Oleh: Luthfiyyah Hanif
(Santriwati Pondok Pesantren Islam Uswatun Hasanah, Purwakarta)
الادب قبل العلم
SATU kalimat rahasia yang begitu sederhana. Kalimat yang mana ia datang untuk menggetarkan banyak hati, agar mereka mengetahui bahwa sebenarnya tidak adanya dia kita tidak akan dekat dengan ilmu. Mungkin sering kali kita dengar, dia adalah adab. Tetapi, kebanyakan dari kita belum sepenuhnya mengetahui arti dan makna indah yang tersimpan didalamnya.
Para ikhwan dan akhwat fillah…
Kadang kita lupa bahwa berhias diri bukan hanya pada penampilan saja. Di zaman sekarang terlihat jelas bahwa kita mengedepankan gaya dunia untuk menarik perhatian dan pandangan banyak orang. Yang mana kita sibuk mendengar pujian mereka, dan itu yang selama ini membuat kita lalai, dan lupa dengan apa yang harus kita lakukan. Daripada mengedepankan satu kata penuh makna, yaitu adab. Banyak sekali penjelasan bahwa berhias dengan adab, akhlak, perilaku, dan sikap di Islam merupakan karakteristik seorang muslim sejati. Kali ini kita akan membahas salah satu adab yang selalu kita temukan ketika kita sedang belajar di kelas atau dimana pun itu. Ya, salah satu yang dimaksud adalah adab kepada guru.
Guru, ialah yang membimbing dan mengajari kita untuk menguasai kunci-kunci untuk membuka ratusan mungkin sampai ribuan pintu ilmu. Pada dasarnya, ilmu tidak dapat di ambil dari buku. Akan tetapi, yang harus kita ketahui sejatinya ilmu datang dari guru. Buku nyatanya hanya sebagai pendamping dan penunjang saja. Bersama guru, ribuan ilmu dan keberkahan ilmu itu tersimpan. Begitupun tak lupa dengan ketaqwaan yang membuat keberkahan itu semakin sempurna.
Di masa lalu, banyak sekali halaqoh-halaqoh ilmu yang senantiasa membuka pintunya untuk menerima para penuntut ilmu. Yang mana didalamnya banyak sekali gudang ilmu. Begitupun adab yang diterapkan disana. Memang sungguh bertolak belakang dengan zaman sekarang. Zaman yang penuh dengan fitnah. Zaman yang dimana adab mulai hilang sedikit demi sedikit. Dimana anak-anak remaja yang mungkin kita termasuk didalamnya, sudah bosan dengan adab yang selalu menjadi awal dalam menuntut ilmu.
Adab kepada guru sejatinya dimulai dari kita memasuki kelas. Dari mulai langkah kaki memasuki kelas, duduk, bel masuk dideringkan, guru masuk, lalu dimulailah pelajaran. Memang terdengar seperti siklus yang sederhana, tetapi apabila kita gali lebih jauh lagi, nyatanya belajar bukan hanya sekedar duduk, mendengar, lalu menulis apa yang ia dengar, melainkan harus disertai dengan adab.
BACA JUGA: Ini Gambaran Sikap para Tabi’in terkait Prinsip Adab sebelum Ilmu
Sebelum kita memulai pelajaran, dasarnya hati harus siap untuk disatukan dengan pikiran saat pelajaran berlangsung. Ketika hati kita telah diselimuti dengan ikhlas, maka insya allah, pelajaran tersebut dengan mudah tercerna oleh pikiran.
Berbicara tentang niat, teringat Imam Syafi’I mewasiatkan, beliau berkata, “Ilmu itu dimulai dengan niat. Dan niatlah yang paling diutamakan.”
Niat itu bagaikan perbekalan sejati, landasan seluruh keutaamaan, dan pelabuhan semua hal yang terpuji. Dan ia merupakan pemicu kekuatan, tangga menuju ketinggian, dan pengikat hati yang kuat dari daya tarik godaan manapun.
