AKTIF di ruang publik ataupun usia yang masih terbilang muda bukanlah alasan untuk gugup di dapur. Maksudnya, sudah menjadi fitrah jika seorang akhwat atau perempuan itu harus bisa memasak.
Mungkin memang benar, yang banyak menjadi koki terkenal datang dari kalangan kaum Adam. Tapi bagaimanapun juga, sebagai seorang perempuan kita harus tahu dan bisa menggoreng telur atau sekadar memasak mie rebus.
Dari tradisi memasak ini, para fukaha juga ikut menyimpulkan perkara fitrah perempuan yang satu ini. Mungkin bagi kaum Adam yang menginginkan masakan khas istrinya untuk yang telah menikah, cukup membuat jengkel dengan keputusan ini.
Keputusan itu menetapkan bahwa menurut syariat, bukanlah tanggung jawab seorang perempuan untuk memasak makanan bagi rumah tangganya.
BACA JUGA:Â Begini Cara Nabi Tolak Masakan Istrinya
Untuk tujuan ini para fukaha telah membagi wanita dalam dua kelas. Perempuan dari satu kelas adalah mereka yang melakukan pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak makanan di rumah orang tua mereka. Dan satu kelas yang lain terdiri dari wanita yang tidak memasak makanan di rumah orang tua mereka, karena keluarga tersebut memiliki koki yang dipekerjakan untuk pekerjaan ini.
Jika setelah menikah seorang wanita dari kelas yang terakhir pergi ke rumah suaminya, ia sama sekali tidak bertanggung jawab untuk memasak makanan, baik secara agama, hukum, ataupun moral.
Di sisi lain, istri yang meminta suaminya untuk menyewa seorang juru masak, wajib atasnya memberi makan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup juru masak tersebut.
Istri tidak dapat dipaksa untuk memasak makanan, tidak dengan kekerasan, atau dengan hukum, karena Nabi Saw. berkata dengan jelas:
“Ini berarti: Seorang suami memiliki hak untuk menjaga istrinya saat di rumah, dan tidak halal bagi sang istri bepergian tanpa izin suami.”
BACA JUGA:Â Anda Istri yang Bekerja? Ini Kaidahnya
Jika dia termasuk kategori orang yang pertama, perempuan yang terbiasa untuk memasak makanan di rumah orang tuanya. Ia juga tidak bertanggung jawab secara hukum untuk memasak makanan.
Namun, tanggung jawab jatuh pada dirinya hanya secara moral. Karena perempuan ini tidak mau memasak lagi setelah menikah, padahal suami hanya bertanggung jawab untuk menyediakan bahan makanan. Dan suaminya berhak menolak permintaan istri untuk mempekerjakan juru masak.
Untuk para perempuan yang tidak suka memasak, jangan berbahagia dulu. Karena sebaik-baiknya seorang perempuan dapat menjalani hidup sesuai dengan fitrah yang Allah telah anugerahkan.
Sama seperti hal lainnya, memasak itu merupakan sebuah keahlian. Artinya, jika ingin bisa melakukannya harus sering diasah dan dipelajari. Nah, bagi para perempuan yang belum tune-in di dapur, coba ikuti langkah-langkah ini supaya tidak gugup serta gagap lagi untuk memasak.
1. Niatkan belajar memasak hanya karena untuk ibadah pada Allah.
2. Pelajari tingkatan memasak dari yang mudah hingga kompleks. Contoh: untuk masakan dapat dimulai dari gorengan-tumisan-sup-santan-pepes. Sedangkan untuk membuat kue dapat dimulai dari agar/puding-kue kering-bolu-lapis-hingga kue cita rasa dan tehnik hias tart.
3. Biasakan mencoba resep dari mereka yang sudah pernah memasaknya langsung, karena terkadang setiap masakan punya trik tersendiri (pengalaman mereka adalah nilai mahal untuk kita yang baru belajar). Bila mencoba resep baru dari buku atau majalah, baiknya berkonsultasi dulu dengan mereka yang sudah lebih lihai didapur (seperti mbok, ibu, atau teman).
BACA JUGA:Â Ini 5 Bahan Halal Pengganti Bumbu Beralkohol pada Resep Masakan
4. Jangan pernah putus asa ketika ada kegagalan saat proses, karena kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
5. Biasakan juga saat proses memasak, tidak menumpuk cucian bekas alat masak. Karena akan mengakibatkan kita hanya memasak 1 macam menu, tapi dapur terlihat seperti habis memasak 100 menu.
6. Biasakan bersih dan hati-hati ketika proses memasak. Masakan selesai, dapur tetap bersih.
7. Koleksi yang rapi menu atau resep favorit di buku khusus. []
REDAKTUR: HANIFAH QOMARIAH