Oleh: Sherly Agustina M.Ag
Member Revowriter Cilegon
nafisasyaima84@gmail.com
Firman Allah SWT:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk,” (QS. Al-Qasas: 56).
BACA JUGA: Menjemput Hidayah
Maksud ayat ini adalah: sesungguhnya kamu (wahai Rasul) tidak bisa memberikan hidayah taufik kepada orang yang kamu inginkan memperoleh hidayah. Akan tetapi, urusan itu berada di tangan Allah, Dia memberikan hidayah kepada orang yang dikehendakiNya untuk Dia beri hidayah menuju keimanan dan memberikan taufik kepadanya menuju hidayah itu. Dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang pantas menerima hidayah dan kemudian Dia menunjukkannya kepadanya.
Mari kita renungkan ayat ini. Dalam keseharian ketika berinteraksi dengan orang lain, sahabat, keluarga, tetangga dan yang lainnya. Mungkin kita sering menemukan masalah. Allah memang memerintahkan kita untuk saling mengingatkan. Dalam surat Al-Ashr misalnya Allah berfirman:
“Demi Masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Dan yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran,” (QS. Al Ashr, 1-4).
Namun, hal yang harus diingat adalah kewajiban kita hanya menyampaikan bukan mengubah. Maka ketika kita sudah mencoba berusaha menyampaikan kebenaran, mengingatkan dalam kebaikan sudah gugur kewajiban kita. Tidak ada kewajiban setelah kita mengingatkan orang yang kita ingatkan harus berubah. Karena sesungguhnya hak preogratif Allah kepada siapa saja yang Allah kehendaki untuk berubah dan mendapat hidayah. Sekalipun orang tersebut adalah orang yang sangat kita cintai. Orang tua, suami, istri, anak, sahabat dekat atau bahkan diri kita sendiri.
Ingat kisah Rasul dengan pamannya Abu Thalib. Rasul beriman kepada Allah, sementara pamannya Abu Thalib tidak. Rasul berdoa sekuat tenaga bahkan sampai menangis dan memohon agar pamannya mendapat hidayah, tapi Allah tidak menghendakinya. Karena apa? Karena hak memberi hidayah hanya ada pada Allah. Allah saja yang tahu kepada siapa yang dikehendakiNya untuk diberi hidayah. Maka bukan kewajiban kita mengubah orang lain atau memberikan hidayah, tapi bisa jadi melalui kita orang tersebut mendapat hidayah.
BACA JUGA: Hidayah Allah bagi Manusia Bengis
Hal yang sangat kita takutkan adalah bagaimana jika kita bukan bagian dari hamba yang dikehendakiNya untuk mendapatkan hidayah? Maka mari kita harus terus muhasabah atau introspeksi memohon ampun kepada Allah, memohon rahmatNya semoga kita bagian dari hambaNya yang dimudahkan mendapat hidayahNya, yang dimudahkan ketika diingatkan dalam kebaikan dan kebenaran. Begitu juga dengan orang-orang yang kita sayangi karena Allah SWT.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh SAW bersabda, “Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak (manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (Al Hadits). []
RENUNGAN adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim tulisan Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.