah. Di hadapan mereka, sang penguasa bersikap hormat dan rendah diri.
Reputasi Khalifah Harun al-Rasyid juga cemerlang sebagai pencinta sastra. Ia memandang syair sebagai ungkapan kebudayaan yang sarat makna. Kisah persahabatannya dengan Abu Nuwas (sering disebut pula: Abu Nawas) melegenda bahkan sampai hari ini.
Penyair jenaka-sufistik itu lahir dengan nama Hasan pada 756 di Ahvaz (kini Provinsi Khuzestan, Iran). Abu Nuwas tak pernah bertemu dengan ayah kandungnya. Ketika masih kecil, sang ibu menjualnya kepada seorang penjaga toko dari Yaman, Sa’ad al-Yashira.
Mula-mula, Abu Nuwas bekerja di toko milik tuannya di Basrah. Sejak remaja, otak pemuda ini memang cerdas, terutama dalam retorika. Ia pun menarik perhatian Walibah ibnu al-Hubab, seorang penyair, yang lantas membeli dan memerdekakan remaja tersebut. Sejak saat itu, al-Hubab meng ajarinya ilmu-ilmu agama, bahasa, dan sastrakhususnya puisi.
Abu Nuwas juga belajar dari penyair Arab bernama Khalaf al-Ahmar di Kufah. Ia kemudian hijrah ke Baghdad. Mulai dari sana, popularitasnya kian menanjak.
Sultan pun menaruh rasa penasaran terhadaap penyair ini. Melalui perantara musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nuwas lantas terpilih menjadi penyair istana (sya’irul bilad). Secara formal, tugasnya menggubah sajak puji-pujian untuk sang khalifah. Namun, secara informal ia adalah kawan debat dan diskusi Khalifah Harun al-Rasyid.
BACA JUGA: Ibadahnya Harun Al-Rasyid
Biografi singkat Harun Al-Rasyid
Harun Al-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 dan wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan.
Dia adalah khalifah kelima dari kekhalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah khalifah yang keempat. Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
Era pemerintahan Harun Al-Rasyid, yang dilanjutkan oleh Muhammad Al-Amin kemudian Ma’mun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam). Saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia.
Pada masa pemerintahannya, Harun Al-Rasyid berhasil:
- Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
- Membangun kota Baghdad yang terletak di antara sungai eufrat dan tigris dengan bangunan-bangunan megah.
- Membangun tempat-tempat peribadatan.
- Membangun sarana pendidikan, kesenian, kesehatan, dan perdagangan.
- Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
- Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana. []