WANITA hamil mubah hukumnya menyusui anaknya sebagaimana mubah pula dijimaki (disetubuhi) suaminya baik dalam kondisi menyusui saja atau hamil sekaligus menyusui.
Menyusui sambil hamil, atau disetubuhi selama masa menyusui dalam bahasa Arab diistilahkan dengan sebutan Ghilah/ الْغِيْلَةُ. Ibnu Al-Atsir berkata dalam kitabnya An-Nihayah Fi Ghoribi Al-Hadits Wa Al-Atsar;
النهاية في غريب الأثر (3/ 757، بترقيم الشاملة آليا)
الغِيلة بالكسر : الاسم من الغَيْل بالفتح وهو أن يجامع الرجُل زوْجَته وهي مُرْضِع وكذلك إذا حَملت وهي مُرْضِع
“Al-Ghilah (dengan mengkasrohkan Ghoin) Adalah Isim dari Al-Ghoil (dengan memfathahkan Ghoin). Maknanya; seorang suami mensetubuhi istrinya sementara dia di masa menyusui, demikian pula (Ghilah bisa bermakna); dia hamil sementara dia juga menyusui” (An-Nihayah Fi Ghoribi Al-Hadits Wa Al-Atsar, vol 3, hlm 757)
Al-Jauhary juga berkata dalam kamusnya As-Shihah Fi Al-Lughoh;
الصحاح في اللغة (2/ 31، بترقيم الشاملة آليا)
ويقال أيضاً: أضَرَّتِ الغيلَةُ بولدِ فلانٍ، إذا أُتِيَتْ أمَُّه وهي ترضعه. وكذلك إذا حملت أمه وهي ترضعه.
“dalam ungkapan; Ghilah membahayakan anak Fulan, (hal itu bermakna); jika ibunya disetubuhi sementara ibu tersebut menyusui anaknya. Demikian pula (makna Ghilah adalah) jika ibu tersebut hamil sementara dia menyusui anaknya” (As-Shihah Fi Al-Lughoh, vol 2, hlm 31)
BACA JUGA: Berhubungan Suami Istri di Malam Hari Ramadhan?
Melakukan Ghilah dihukumi Mubah berdasarakan Hadis berikut ini;
صحيح مسلم (7/ 324)
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ جُدَامَةَ بِنْتِ وَهْبٍ أُخْتِ عُكَّاشَةَ قَالَتْ حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ وَهُوَ يَقُولُ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنْ الْغِيلَةِ فَنَظَرْتُ فِي الرُّومِ وَفَارِسَ فَإِذَا هُمْ يُغِيلُونَ أَوْلَادَهُمْ فَلَا يَضُرُّ أَوْلَادَهُمْ ذَلِكَ شَيْئًا
dari Aisyah dari Judzamah binti Wahb saudarinya Ukasyah, dia berkata; Saya hadir waktu Rasulullah bersama orang-orang, sedangkan beliau bersabda: “Sungguh saya ingin untuk melarang ghilah, setelah saya perhatikan orang-orang Romawi dan Persia, mereka melakukan Ghilah, ternyata hal itu tidak membahayakan anak-anak mereka sedikit pun.” (H.R.Muslim)
Pada awalnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ingin melarang Ghilah, yakni melarang wanita yang hamil untuk menyusui dan melarang para suami mensetubuhi istrinya yang sedang menyusui agar tidak terjadi kehamilan. Hal itu dikarenakan ada kekhawatiran, menyusui anak sementara wanita dalam kondisi hamil bisa berakibat tidak baik bagi janin yang ada di dalam perut maupun bayi yang disusui sebagaimana dikhawatirkan pula para suami yang mensetubuhi istrinya yang sedang menyusui bisa membuat terjadi kehamilan sehingga berakibat rusaknya air susu yang membahayakan bayi yang disusui sekaligus mungkin juga berbahaya bagi janin yang dikandung.
