Oleh: Rahman Buya
Pegawai Negeri Sipil
Sumatera Barat
rahman.buya@gmail.com
“Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apa bila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar untuk orang lain atau menimbang buat orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah mempunyai sangkaan mereka itu, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan? Pada suatu hari yang besar. Yaitu hari manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam,” [QS. Al-Muthaffifin (83): 1 – 6].
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi dalam Kitab Tafsirnya [Tafsir Al-Maraghi] Juz 30, menuliskan bahwa dalam surat ini Allah menjelaskan keadaan salah satu jenis pekerjaan (perbuatan) yang melewati batas, yaitu berlaku curang dalam menakar dan menimbang. Bahwa bagi orang yang berani melakukan kecurangan dalam menakar dan menimbang akan memperoleh kehinaan dan siksaan kelak saat dimana tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan diri dari pengadilan Sang Khaliq Allah subhanahu wa ta’ala, dimana saat itu ‘manusia berdiri menghadap Penciptanya dalam tempo yang lama untuk menghormati keagungan-Nya’ – “yaquumun-naasu li Rabbil-‘aalamin”.
Dalam kitab tafsir ini diungkapkan Allah SWT mengkhususkan ancaman-Nya kepada mereka (pedagang) yang berlaku curang dalam menakar dan menimbang. Sebab saat itu perbuatan ‘kecurangan menakar dan menimbang’ telah tersebar luas di Makkah dan Madinah. Mereka gemar sekali mengurangi takaran dan tidak pernah memberi takaran yang sempurna kepada pembeli.
Diriwayatkan bahwa di Madinah ada sesorang yang dikenal dengan nama Abu Juhainah. Ia mempunyai dua takaran, yang satu besar dan yang lainnya kecil. Jika ia bermaksud membeli hasil pertanian atau buah-buahan, ia memakai takaran yang besar. Dan jika ia hendak menjualnya kembali, ia menggunakan takaran kecil. Selanjunya dikemukakan bahwa orang yang seperti ini dan mereka yang perilakunya serupa, jiwa mereka telah dipenuhi oleh ketamakan dan ketidakpuasan. Mereka itulah yang dimaksud oleh ancaman berat pada ayat ini.
Lafal “Wailun” dalam Kitab Tafsir Al-Jalalain disebut, merupakan kalimat yang mengandung makna ‘azab’ atau merupakan nama sebuah lembah di dalam neraka Jahanam (diperuntukkan bagi orang-orang yang curang). Jika mereka menerima dari orang lain, mereka minta supaya takaran itu dipenuhi. Kalimat “yastaufuun” bermakna ‘mereka minta dipenuhi’. “Dan apabila mereka menakar untuk orang lain atau menakarkan buat orang lainnya [“kaaluuhum”; mereka menakar] atau mereka menimbang buat orang lain [“ wazanuuhum;mereka menimbang], mereka mengurangi takaran atau timbangan”.
Almarhum Prof. DR. Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar jus XXX, menyatakan “wailun” kadang kala juga diartikan ‘neraka’. Memang orang-orang yang berlaku curang itu membuat neraka dalam dunia ini, karena mereka merusak pasaran dan membawa nama tidak baik bagi segolongan saudagar (pedagang) yang berniaga ditempat itu. Kecurangan niaga seperti ini sebut Buya Hamka adalah termasuk korupsi besar juga.
Sementara dalam suatu riwayat yang lain dijelaskan Asbabaun Nuzul ayat 1 – 3,” Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa saat Rasul tiba di Madinah, penduduk Madinah adalah komunitas yang terbiasa melakukan kecurangan dalam menakar ukuran dan timbangan barang dagangan mereka. Atas perilaku tak terpuji itu, Allah menurunkan ke tiga ayat ini. [HR. Nasa’I dan Ibnu Majah]-(Catatan: AL-Qur’an tafsir perkata hal. 588 – “Tafsir disarikan dari Kitab Al-Munir karya Imam Nawawi Al Batany]. Ahli tafsir menyatakan bahwa perihal ‘istifa’ (pemenuhan hak) adalah dalam hal menakar. Sedangkan ‘ikhsar’ (pengurangan hak) adalah dalam hal menimbang.
Dalam suatu riwayat diceritakan, bahwa pada suatu hari sahabat Rasulullah Umar berlalu dihadapan seorang pedagang, kemudian ia berwasiat kepadanya,”Bertaqwalah kepada Allah! Dan penuhilah takaran, karena sesungguhnya orang-orang yang mengurangi takaran besok dihari kiamat akan dihukum dihadapan Allah Yang Maha Pengasih, hingga keringat yang keluar dari tubuhnya hampir-hampir menenggelamkannya,” (Tafsir Al-Maraghi, 1995. Hal: 131-132).
Berkaca pada kondisi kekinian, fenomena sebagaimana dijelaskan Allah Ta’ala dalam ayat diatas, pun cukup marak terjadi dengan beragam motivasi yang melatarbelakanginya. Dalam perumpamaan kondisi lainnya, Ahmad Musthafa Al-Maraghi mengungkapkan, hukum yang sama juga diberlakukan pada hal-hal lain.
Contoh jika seseorang yang mengupah orang lain untuk mengerjakan sesuatu, kemudian ia selalu menunggui dan mengawasinya serta meminta agar mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. Tetapi manakala ia bekerja untuk orang lain, kondisinya bertolak belakang, ia tidak bekerja sebagaimana mestinya dan enggan diawasi. Orang seperti ini, juga termasuk dalam kategori orang-orang yang diancam dalam ayat ini, dan ia berhak mendapatkan siksaan yang pedih tanpa memandang remeh atau seberapa penting kah pekerjaan yang ia lakukan. Semuanya berada dalam hukum yang sama.
Jika peringatan ini ditujukan kepada mereka yang berlaku curang dalam hal takaran, yang rela menerima barang riba walaupun sedikit – maka bagaimana terhadap mereka yang memakan harta benda orang lain dari tangan-tangan mereka? Dan bagaiman pula terhadap mereka yang memeras keringat orang banyak untuk kepentingan dan kesenangan pribadi dengan mengandalkan pengaruh dan kekuasaannya serta berbagai cara penipuan yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan orang banyak? Tidak disangsikan lagi bahwa mereka termasuk golongan orang-orang yang ingkar kepada hari akhir dan hari pembalasan. Dan betapa besar dosa mengurangi takaran dan timbangan. Oleh karena timbangan merupakan wujud undang-undang keadilan yang dengannya terpelihara keberadaan langit dan bumi.
Renungi firman Allah SWT, “Dan sempurnakanlah takaran apa bila kalian menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” [QS. Al-Isra (17): 35]. Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman, “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu,” [QS.Ar-Rahman (55): 9]
Allah SWT telah membinasakan kaum Syu’aib dan menghancurkannya disebabkan mereka curang terhadap orang lain dalam melakukan takaran dan timbangan. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak 2 halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.