KETERBATASAN fisik tak menjadi halangan bagi pria ini untuk terus berkiprah di dunia pendidikan. Ia tak merasa berkecil hati meski fisiknya tidak normal.
Pria asal Sumenep, Madura ini, mampu mendedikasikan diri, mengabdi sebagai seorang guru sejak tahun 1995 di Madrasah Ibtidayah Shibyan, di kawasan Batang-Batang Laok, Sumenep, Madura.
Pria ini bernama Hasanudin, 39 tahun. Meski hidupnya totalitas diberikan untuk menjadi seorang guru, akan tetapi upah yang ia terima untuk menafkahi anak istrinya tidaklah seberapa. Bahkan, hampir selama lima tahun, ia pernah tak dibayar sepeser pun.
Kenyataan yang dihadapinya, diterima Hasanuddin dengan penuh lapang dada. Ia hanya berharap penuh kepada Allah, dan ia meyakini bahwa Allah akan memberikan rezeki.
“Tujuan saya tetap mengajar pertama ingin menyebarluaskan ilmu yang bermanfaat kepada anak-anak, menjadikan anak-anak di kawasan tempat tinggal saya ini menjadi orang sukses, dan pastinya saya berharap bisa menjadi ladang pahala kelak,” ujar Pak Udin,
Bukan hal mudah bagi ayah tiga anak ini, saat memantapkan hati terjun dalam dunia pendidikan. Atas keterbatasan fisik pada bagian tangan dan kakinya , sesekali ia pernah mendapat perlakukan yang kurang menyenangkan dari orang terdekatnya, tapi itu tak membuatnya gentar.
“Saya pernah dicaci maki orang sekitar. Tapi saya sudah pasrahkan saja sama Allah. Saya tetap lanjutkan mengajar, mendidik siswa-siswi saya di sekolah,” ucapnya penuh semangat.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah, biasa dilakukan Pak Udin mulai pagi hingga menjelang siang. Selepas mengajar, untuk membantu perekonomian keluarga, bersama sang istri, Marwiyah, 38 tahun, ia membungkus keripik di rumah salah satu tetangganya.
Seperti tak pernah mengenal lelah, di sore hari ia membuat kerajinan anyaman gelang tangan. Rata-rata setiap harinya ia memproduksi sebanyak 50 gelang, dengan upah yang tentunya tak seberapa, kisaran Rp 2.500 hingga Rp 5.000.
Di sela-sela pekerjaan serabutan yang dilakoninya begitu padat, ia pun tak segan menyempatkan diri, memberikan kegiatan les kepada anak-anak di sekitar tempat tinggalnya, tanpa memungut biaya.
Materi pembelajaran dalam kegiatan les yang diberikan di antaranya, belajar membaca, praktik membaca Al-Quran dan pelajaran berhitung. “Paling anak-anak biasanya ada 10 sampe 15 orang yang ikut. Ya, senang aja masih bisa berbagi ilmu untuk anak-anak,” ujar Hasanuddin semringah.
Semangat dan spirit atas dedikasi yang ditunjukkan Pak Udin dalam dunia pendidikan, membuat Marwiyah, sang istri, turut bangga, dan terus mendukung usaha dan niat baik yang dilakukan sang suami. Dukungan yang diberikan sang istri, tentu melalui doa-doa yang terus dipanjatkan setiap waktu.
“Alhamdulillah, selama 15 tahun saya menikah dengannya, Pak Udin orangnya sangat sabar, pengertian, dan kerja keras. Apalagi dengan kebaikan yang dilakukan selama ini. Insya Allah, saya akan menemani hingga akhir hayat,” ucap Marwiyah penuh semangat.
Ketika seseorang telah menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup yang sebenarnya, maka ujian seberat apapun tak akan membuatnya menyerah begitu saja. []
Sumber: Republika