Namun, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihat bahwa orang-orang Romawi dan Persia melakukan Ghilah. Artinya orang-orang Romawi dan Persia para wanitanya menyusui pada saat hamil, dan para lelaki mensetubuhi istrinya padahal mereka dalam kondisi menyusui. Ternyata hal tersebut tidak berbahaya bagi janin yang dikandung sebagaimana juga tidak berbahaya bagi anak yang disusui, sehingga akhirnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak jadi melarang Ghilah.
Karena itu, Hadis ini cukup jelas bahwa Ghilah hukumnya Mubah, karena Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak melarangnya dan tidak jadi melarangnya, karena apa yang beliau khawatirkan yakni bahaya bagi anak hal tersebut tidak terjadi. Seandainya memang Ghilah terlarang, niscaya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ akan menjelaskannya, dan seandainya sekedar makruh sekalipun maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ akan menunjukkan ketidaksukaannya. Diamnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap Ghilah tanpa ada kritikan, celaan, atau anjuran meninggalkan sama sekali menunjukkan Ghilah hukumnya Mubah tanpa ada kemakruhan sama sekali.
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengoreksi seorang lelaki yang melakukan ‘Azl (coitus interuptus) kepada istrinya yang sedang hamil/menyusui dengan alasan menjaga anak-anaknya dari bahaya. Imam Muslim meriwayatkan;
صحيح مسلم (7/ 325)
عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
أَخْبَرَ وَالِدَهُ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أَعْزِلُ عَنْ امْرَأَتِي فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ تَفْعَلُ ذَلِكَ فَقَالَ الرَّجُلُ أُشْفِقُ عَلَى وَلَدِهَا أَوْ عَلَى أَوْلَادِهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَ ذَلِكَ ضَارًّا ضَرَّ فَارِسَ وَالرُّومَ
dari Amir bin Sa’ad bahwasannya Usamah bin Zaid mengabarkan kepada ayahnya Sa’d bin Abu Waqash bahwa seorang laki-laki datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata; Sesungguhnya saya telah melakukan ‘Azl terhadap istriku (yang sedang menyusui). Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Kenapa kamu lakukan hal itu?” laki-laki tersebut menjawab; Saya kasihan terhadap anaknya atau anak-anaknya (khawatir jika anaknya menjadi cacat). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya hal itu membahayakan, niscaya telah membahayakan orang-orang Persia dan Romawi.” (H.R.Muslim)
Makna Hadis di atas; Ada seorang lelaki yang istrinya berada dalam masa menyusui bayinya. Lalu lelaki tersebut mensetubuhi istrinya, namun dia melakukan ‘Azl (coitus interuptus) karena khawatir istrinya hamil jika spermanya dia tumpahkan di dalam rahimnya. Dia memiliki keyakinan, jika istri hamil dalam keadaan menyusui, maka kehamilan tersebut akan merusak kualitas air susu sehingga hal tersebut akan membahayakan bayi yang sedang disusui. Namun Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengkritik pemahaman ini. Beliau menjelaskan, bahwa membuat hamil istri di masa menyusui dengan mensetubuhinya itu tidak akan membahayakan bayi yang disusui. Beliau mengatakan bahwa orang-orang Persia dan Romawi melakukannya, namun hal tersebut terbukti tidak membahayakan anak.
