Oleh: Sastrawan Tarigan
“Saya tidak bisa menghubungkan sebab-sebab saya memeluk Islam, kecuali kepada petunjuk Allah RabbulAlamin. Tanpa petunjuk Allah, segala pelajaran, ilmu, atau pembahasan dan lain-lain usaha untuk menemukan kepercayaan yang lurus ini bahkan mungkin menyebabkan orang tersesat. Dan seketika saya percaya akan ke-Esaan Allah, dan jadilah RasulNya Muhammad saw itu akhlak dan cara hidup saya.” (Prof. Abdul Ahad Dawud- Mantan Pendeta Penulis Buku Menguak Misteri Muhammad)
Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, izinkan saya memperkenalkan terlebih dahulu agar tulisan ini dapat dipahami secara utuh.
Perkenalkan nama saya Sastrawan Tarigan, akrab dipanggil Iwan, namun terkadang ada juga yang memanggil Bang Tarigan. saya lahir dan dibesarkan dari keluarga Katolik. Ibuku Batak Toba, ayahku Karo. Saya merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. Jelas tak banyak yang istimewa dariku. Bahkan mungkin tak ada yang menarik untuk diceritakan. Namun jika anda ingin menyimak sejenak, semoga ada manfaatnya.
BACA JUGA: “Mungkin” Ini Penyebab Kita Kesulitan Dapatkan Hidayah
Aku masuk Islam di usia enam belas tahun. Aku ingat sekali saat itu tanggal 16 Juli 2012, seminggu setelah duduk dibangku SMA, selepas shalat Ashar sepulang sekolah. Aku bersama temanku mendatangi masjid untuk mengucapkan syahadat. Saat itu di masjid hanya tinggal tersisa tiga jama’ah yang sedang bercakap. Kami masuk, lalu aku mengutarakan keinginanku. Setelah itu terjadi sebentar perbincangan lalu pengucapan syahadat itu berlangsung disaksikan oleh tiga orang dan satu sebagai pembimbing.
Aku tak tahu bagaimana perasaaanku setelah pengucapan syahadat itu. Bercampur aduk. Mungkin juga aku lupa bagaimana sebenarnya perasaan yang kurasakan. Tapi yang jelas, saat itu aku merasa telah berhasil melaksanakan apa yang sudah lama aku inginkan.
Mungkin aku perlu sedikit bercerita bagaimana bisa akhirnya aku kembali pada Islam. Mengapa kukatakan kembali? Karena pada hakikatnya semua yang terlahir ke bumi ini dalam keadaaan Islam. Maka akupun pada hakikatnya hanya kembali pada Islam.
Aku mulai ingin kembali pada Islam saat kelas dua SMP. Namun saat itu belum serius. Hingga saat aku kelas tiga SMP keinginan itu semakin kuat, setelah aku banyak membaca dan berdiskusi soal Islam dan Kristen. Satu titik dimana dulu aku membaca jurnal Kristen yang diterbitkan Saksi-Saksi Yehuwa. Tentang Yesus bukan Tuhan, masalah kelahiran Yesus, tentang siapa sebenarnya Yesus. Hanya saja aku tidak bisa menerima pemikiran mereka soal tidaka adanya neraka. Maka setelah itu aku banyak berdiskusi dan membaca buku mantan pendeta yang masuk Islam. Akhirnya aku berkesimpulan bahwa aku harus memilih Islam.
Tentu saja hal ini bukan tanpa rintangan. Penolakan dari orangtuaku, dari guru agama, serta usiaku yang saat itu masih dibawah umur menjadi kendala. Maka saat itu aku harus mengalah untuk memendam dahulu keinginanku. Aku ingat sekali pada saat berdialog dengan guru agamaku saat itu tentang bagaimana Yesus bisa dituhankan sedangkan diapun meminta tolong ketika disalib? Saat itu tanpa jawaban, malah guruku mendo’akanku untuk teguh dalam Kristen. Eh, ternyata saat ini aku malah sudah Islam dan insyaAllah semoga teguh sampai ajal menjemput.