Berikut adalah beberapa adab seorang penuntut ilmu:
1 “Membersihkan hati dari dosa”
ينبغى ان يطهر قلبه من الادناس
Membersihkan hati dari dosa dan segala hal atau akhlak buruk lainnya. Sering kali kita melakukan kesalahan yang mana ia membuat diri tidak dapat bersahabat dengan ilmu. Seakan ilmu manapun tidak dapat kita sentuh. Terdengar mengerikan, tetapi yang harus kalian ketahui bahwa itulah nyatanya.
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab r.a bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
انما الاعمال باانيات
“Sungguh, seluruh amalan itu tergantung pada niat,,” (Al-Hadits)
Maka dari itu, kita bersihkan diri hal-halyang membuat kita tergelincir kedalam lubang yang curam. Kualitas hati diumpamakan seperti kualitas tanah sebuah pertanian. Tanah subur adalah tanah yang selalu ditanami dengan pupuk yang bagus, sebaliknya dengan tanah yang tidak subur, karena tanah itu ditanami dengan pupuk yang buruk. Sperti itulah niat. Ketika niat disertai dengan ikhlas, dan bersungguh-sungguh , maka dari jerih payah tersebut dapat berbuah hasil.
2 “Memutuskan hal-hal yang menyibukkan dalam meraih ilmu dan sabar atas sempitnya kehidupan”
ينبغى ان يقطع العلائق الشاغلة عن كمال الاجتهاد في التحصيل ويرضى بااليسير من القوت و يصبر على ضيق العيش
Setelah melewati niat, disinilah petualangan kita, si perantau ilmu dimulai. Kadang ada saat kita kita dilalaikan oleh kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat.
Ingatlah ikhwan dan akhwat fillah…
Janganlah kalian terlalaikan oleh kegiatan yang dapat memutuskan keberkahan ilmu yang selama ini kau cari. Semakin kau tergelincir, semakin pula kau tenggelam kedalam bisa saja ia akan menarikmu.Dan bisa saja kamu tidak akan kembali lagi.
Jadi, sibukkan dan isilah waktu-waktu kalian untuk terus mencari ilmu. Seperti dalam sebuah pepatah: “Gapailah mimpi sampai ke negeri Cina”. Itulah mengapa ilmu begitu berharga sampai ia diumpamakan jauh seperti tembok Cina.
3 “Hendaknya tawadhu pada ilmu dan yang mengajari, maka kita akan mendapatkannya”
ينبغى له ان يتواضع للعلم والمعلم فبتواضعه يناله
Bertawadhu atas ilmu yang telah Allah SWT berikan kepada kita lewat seorang guru. Seorang penuntut ilmu hrus memilki sikap tawadhu. Yang mana ketika ilmunya semakin bertambah, maka semakin pula ia menunduk dan bersyukur atas ilmu yang diberikan. Umpamakan padi yang semakin tua, semakin pula padi itu merunduk. Salah satu sikap yang membuat ilmu seketika dicabut adalah dimana kita berani memprotes dan memutus pembicaraan tanpa seizinnya. Termasuk sombong yang dapat memisahkan kita dengan ilmu.
BACA JUGA: Adab Sebelum Ilmu, atau Menggunakan Adab sebagai Dalih untuk Meninggalkan dan Meremehkan Ilmu?
“العلم حرب للمتعالى”
“Ilmu adalah musuhnya kebohongan”
Dari Sufyan rahimahullah, ia berkata:
كنت واوتيت فهم القران فلما قبلت الصرة سلبته
“Dulu aku dikaruniai kepahaman tentang Al-qur’an. Namun, setelah menerima hadiah penguasa, kepahaman itu dicabut dariku.”
Kita melihat itu seperti hal sepele, dan tak perlu dipermasalahkan. Kamu harus tahu sebenarnya hal sepele yang nantinya tanpa kita ketahui akan berdampak besar kepada kita, sebagai penerima ilmu.
