TIDAK ada dalil kuat yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sengaja mengkonsumsi kurma dalam jumlah ganjil, atau menganjurkan hal tersebut kecuali dalam dua waktu:
Pertama: sebelum keluar untuk melaksankan shalat idul fitri
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (953) dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ، وَيَأْكُلُهُنَّ وِتْرًا
“Pada hari raya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berangkat untuk melaksanakan shalat hingga beliau makan beberapa butir kurma, Beliau makan beberapa kurma dengan bilangan ganjil.”
BACA JUGA: Kurma dan Hais, Makanan yang Disukai Rasulullah ﷺ
Kedua: waktu pagi hari, makan tujuh kurma
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً، لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ رواه البخاري (5445) ، ومسلم (2047)
“Barangsiapa setiap pagi mengkonsumsi tujuh butir kurma ‘Ajwah, maka pada hari itu ia akan terhindar dari racun dan sihir.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5445), dan Muslim (2047).
Adapun saat berbuka puasa, bukti yang kuat adalah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam biasa berbuka puasa dengan kurma ruthab atau kurma tamr, akan tetapi tidak ada petunjuk kuat yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sengaja berbuka dengan kurma dengan jumlah tertentu, ataupun dengan jumlah ganjil.
Hadist mengenai hal tersebut adalah hadist dhaif.
Diriwayatkan dari Anas rahiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يُفْطِرَ عَلَى ثَلَاثِ تَمَرَاتٍ أَوْ شَيْءٍ لَمْ تُصِبْهُ النَّارُ مسند” أبي يعلى (3305
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyukai berbuka puasa dengan tiga butir kurma atau apa saja yang tidak terpanggang api.” Musnad Abi Yu’la (3305).
Ini adalah termasuk Hadist dhaif yang tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, lihat silsilah Hadist-hadist dhaif li Al-Albani (966).
Dan sebagian ulama memilih untuk membatasi dengan dalil-dalil yang kuat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak memperluas dengan dalil Hadis tentang (makan kurma) dengan jumlah ganjil.
Syeikh Ibnu ‘Utsaimin berkata:
Bukanlah sesuatu yang wajib ataupun sunnah supaya orang yang berpuasa berbuka dengan jumlah ganjil: tiga, lima, tujuh, atau Sembilan, kecuali pada hari ‘ied, ‘iedul fitri, sebagaimana disebutkan dalam Hadist (“Pada hari raya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berangkat untuk melaksanakan shalat hingga beliau makan beberapa butir kurma, Beliau makan beberapa kurma dengan bilangan ganjil.”) dan selain waktu tersebut, maka sesungguhnya Nabi shallallhhu ‘alaihi wasallam tidak pernah dengan sengaja memakan kurma dengan jumlah ganjil, akhir kutipan dari “fatawa Nur Ali Ad-Darb” (2/11) dengan penomoran As-Syamilah.
Dan sebagian ulama yang memperluas dalil dalam hal ini, mereka merujuk pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ رواه البخاري (6410)، ومسلم (2677) من حديث أبي هريرة رضي الله عنه
(sesungguhnya Allah itu witir (ganjil/tunggal), dan menyukai bilangan yang ganjil.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6410), dan Muslim (2677) dari Hadis Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Abd al-Razzaq (5/498) meriwayatkan hadits ini dan kemudian berkata: Ayyub berkata: “Ibnu sirin menyukai segala sesuatu yang jumlahnya ganjil, sampai-sampai iapun memakan dengan bilangan ganjil.” Ini adalah isnad sahih.
Didalam “’I’anat at-Thalibin (2/278)” dinyatakan: dan perkataanya “dan lebih sempurna” artinya lebih sempurna jika berbuka dengan kurma, dan perkataannya “dengan tiga” artinya dengan tiga kurma, dan yang bisa diumpamakan dengan kurma adalah makanan apa saja yang digunakan untuk berbuka, maka di sunnahkan yang jumlahnya tiga” akhir kutipan.
Pertanyaan diajukan kepada Syeikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah:
Apakah bilangan ganjil berlaku untuk semua yang mubah, seperti minum kopi dan sebagainya, atau hanya berlaku untuk Sesuatu yang ada dalilnya saja ?”
Beliau menjawab yang ringkasanya adalah “ semua ucapan dan perbuatan yang dibuat adalah dengan bilangan ganjil, ini adalah bagian dari Sunnah” akhir kutipan.
Syeikh Abdul Karim Al-Khudhair hafidazahullah ditanya: “apakah beribadah kepada Allah harus dengan bilangan ganjil dalam makan, minum dan lainya ?”
Beliau menjawab: “ya, beribadah dengan itu (bilangan ganjil), maka jika ia memakan kurma, hendaknya memakan tiga kurma, tujuh, ganjil, karena Allah menyukai bilangan ganjil” akhir kutipan.
BACA JUGA: 7 Manfaat Buah Kurma
Dan dapat dilihat, bagi yang berpandangan bahwa jumlah ganjil dari kurma untuk berbuka adalah dianjurkan berdasarkan contoh amalan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu yang beliau lakukan pada hari raya, dan amalan yang dianjurkan Nabi setiap pagi dengan makan kurma dalam jumlah ganjil, hal ini menunjukkan pilihan jumlah ganjil untuk asupan pertama yang masuk kedalam tubuh ketika berbuka dengan kurma tamr atau ruthab, hal ini diberlakukan untuk hal-hal lain yang semisal.
Perkara ini adalah terbuka, maka bagi yang memilih pandangan bilangan ganjil, dengan dasar keumuman dalil, dan atas dasar apa yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada beberapa contoh kasus diatas atau dengan melihat pada Hadist khusus tentang perkara tersebut, meskipun tingkatan Hadisnya adalah lemah (dhaif), maka tidak masalah.
Dan bagi yang berpandangan bahwa berbuka puasa bisa dengan kurma tamr, kurma ruthab, atau lainya sesuai keinginan, baik dengan memperhatikan jumlahnya yang ganjil ataupun tidak, karena tidak ada dalil khusus yang menguatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, hal ini juga tidak menjadi masalah, dan alasannya juga jelas.
Wallahu a’lam. []
SUMBER: ISLAMQA