Oleh: Andi Damis Dadda
Penulis adalah alumni program program pascasarjana STISIP Muhammadiyah Rappang
SEORANG anak kecil, belajar berceramah di depan orang tuanya, dengan tema hati. Hati-hatilah dengan hati, ungkap anak itu bersemangat, karena ketidakhati-hatian pada hati bisa berakibat sakitnya hati. Masalahnya, di kampung kita ini, belum ada dokter yang bisa mengobati sakit hati.
Belum ada juga apotik yang menjual obat sakit hati, seperti obat sakit kepala, flu, pilek, demam, asam urat, kolestrol, maag dan sebagainya. Walaupun boleh jadi gejalanya sama. Karena gejala itu adalah respon tubuh terhadap penyakit, bahkan bisa jadi efek dari timbulnya penyakit.
BACA JUGA: Agar Doa Cepat Dijawab, Perhatikan 21 Adab Berdoa Ini
Kedua orang tua anak kecil itu, tersenyum simpul melihat gaya ceramah buah hatinya, yang lucu dan menggemeskan, yang terasa ada benarnya juga. Padahal isi ceramah itu, bukan dia yang ajarkan, melainkan didapatkan melalui internet. Karena memang layanan internet saat ini, membuat orang tua harus berhati-hati, karena posisinya bisa tergantikan dalam rangka membentuk karakter anak-anaknya.
Hati ibarat air, lanjut anak kecil itu. Kalau air itu keruh, maka ia akan menutup dan menghalangi segala bentuk keindahan yang bisa dipancarkan oleh air. Dan kalau air itu kotor, maka tidak hanya jadi sarang berkembang biaknya kuman dan bakteri, bahkan menjijikkan untuk disentuh, apalagi buat diminum. Sehingga air yang kotor itu perlu dibersihkan, dijernihkan, dan disterilkan, bila mau dikonsumsi.
Orang sering kali mengabaikan hatinya, ungkap anak itu. Mereka lebih percaya pada pikirannya. Padahal hatilah lentera kebaikan. Penuntun pada jalan keselamatan. Mengantarkan segala perbuatan meraih nilai keridhoan. Oleh karena itu, kita harus senantiasa bermohon kepada Allah SWT, semoga memberikan hati yang bersih. Hati yang sehat, yang terbebas dari segala penyakit hati.
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah menuturkan dalam salah satu kitab beliau; Bahwa hati yang sehat, yaitu hati yang selalu terjaga dari sirik, sifat dengki, iri hati, kikir, takabbur, cinta dunia dan jabatan. Ia terbebas dari semua penyakit yang akan menjauhkannya dari Allah
Subhanahu Wata’ala. Ia selamat dari setiap syuhbat yang menghadangnya. Ia terhindar dari intaian syahwat menentang jati dirinya, dan seterusnya.
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari mengungkapkan; Bahwa sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuhnya, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh anggota tubuhnya. Ketahuilah, ia adalah hati.
Karena itulah hati mempunyai peranan yang sangat vital atau sangat penting dalam diri seseorang dan menjadi sentral bagi anggota tubuh lainnya. Karena keberadaannyalah yang dapat menentukan baik-buruk dan hitam-putihnya seluruh amalan dan aspek kehidupan seorang muslim.
BACA JUGA: Ketegaran Hati Aisyah saat Diterpa Ujian
Intinya adalah hati yang baik adalah hati para orang yang bertaqwa. Dan hanya orang yang beriman berpotensi untuk mencapai derajat taqwa. Orang yang beriman berpeluang atau diberi kesempatan menjadi bertaqwa, yang mana dengan ketaqwaan itu, merekapun akan mempunyai hati yang baik, hati yang sehat, hati yang bersih dan muliah, hati yang lurus, hati yang selamat, yaitu hati yang mendapat ridha dari Allah SWT. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Malik; Bahwa Iman seseorang tidak akan lurus (benar) sebelum hatinya lurus.
Karena hati yang benar kata seorang pujangga adalah potret suasana batin yang indah dan berhias surgawi.
Selanjutnya dalam hadits riwayat Imam Muslim, Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda; Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasadmu, dan tidak pula kepada bentukmu, akan tetapi Dia melihat kepada hati kamu.
Dalam satu Hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman: “Tak dapat memuat zatKu, bumi dan langitKu. Yang dapat memuat Aku ialah hati hambaKu yang mu’min, lunak dan tenang”. Begitupula dalam Al-Qur”an Surah Asy-Syams, Ayat 9-10, Allah SWT. berfirman; “Sungguh beruntung orang yang membersihkan nafsu atau hatinya dan sungguh merugi orang yang menyesatkannya”.
Imam Ghazali menuturkan satu hadits yang meriwayatkan, bahwa pernah ditanyakan kepada Nabi SAW.; Ya Rasulullah, siapakah orang yang terbaik itu? Jawab Nabi SAW.; Semua orang-orang mu’min yang bersih hatinya. Maka ditanyakan lagi; Apa arti orang bersih hatinya itu? Nabi SAW. menjawab; Ialah orang yang taqwa, suci, tidak ada kepalsuan kepadanya, taka ada kezaliman, dendam, khianat dan dengki.
Kalau ada piring yang pecah jangan disimpan dalam laci, kalau ada kata yang salah jangan disimpan dalam hati, pantunan anak kecil itu menutup ceramahnya. Wallahu a’lam. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.