4 “Tidak boleh mengambil ilmu selain dari sempurna dan sudah jelas kemampuannya, terbukti aqidahnya, tidak berpaling pada cinta dunia, dan dikenal kebaikannya”
قالوا ولا ياخذ العلم الاممن كملت اهليته وظهرت ديانته وتحققت معرفته واشتهرت صيانته و سيادته
Menuntut ilmu bukanlah sekedar mencari, tetapi memang membutuhkan tenaga dati pikiran maupun fisik. Setelah kita telusuri, bahwa sebenarnya menuntut ilmu tidak sembarangan. Dalam merantau di dunia ilmu yang luas ini, kita membutuhkan pendamping, pembimbing, yang mana ia dapat menunjukkan kita tentang apa yang kita tidak ketahui. Singkatnya, ilmu tidak boleh diambil dari sembarangan orang. Kecuali kepada orang yang sudah jelas kemampuannya, terbukti aqidahnya, tidak berpaling pada cinta dunia. Tetapi, dia yang dikenal dengan kemampuan dan tak lupa dengan kebaikannya. Dapat dikatakan, tidak cukup belajar kepada para pemberi ilmu yang merka punya banyak ilmu, tetapitanpa tahu pemahamannya secara keseluruhan.
5 “Jangan mengambil ilmu dari orang yang hanya (autodidak), hanya dengan buku, tanpa syekh yang cerdas”
قالوا ولاتاخذ العلم ممن كان اخذه له من بطون الكتب من غير قراءة على شيوخ او شيخ حاذق فمن لم ياخذه
الا من الكتب يقع في التصحيف ويكثر منه الغلط والتحريف
Janganlah kita mengambil dan mendapatkan ilmu dari orang yang hanya autodidak. Yang mereka tidak mendapatkan ilmunya dari guru. Mereka mendapatkannya hanya dengan buku tanpa talaqqi dengan syekh atau guru besar lainnya. Karena mungkin kita akan mendapatkan kesalahpahaman yang besar nan fatal.
6 “Guru harus dipandang dengan hormat”
ينبغى ان ينظر معلمه بعين الاحترام
Memandang guru dengan penuh hormat, tulus dan percaya akan ilmunya. Maka jika sudah seperti itu, insya allah ilmu akan mudah diserap. Para penuntut ilmu terdahulu, sebelum mereka memulai belajar, mereka memanjatkan do’a untuk guru mereka.
Berikut do’anya :
اللهم استر عيب معلمي عني ولا تذهب بركة علمه مني
“Ya Allah, tutupi aib guruku dariku, dan jangan Engkau cabut keberkahan ilmunya dariku.”
BACA JUGA: Adab, Iman dan Ilmu
Teringat, dimana Imam Hamdan berkata, “Saya sempat berada di majlis Imam Syarik, tiba-tiba datanglah anak khalifah Al-Mahdi, anak itu bersandar ke tembok dan dia bertanya pada Imam Syarik sambil menyandarkan punggungnya.
Imam Syarik tidak memandanginya sama sekali, dan hal itu terulang.
Lalu Imam Hamdan mengomentari sikap Imam Syarik tersebut.
Dengan tegas Imam Syarik menjawab, ”Tidak. Ilmu itu lebih dihormati, daripada aku harus memuliakan anak tersebut.”
Dari kisah diatas, kita dapat mengambil hikmah, bahwa ilmu itu lebih diutamakan dari apapun itu. Ilmu datang tidak memandang siapa orang yang menerimanya. Ia kaya maupun ia miskin.
Setelah kita menelaah adab yang telah dijelaskan dengan singkat ini, penulis ingin membawa untuk siapa yang membaca, agar menjadikan adab sebagai perhiasan diri seorang muslim. Semoga goresan tinta ini menjadikan pahala bagi siapapun yang membaca, dan kepada saya sebagai penulis. []