Oleh: Andi Ryansyah, Mahasiswa FMIPA UNJ
DULU saya berpikir kalau pemain sepak bola pakai celana pendek (di atas lutut) itu tidak berdosa karena namanya juga main bola, jadi Allah bakal maklum dan memaafkan. Namun saat itu saya merasa ada yang salah, saya ragu dan bingung karena sebenarnya saya tahu aurat laki-laki itu batasnya dari pusar sampai lutut. Akhirnya saya bertanya kepada guru ngaji saya. Apakah boleh laki-laki memakai celana di atas lutut saat olahraga? Guru ngaji saya jawab boleh dan dosanya kecil.
Sekarang saya senyum-senyum sendiri bahkan sampai pernah saya tertawa “ngakak” kalau mengingat masa itu. Karena ternyata dulu saya polos dan bodoh sekali. Betapa mudahnya saya percaya dengan guru ngaji itu. Parahnya dosa kecil dulu saya anggap tidak apa-apa. Padahal dosa kecil kan juga dosa yang tetap tidak boleh dilakukan dan kalau dilakukan terus menerus saya bisa masuk neraka. Semoga guru ngaji saya khilaf bilang seperti itu dan mengampuni dosanya dan dosa saya yang dulu sering berolahraga pakai celana pendek. Belakangan saya tahu ternyata guru ngaji itu mengikuti aliran yang menyimpang dari Islam. Alhamdulillah saya tidak mengaji lagi dengannya. Semoga Allah juga berikan hidayah kepadanya.
Namun sayangnya saya lihat di televisi, pesepakbola-pesepakbola muslim di Indonesia ketika bertanding masih memakai celana pendek. Saya jadi bertanya-tanya. Apakah karena mereka anggap boleh dan dosanya kecil? Apakah mereka menganggap itu hal yang darurat? Apakah diharuskan memakai celana pendek? Apakah karena ikut-ikutan pesepakbola nonmuslim yang hebat-hebat di Eropa sana? Mengapa Majelis Ulama Indonesia tidak mengeluarkan fatwa wajib menutup aurat bagi pesepakbola muslim?
Saya pernah dengar kasus dari seorang ustadz yang Santrinya diharuskan memakai celana pendek oleh panitia turnamen sepakbola. Kalau ada pelajar dan polwan yang dilarang berjilbab, tapi kali ini ada santri yang harus memakai celana pendek saat mengikuti turnamen sepakbola.
Ustadz ini bercerita, saat itu santri saya masuk final turnamen sepakbola. Lewat sambungan telepon, santri saya mengadu kepada saya bahwa mereka harus memakai celana pendek. Mereka merayu saya agar mengizinkan mereka bermain sepak bola dengan memakai celana pendek. Saya tanya kepada mereka, apa yang mau kalian kejar dari turnamen itu? Mereka jawab piala dan juara. Kemudian saya tanya lagi, Apa kalian mau mengejar piala dan juara tapi mendapat murka Allah? Mereka malah mengemis kepada saya dengan bilang sekali ini saja pak. Walaupun mereka bilang sekali, saya tetap mengatakan tidak kepada mereka. Kemudian saya menyuruh mereka untuk memanggil pelatihnya.
Saya tanya kepada pelatihnya, Apa benar mereka harus memakai celana pendek? Pelatihnya jawab iya. Mendengar itu saya perintahkan pelatihnya untuk bilang ke panitia bahwa santri saya tidak diizinkan bermain kalau harus memakai celana pendek. Setelah pelatihnya bilang seperti itu ke panitia, panitia akhirnya mengizinkan santri saya tidak memakai celana pendek dan membolehkan mereka memakai celana yang menutup lutut. Dan pertandingan itu dimenangkan santri saya, kemudian saya katakan kepada mereka, kalian sudah menang mendapat ridha Allah pula.
Mendengar kasus ini, saya bermimpi pesepakbola-pesepakbola muslim di Indonesia tidak lagi memakai celana pendek,tapi memakai celana yang menutupi auratnya dan tentunya bisa memenangkan setiap pertandingan serta Allah meridhainya. []