Adapun Hadis yang dikutip dari buku karangan Muhammad Nur bin Abdul Hafidh Suwaid rahimahullah yang berjudul Manhaj At-Tarbawiyyah An-Nabawiyyah Li At-Thifl (hlm 83) yang menunjukkan Makruhnya menyusui saat hamil, maka riwayat yang dimaksud adalah riwayat berikut ini;
سنن أبى داود – م (4/ 143)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَرْمَلَةَ أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ كَانَ يَقُولُ كَانَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَكْرَهُ عَشْرَ خِلاَلٍ الصُّفْرَةَ – يَعْنِى الْخَلُوقَ – وَتَغْيِيرَ الشَّيْبِ وَجَرَّ الإِزَارِ وَالتَّخَتُّمَ بِالذَّهَبِ وَالتَّبَرُّجَ بِالزِّينَةِ لِغَيْرِ مَحِلِّهَا وَالضَّرْبَ بِالْكِعَابِ وَالرُّقَى إِلاَّ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَعَقْدَ التَّمَائِمِ وَعَزْلَ الْمَاءِ لِغَيْرِ أَوْ غَيْرِ مَحِلِّهِ أَوْ عَنْ مَحِلِّهِ وَفَسَادَ الصَّبِىِّ غَيْرَ مُحَرِّمِهِ
dari ‘Abdurrahman bin Harmalah bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membenci sepuluh hal; warna kuning -Za’faran-, mengecat uban (dengan warna hitam), memanjangkan sarung, memakai cincin emas, memakai perhiasan bukan pada tempatnya, dadu, jampi-jampi selain dengan Al Mu’awwidzat, menggantungkan jimat dan meng ‘Azl air mani bukan pada tempatnya serta menyetubuhi wanita yang menyusui balita lalu hamil hingga membuat balita kering dari susu ibunya (karena hamil), dan beliau tidak mengharamkannya (hanya membencinya).” (H.R.Abu Dawud)
Hanya saja, riwayat ini tidak bisa dijadikan hujjah karena termasuk Hadis Dhoif. Di dalam Sanadnya ada perawi yang bernama Abdurrahman bin Harmalah yang dinilai Bukhari “La Yashihhu Haditsuhu” (Hadis nya tidak Shahih). Ibnu Al-Madiny mengatakan “La Na’rifuhu Min Ash-habi Ibni Mas’ud” (kami tidak mengenalnya termasuk diantara murid-murid Ibnu Mas’ud). Maknanya; Ibnu Mas’ud tidak pernah dikenal punya murid bernama Abdurrahman bin Harmalah, sehingga mustahil Abdurrahman bin Harmalah meriwayatkan Hadis dari Ibnu Mas’ud. Lagipula, pada sepuluh hal yang dibenci dalam riwayat di atas ada poin yang jelas diharamkan dalam banyak Nash Shahih (bukan sekedar makruh) seperti memakai cincin dari emas dan memakai jimat. Karena itu, secara Matan (konten/isi Hadis ) riwayat ini juga bertentangan dengan riwayat yang lebih Shahih sehingga jenis kedhoifan Hadis ini adalah Dhoif Munkar.
Demikian pula riwayat yang mencela ‘Azl dalam kondisi istri menyusui dalam riwayat-riwayat berikut;
مسند أحمد بن حنبل (6/ 457)
عن المهاجر مولى أسماء بنت يزيد الأنصارية قال سمعت أسماء بنت يزيد تقول سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول : لا تقتلوا أولادكم سرا فوالذي نفسي بيده انه ليدرك الفارس فيدعثره قالت قلت ما يعنى قال الغيلة يأتي الرجل امرأته وهي ترضع
dari Al Muhajir bekas budak Asma’ binti Yazid Al Anshariyah, berkata; aku mendengar Asma’ binti Yazid berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian dengan pembunuhan terselubung, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh itu telah dilakukan oleh orang-orang Persi sehingga anak mereka menjadi lemah.” Asma berkata, ‘Aku berkata, ‘Apa maksudnya? ‘ Beliau bersabda: “Al Ghilah, yaitu seorang laki-laki mensetubuhi isterinya saat masih menyusui.” (H.R.Ahmad)
سنن أبى داود (10/ 383)
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ سِرًّا فَإِنَّ الْغَيْلَ يُدْرِكُ الْفَارِسَ فَيُدَعْثِرُهُ عَنْ فَرَسِهِ
dari Asma` binti Yazid bin As Sakan ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian secara rahasia, sesungguhnya pengaruh menggauli isteri pada waktu menyusui akan menimpa penunggang kuda sehingga menyebabkannya lemah dan terjatuh dari kudanya.” (H.R.Abu Dawud)
Riwayat-riwayat ini dihukumi dhoif karena perawi yang bernama Muhajir bin Abi Muslim karena level kedhobitannya yang rendah mengingat Hadis -Hadis yang memubahkan ‘Azl lebih banyak dan lebih kuat sanadnya.