BACA JUGA: Inilah 4 Jalan Menuju Hidayah
Namun, bukan itu inti yang ingin kutuliskan disini. Ada hal yang saya rasa lebih penting disini. Apa itu? Yaitu mengapa Allah memilihku menerima hidayah ini? Dari sekian banyak orang Kristen diseluruh dunia. Banyak diantara mereka yang menjadi guru besar, tokoh terkenal, artis, milyarder, atau apapun yang hebat disbanding saya. Tapi mengapa saya yang Allah pilih?
Itulah yang ingin menjadi titik fokus saya. Sampai sekarang saya masih saja merasa Allah begitu baik, Allah begitu sayang padaku. Allah begitu luas pintu taubatnya untukku. Sungguh aku tak tahu ingin berkata apa, Allah masih saja memberikanku kesempatan dari sekian banyak dosaku.
Coba bayangkan saja. Sebelum masuk Islam, saya hanya menghabiskan waktuku untuk hal yang sia-sia. Malam-malamku habis hanya untuk menonton pertandingan bola dan menyaksikan orang yang berjudi bola. Siangku pun hanya ke sekolah, selepas itu habis waktuku di meja judi. Masa-masa itu kuhabiskan banyak waktu untuk menyaksikan orang bermain judi. Dari banyak jenis judi semuanya kuperhatikan. Lepas itu, aku pula ikut menjadi pemain judinya.
Dan dari itu semua, bagaimana bisa aku tidak merasa Allah begitu menyayangiku dengan memberikan hidayah Islam ini? Bagaimana bisa? Bayangkan saja, dari sekian banyak orang yang duduk di meja judi. Dari sekian banyak orang yang ikut menonton pertandingan bola dan bertaruh, mengapa aku yang Allah pilih? Apa istimewaku? Tak ada.
Bagaimana bisa aku tidak bersyukur dengan hidayah ini? Sedangkan kalau saja Allah tidak menurunkan hidayah itu ke hatiku. Apalah jadinya aku hari ini? Mungkin saja sampai saat ini menjadi pemabuk, penjudi, perokok, kerjanya hanya ke tempat wanita malam. Atau bisa jadi aku sudah overdosis narkoba atau malah yang lebih parah?
Maka sampai saat ini aku masih begitu malu pada diriku. Jauh dari kata ta’at. Hanya sedikit memberikan manfaat. Bahkan hanya sedikit aku memikirkan permasalahan umat. Tidak sebanding dengan pemberian Allah yang berupa nikmat. Diri malah penuh maksiat. Aduhai memanglah diri ini.
Bukankah begitu? Mungkin anda seorang muslim dari lahir. Bagaimana denganmu? Ah, maaf jika aku terlalu mengajari di akhir ini. Namun memanglah kita sedikit sekali menyukuri nikmat ini. Engkau setuju bukan? Mungkin memang saatnya kita menjadi lebih baik.
Sungguh hidayah itu dicari bukan ditunggu, apakah engkau mengharapkan hidayah dating tanpa usaha? Dan selalu saja berdalih ketika melakukan maksiat dengan mengatakan Allah belum memberimu hidayah, sedangkan engkau tak pernah berusaha mendapatkannya? Bukankah dalam Qur’an menyerumu untuk segera datang menuju ampunanNya dan surgaNya yang begitu luas? Ah, mungkin kita memang sedikit sekali bersyukur dengan segala yang telah Allah berikan. Semoga Allah bberikan kita kesempatan kembali padaNya menuju ampunanNya yang begitu luas. Saya bberdo’a semoga siapapun yang membaca tulisan ini semoga kita bersama-sama untuk kembali ke jalan Allah dan meninggalkan maksiat
Saya ingin beritahu, ibuku hingga kini belum muslim. Dan aku sangat menyayanginya. Mungkin engkau bisa membantuku dengan mendo’akan ibuku segera mendapatkan hidayah. Memanglah hidayah ini urusan Allah, kita tak dapat memberi hidayah pada orang yang kita cintai. Namun kita bisa berusaha.
Dari saudaramu, sahabatmu, kawanmu, temanmu. Seorang hamba yang sedang belajar tobat. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.