MENJALIN kasih sebelum menikah—sebut saja pacaran—agaknya sudah menjadi hal yang biasa hari ini. Padahal Allah swt. sangat tidak menyukai hal tersebut yang telah mendekatkan kepada zina yang lebih besar. Mirisnya ketika ditawari menikah, belum tentu si pasangan itu merasa siap. Dan alasan yang paling sering adalah masalah umur.
Memangnya kenapa bila menikah muda? Daripada terus-menerus berada dalam hubungan tak halal. Nabi SAW saja menikahi Aisyah ketika dia masih berusia muda. Dan ternyata banyak hikmah yang di dapatkan dari menikahnya Nabi SAW dengan Aisyah. Berikut hikmah Aisyah dinikah muda oleh Rasulullah SAW.
Bukan soal hawa nafsu, ini perintah Allah.
Harus diyakini bahwa segala perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah bukanlah berdasarkan hawa nafsu atau keinginan manusiawi semata-mata, tetapi semuanya dilakukan dengan perintah Allah subhana wataala. Demikian juga pernikahan nabi Muhammad saw dengan Aisyah, puteri dari sahabat yang terdekat Abubakar Shiddiq.
Dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah selama tiga malam berturut-turut bermimpi bahwa malaikat datang kepada nabi membawa gambar Aisyah yang dibungkus dengan kain sutera dan mengatakan ini adalah isterimu.
Rasulullah saw berkata kepada Aisyah, “Aku melihat engkau (Aisyah ) dalam mimpi sebanyak dua kali. Aku melihat engkau berada dalam bilik yang diperbuat daripada kain sutera. Ada suara berkata, “Inilah isterimu.” Kemudian aku menyingkap tirai muka itu dan terlihat jelas wajahmu,” Maka aku katakan “Sesungguhnya kejadian ini adalah atas kehendak Allah swt.” (Bukhari).
Dari hadits di atas dapat kita lihat bahwa keinginan Nabi Muhammad SAW menikahi Aisyah bukan karena hawa nafsu tetapi karena perintah Allah yang datang kepada beliau melalui mimpi. Dalam perintah yang disampaikan Allah memalui mimpi yang terkandung hikmah dan pelajaran untuk kepentingan risalah islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah kepada umat manusia.
Dengan demikian sangkaan sebagian orang bahwa pernikahan tersebut karena hawa nafsu adalah salah, sebab Nabi Muhammad melakukan pernikahan berdasarkan wahyu dan perintah dari Allah subhana wa taala.
Setelah itu Rasulullah saw mengutus Khaulah binti Hakim, isteri Usman bin Mahzun untuk meminang Aisyah kepada keluarga Abubakar Shiddiq.
Khaulah berkata, “Wahai Abubakar, Rasulullah telah mengutusku kemari untuk meminang anakmu Aisyah.” Abubakar menjawab, “Adakah anakku ini sesaui untuk baliau, sedangkan anakku ini adalah anak saudaranya sendiri?”
Khaulah kembali kepada rasulullah menceritakan kepada beliau apa yang telah berlaku.
Rasulullah berkata, “Kembalilah kamu kepadanya ( Abubakar) dan katakan kepadanya bahwa aku ini saudaranya dan dia adalah saudaraku dalam Islam, sedangkan anak perempuan itu ( Aisyah ) baik untukku.”
Khaulah kembali menjumpai Abubakar dan menceritakan apa kata nabi. Maka Abubakar berkata “Tunggulah dulu,” kemudian dia masuk ke kamar dan keluarlah Ummu Ruman (isteri Abubakar ) berkata kepada Khaulah sebenarnya Muh’im bin Ady pernah merencanakan agar anaknya dijodohkan dengan Aisyah, dan Abubakar adalah orang yang tepat dengan janji.
Abubakar segera ke rumah Mut’im bin Adhi ingin menanyakan tentang bagaimana hubungan dengan anaknya tersebut. Sebaik tiba di rumah Mut’im, isteri Mut’im berkata, “Wahai Abubakar, semoga kamu tidak menyusahkan anakku jika dia dinikahkan dengan anakmu.”
