HIDAYAH. Tak ada yang tahu bila ia akan berlaku pada diri seorang Hamba. Dan itu pula tidak serta merta di berikan Allah swt kepada HambaNya, namun melalui usaha, kerja keras bahkan harus melewati jutaan godaan dan ujian hidup yang diberikan Allah swt. Jika ia mampu melewatinya maka janji AllAh swt terhadap perjuangan panjang seorang hamba akan segera nyata.
“Apakah menusia mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka dan benar- benar Allah mangetahui orang-orang yang benar dan mengetahui pula orang- orang yang dusta,” (QS. Al-Ankabut: 2-3).
Namun jika manusia malah terperosok makin jauh dari Tuhannya, maka Setan-lah yang berkuasa atas dirinya, yang memang telah berjanji hingga hari akhir nanti untuk menyesatkan ummat manusia. Janjinya pun jelas temaktub dalam Al-Qur’an.
“Iblis menjawab, ‘karena Engkau (Allah SWT) telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari Jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka yang bersyukur (taat),'” (QS. Al-A’raf :16-17).
Itulah janji iblis dan setan yang benar-benar akan terus menggoda dan menjerumuskan manusia agar tidak taat kepada Allah SWT.
Kembali kepada fokus hidayah. Hidayah itu jangan ditunggu, namun hidayah itu sepatutnya dijemput. Siapa yang menjemput? Tak ada yang dapat mewakilkan diri untuk menjemput hidayah. Kitalah sendiri yang harus berusaha mencarinya, menjemputnya, dan membuka hati untuk menerima.
Keyakinan pada Allah swt melalui kegiatan-kegiatan dan aktivitas yang mampu ‘menyeret’ kita kepada telaga keimanan kepada-Nya, sehingga hidayah pun segera menghampiri.
“Barang siapa yang mengingkan kemuliaan (maka hendaklah ia berusaha mencarinya dengan jalan mematuhi perintah Allah), karena bagi Allah jualah segala kemuliaan. Kepada Allahlah naiknya segala perkataan yang baik (yang menegaskan iman dan tauhid, untuk dimasukkan ke dalam balasan), dan amal yang soleh pula diangkatnya naik (sebagai amal yang makbul – yang memberi kemuliaan kepada yang melakukannya). Dan sebaliknya : orang-orang yang merancanakan kejahatan (untuk mendapat kemuliaan), adalah bagi mereka azab siksa yang berat; dan rencana jahat mereka akan rusak binasa,” (QS. Fatiir: 10).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, pada suatu hari Rasulullah s.a.w telah membacakan surah Az-Zumar: 22.
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? maka celakalah hati mereka yang membatu untuk mengingati Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”
Maka para sahabat menanyakan kepada Rasulullah;”Ya Rasulullah, bagaimanakah caranya mengetahui dilapangkan oleh Allah?
Rasul menjawab;” Bila hati seseorang sudah masuk kedalamnya nur (cahaya iman) maka dia akan menjadi lapang dan terbuka.”
Para sahabat bertanya lagi;”Apakah tandanya hati yang terbuka dan lapang itu ya Rasulullah.”
Rasul menjawab;” Fokus perhatiannya sangat kuat terhadap kehidupan yang kekal dan abadi di akhirat dan tumbuh kesedaran yang tinggi terhadap tipu daya kehidupan dunia, lalu dia berkerja keras mempersiapkan bekalan menghadapi mati sebelum datangnya mati itu”
Ya, itulah usaha yang harus kita lakukan untuk mendapatkan hidayah kemudian berujung pada kemuliaan di sisi Robbul ‘Izzati. [ratna nera & jannah counslling]