SAUDARAKU,
Menghidupkan malam-malam Lailatul Qadar: lailatul qadar adalah malam yang lebih baik dari pada seribu bulan yang tidak ada lailatul qadar dan pendapat paling kuat bahwa ia terjadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, terlebih lagi pada malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23,25,27, dan 29.
Firman Allah : “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS.al-Qadar :3)”
Malam itu adalah pelebur dosa-dosa di masa lalu, Rasulullah bersabda: “Dan barangsiapa yang beribadah pada malam ‘Lailatul qadar’ semata-mata karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah , niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu,” (HR. al-Bukhari).
Saudaraku,
Menghidupkan Lailatul qadar adalah dengan memperbanyak shalat malam, membaca al-Qur`an, zikir, berdo’a, membaca shalawat. Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, ‘Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan lailatul qadar, maka apa yang aku ucapkan? Beliau menjawab, ‘Bacalah: ‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Yang suka mengampuni, ampunilah aku.”
Saudaraku,
Kebiasaan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bersemangat pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, melebihi selainnya, baik dengan shalat, bacaan Al-Qur’an, maupun berdoa. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiallahu’anha, sesungguhnya Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كان إذا دخل العشر الأواخر أحيا الليل وأيقظ أهله وشد المئزر . (ولأحمد ومسلم) كان يجتهد في العشر الأواخر مالا يجتهد في غيرها.
“Apabila memasuki sepuluh malam akhir, biasanya beliau (Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallam) menghidupkan malam, membangunkan keluarganya serta mengencangkan kainnya (meninggalkan jimak dan semangat beribadah).” Dalam riwayat Ahmad dan Muslim: “Beliau bersungguh-sungguh pada sepuluh malam akhir tidak seperti malam selainnya.”
Saudaraku,
Kedua: Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan qiyam (shalat) pada Lailatul Qadar dalam keadaan iman dan harap.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sesungguhnya beliau bersabda:
من قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه الجماعة إلا ابن ماجه)
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada Lailatul Qadar dengan iman dan berharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (Diriwayatkan oleh jama’ah, kecuali Ibnu Majah)
Saudaraku,
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya menghidupkan Lailatul Qadar dengan shalat.
Ketiga: Di antara doa yang terbaik untuk dibaca pada Lailatul Qadar seperti yang Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada Aisyah radhiallahu’anha sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmizi dan dia nyatakan shahih dari Aisyah radhiallahu’anha, dia berkata:
يا رسول الله ، أرأيت إن علمت أي ليلة القدر ما أقول فيها ؟ قال : قولي : اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
“Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda kalau saya mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang saya ucapkan ketika itu? beliau menjawab: “Katakanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Memafkan dan senang memaafkan, maka maafkanlah diriku).”
Saudaraku,
Keempat: Mengkhususkan malam tertentu di bulan Ramadan sebagai Lailatul Qadar memerlukan dalil untuk menentukannya. Akan tetapi malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir lebih mendekati (Lailatul Qadar) di banding malam-malam lainnya, dan malam dua puluh tujuh lebih dekat di banding malam-malam lainnya dengan Lailatul Qadar. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang menunjukkan hal itu.
Kelima: Adapun berbagai perbuatan bid’ah tidak diperkenankan, baik di bulan Ramadan maupun selain Ramadan. Terdapat riwayat dari Rasulullah sallalahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد (و في رواية) من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد.
“Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak bersumber darinya maka ia tertolat.” Dalam riwayat lain: “Barangsiapa beramal dalam suatu amalan yang tidak bersumber dari kami, maka ia tertolak.”
Saudaraku,
Apa yang dilakukan pada sebagian malam bulan Ramadan dengan mengadakan perayaan, kami tidak mengetahui asal usulnya. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan seburuk-buruk urusan adalah perkara baru dalam agama (bid’ah). []
Sumber: http://islamqa.info/id/48965