Abubakar berkata, “Wahai Mut’im , adakah aku yang berkata demikian?”
Mut’im menjawab, “Tidak, itu adalah perkataan isteriku.”
Abubakar segera pulang dan merasa lega sebab Mut’im telah memutuskan rencana pernikahan dengan anaknya, dan itu bukan atas permintaan Abubakar.
Kisah diatas juga memberikan gambaran kepada kita bahwa perkawinan seseorang lelaki dengan anak perempuan yang berumur enam tahun bukan hanya Rasulullah yang melakukan pada waktu itu, tetapi telah menjadi tradisi masyarakat Arab, dengan bukti bahwa sebelum Rasulullah melamar Aisyah, ternyata Aisyah telah dijodohkan dengan anaknya Mut’im bin Adjhi, hanya saja Mut’im memutuskan perjodohan tersebut.
Sejarah mencatat bahwa Mut’im memutuskan perjodohan sebab Abubakar dan keluarganya telah memeluk agama Islam, sehingga jika perjodohan diteruskan akan membiuat malu bagi keluarga Mut’im di depan masyarrakat Jahiliyah. Setelah sampai di rumah, Abubakar berkata kepada Khaulah, “Panggillah Rasulullah saw kesini.”
Rasulullah datang dan Abubakar menikahkan Rasulullah dengan anaknya yang masih berusia enam tahun dengan mas kawin 500 dirham. Walaupun telah nikah, nabi tidak hidup bersama Aisyah, sampai beliau hijrah ke Madinah.
Baru pada tahun ke dua hijrah, Rasulullah menjemput Aisyah ke Madinah dan hidup bersama Rasul. Pada waktu itu usia Aisyah sembilan tahun. Pada waktu itu usia sembilan tahun bukanlah suatu yang aneh, sebab keadaan waktu itu gadis usia sembilan tahun sudah dapat hidup berkeluarga dengan baik. Oleh sebab itu, pada waktu nabi hijrah, asma membawa makanan ke gua tsur, dan Aisyah memasak makanan. Berarti pada waktu itu usia Aisyah tujuh tahun sudah pandai memasak.
Diantara hikmah nabi menikah dengan Aisyah dalam usia muda adalah dengan usia muda tersebut maka Aisyah mudah menghafal segala kejadian yang terjadi sehingga semua kejadian tersebut dapat diriwayatkan dan diceritakan semula kepada sahabat, dan merupakan hadis yang sangat berguna bagi kehidupan umat Islam. Aisyah hidup bersama nabi selama sembilan tahun, sehingga pada waktu nabi meninggal, usia Aisyah masih delapan belas tahun.
Dengan demikian, maka segala kejadian dalam kehidupan nabi dapat diingat oleh Aisyah dengan baik, sehingga sejarah riwayat hadis mencatat bahwa Aisyah meriwayatkan 2210 hadis, sehingga sebagian ulama berkata bahwa seperempat hadis-hadis hukum syariat telah diriwayatkan oleh Aisyah.
Aisyah mengajarkan sahabat tentang hadis hukum, dan pada masa khalifah Abubakar, Usman, dan Usman Aisyah sering memberikan fatwa hukum. Uru bin Zubair berkata bahwa beliau tidak pernah menemui seorang ulama yang lebih baik daripada Aisyah, terutama dalam bidang al Quran, Faraid, Halal dan Haram, syair, kedokteran dan sejarah Arab.
Seandainya nabi tidak menikah dengan Aisyah maka banyak peristiwa yang terjadi dalam keluarga Rasul tidak dapat dicatat lagi, sebab kebanyakkan isteri nabi selain Aisyah adalah sudah berumur . Oleh sebab itu perkawinan nabi dengan Aisyah dalam usia muda menyimpan manfaat bagi umat Islam dan manusia sampai akhir zaman, sebab dengan demikian setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan pribadi rasulullah bersama dengan isteri-isterinya dapat diingat dengan baik dan dicatat dalam sejarah penulisan hadist. []