WAHYU pertama yang diturunkan Allah kepada nbai Muhammad SAW adalah qur’an surat Al Alaq ayat 1-5:
”Bacalah dengan nama Tuhan yang menjadikan. Menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu yang maha pemurah. Yang mengajar dengan qalam. Dia mangajar manusia sesatu yang tidak diketahui.”
Dalam ayat tersebut, Allah melalui perantaraan malikat Jibril, memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca. Namun, Nabi pada saat itu dalam keadaan ‘ummiy’ atau belum mampu untuk membaca maupun menulis.
Lantas, mengapa al qur’an diwahyukan kepada seorang Nabi yang ‘ummiy’?
Mustahil Allah salah dalam memilih manusia yang diamanahi-Nya misi kerasulan. Tentun ada hikmah kebenaran dan kebaikan dibalik ketentuan Allah tersebut.
Allah mengungkapkan hikmah yang sarat makna itu dalam Qur’an Surat Al Jumu’ah ayat 2:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menuliskan dalam tafsir beliau mengenai ayat: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf (ummiyun) ….”
Imam Al Qurtubi menyebut, “Ada yang berpendapat bahwa makna al-ummiyyun adalah ‘tidak mampu menulis’. Demikianlah keadaan bangsa Quraisy pada saar itu.”
Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan, “Al-ummiyyun (yang dimaksud dalam ayat ini) adalah seluruh orang Arab, baik orang Arab yang pandai menulis maupun orang Arab yang tidak pandai menulis, karena mereka bukan termasuk ahlul kitab.”
Ada juga yang berpendapat bahwa “al-ummiyyun” artinya “orang yang tidak pandai menulis, yaitu Kaum Quraisy.”
Sementara itu, Manshur meriwayatkan dari Ibrahim, “Al-ummiyyun artinya orang yang pandai membaca tapi tidak pandai menulis.
Kalimat “Rasul di antara mereka ….” Dalam ayat tadi merujuk pada Nabi Muhammad SAW.
Al-Mawardi berkata, “Jika ada yang bertanya, ‘Ujian keimanan apa yang ada di balik pengutusan seorang nabi yang buta huruf? Jawabannya bisa dilihat dari tiga sisi:
1. Agar sama dengan kaum para nabi terdahulu.
2. Agar sama dengan salah satu kondisi bangsa Arab saat itu (yaitu buta huruf), sehingga Rasulullah semakin menyerupai kaumnya.
3. Untuk mencegah munculnya prasangka jelek dalam syariat yang diseru oleh Rasulullah, berupa kitab Al-Quran yang dibacanya dan al-hikmah (hadits) yang disampaikannya.
Hikmah lain yang dapat dipetik untuk menjadi bahan renungan kita semua dari pengutusan Nabi Muhammad SAW yang ‘ummiyun’ tersebut adalah tentang kebenaran Al Qur’an.
Nabi Muhammad tidak bisa membaca dan menulis, ini menandakan bahwa Al Qur’an yang disampaikannya kepada umatnya itu bukan hasil rekaan atau buatan Muhammad seperti yang dituduhkan kaum kafir Quraisy pada masa itu.
Lebih dalam lagi, soal kebaikan dibalik hal itu adalah sebagai cermin bagi umat, bahwa seorang Rasul yang dimuliakan Allah sekalipun tidak pernah berhenti belajar.
Pada saat wahyu diturunkan untuk pertama kalinya di gua Hira, dan via malaikat Jibril, Rasul diperintahkan untuk membaca, ia mengatakan tidak bisa membaca, namun dengan seijin Allah Rasul mampu ‘merekam’ wahyu yang disampaikan via malaikat jibril tersebut.
Walaupun Rasul seorang yang ‘ummiyun’, namun beliau tidak membatasi pengikutnya untuk belajar. Pada mas adakwah Islam di Mekkah dan Madinah, Rasul memerintahkan sahabat untuk menuliskan wahyu Al Qur’an. Pada masa Umar bin Khattab wahyu tersebut dikumpulkan ke dalam sebuah mushaf.
Allah memelihara Al-Qur’an itu kini dan nanti, selama-lamanya. []
Disarikan dari Tafsir Al-Qurthubi, 18:91—92