Secara medis, menyusui sambil hamil juga tidak menimbulkan masalah sebagaimana bersetubuh saat hamil juga tidak bermasalah.
Adapun opini bahwa jika wanita sedang hamil maka air susu (ASI)nya menjadi tidak baik, maka opini ini adalah opini yang tidak benar. Hal itu dikarenakan, pada saat wanita hamil, yang terjadi bukalah perusakan air susu, namun hanya penurunan produktivitas susu dan produksi kolostrum pada bulan-bulan tertentu yang membuat ASI menjadi sedikit berubah rasanya. Kolostrum tidak berbahaya bagi bayi yang menyusu, bahkan bermanfaat untuk antibodinya. Hanya saja, rasa yang berubah dan kuantitas ASI yang menurun seringjkali membuat bayi menjadi malas menyusu sehingga kadang-kadang tersapih dengan sendirinya. Mungkin pula hal ini yang disangka sebagian masyarakat bahwa ASI sudah rusak sehingga berbahaya.
Adapun opini bahwa jika wanita hamil memutuskan menyusui akan membahayakan janin sampai taraf menggugurkannya, maka opini ini juga tidak benar. Hal itu dikarenakan, yang terjadi adalah; Pada saat ibu sedang menyusui, maka aktivitas menyusui itu akan memicu keluarnya hormon oksitosin, yakni hormon yang merangsang aliran ASI dan kontraksi ringan pada rahim yang mempercepat kelahiran. Namun kontrakasi pada rahim saat menyusui ini terlalu ringan untuk bisa menggugurkan janin dan malah bisa dinetralisasi secara alami oleh rahim. Kontraksi rahim akibat menyusui ini hanya akan beresiko pada kasus-kasus khusus seperti ibu memiliki riwayat melahirkan secara prematur, punya nyeri rahim, punya pendarahan rahim, punya rahim lemah, dan semisalnya.
BACA JUGA: Rejeki-rejeki yang Ada ketika Suami Istri Berhubungan
Jika kondisi-kondisi khusus ini tidak ada pada ibu, maka resiko keguguran sesungguhnya tidak ada. Jadi faktor penentu dalam kasus ini sebenarnya kembali pada kesehatan ibu sendiri. Selama dia secara fisik kuat, banyak minum, menjamin suplementasi vitamin (terutama vitamin D), maka menyusui sambil hamil insyaAllah aman-aman saja. Patut diingat, wanita hamil yang menyusui, dia harus memenuhi asupan nutrisi tiga nyawa; janinnya, bayi yang disusuinya, dan dirinya sendiri. Karena itu asupan nutrisi harus mendapatkan perhatian ekstra, karena umumnya wanita yang hamil sekaligus menyusui umumnya mudah merasa lapar. Janin yang terganggu perkembangannya dalam rahim boleh jadi disebabkan karena kelalaian menjamin asupan nutrisi, bukan karena aktivitas menyusuinya.
Adapun opini bahwa pada saat hamil ASI menjadi basi atau berulat, maka ini adalah mitos yang tidak bisa dipertanggungjwabkan sehingga tidak bisa dipercaya.
Atas dasar ini, boleh wanita hamil menyusui sebagaimana boleh juga disetubuhi. Secara dalil hukumnya Mubah, secara medis juga tidak berbahaya. Wallahua’lam. []
Sumber: https://abuhauramuafa.wordpress.com/2012/09/20/hukum-menyusui-dan-bersetubuh-saat-hamil/