Oleh: Irene Radjiman
(writter, associate trainer in pilot school, leader HNI-HPAI and owner Nuget Sayur)
LEBIH dari 2 bulan aku menunggu balasan email dari Sharen. Apa kabarmu Sharenku ? Masihkah kau istiqomah di dalam Islam.
Entah mengapa aku gelisah. Ada rasa khawatir. Kucari sosmednya. Tidak ketemu. Duh mengapa Sharen tidak meninggalkan wa di dalam emailnya ?
Akhirnya yang kulakukan hanya menunggu dan berdo’a untuknya.
Saat aku merasa tak kuasa lagi menunggu, aku butuh dukungan saudara saudariku se-aqidah yang lain. Mohon maaf Sharen tanpa bertanya terlebih dahulu, aku share permasalaha
nmu. Aku berharap banyak do’a terucap untuk mengetuk pintu langit bagimu.
Tepat saat aku akan mengakhiri statusku, notification email berbunyi. Subhanallah….! Sharen….!
Dear Irene,
Assalamualaikum wr wb…
Irene, terima kasih atas balasan emailmu. Apa kabarmu hari ini ? Kamu pasti sedang memikirkan aku kan ?
Berkat do’amu kini aku lebih bahagia. Alhamdulillah.
Ketahuilah Irene, saat aku menulis email padamu, aku sudah mengajukan gugatan cerai untuk suamiku. 3 hari kemudian kubaca emailmu. Isi emailmu hampir sama dengan tanggapan seorang ustadzah yang juga mualaf.
Saat itu, sejujurnya aku masih dalam kondisi marah pada Allah. Aku merasa Allah banyak meminta dari hidupku. Aku mulai berhitung setiap sedekah, amal ibadah yang telah kulakukan untuk keluargaku khususnya suamiku.
Ibu mertuaku yang sangat menyayangiku itu setiap malam menangis membujukku untuk mencabut gugatan ceraiku.
Aku gamang, aku bingung. Hingga akhirnya di 1/3 malam dimana seharusnya manusia bermunajat kepada Rabbnya, namun aku justru menumpahkan kekesalanku pada Tuhanku.
“Apalagi yang kau inginkan dariku ya Allah….!!!!!”
“Mengapa bencana ini KAU hadirkan untukku ? Bila KAU adalah Zat yang maha penyayang, seharusnya KAU adalah Zat yang maha perasa. Tidakkah kau bisa merasakan apa yang kurasakan ? Hingga Kau turunkan syari’at poligami untuk menghukumku ?”
Naudzubillah…. do’akan aku, Allah mengampuni dosaku dimalam itu.
Aku tertidur. Sedikit lega rasa hatiku. Esok malamnya kuulangi lagi tengadahkan tanganku di 1/3 malam memohon ampunan karena entah mengapa tiba2 datang rasa bersalah. Kemudian aku mencoba saranmu. 1 minggu aku terlibat diskusi dengan Allah.
Hingga suatu hari dengan lantangnya ibu mertuaku mengatakan 1 hal pada suamiku.
“Pras, bila kamu tetap ingin menikahi gadis itu…. pergi kamu dari rumah ini !!! Biarkan mama bersama Sharen dan anak2mu dirumah ini !!! Mama malu memiliki anak yang tidak tahu diri seperti kamu !”
Aku keluar dari kamarku. Ibu mertuaku langsung memelukku.
“Kamu jangan pergi Sharen, biarkan Pras yang pergi. Dia tidak pantas menjadi suamimu. Maafkan mama yang telah gagal mendidik Pras menjadi laki2 yang tahu diri.”
Aku hanya menangis dalam diam. Suamiku pun hanya menunduk diam.
Malam itu kami bertiga (aku, ibu mertuaku & suamiku) berdiskusi.
“Baiklah ma, aku tidak akan menikahi Azizah, bila itu hanya akan membuat mama & Sharen tersakiti. Aku sangat menyayangi kalian. Maafkan aku….” suamiku memeluk kami berdua.
Aku lega, kupikir inilah jawaban dari Allah atas diskusi panjang diatas sajadahku di tiap sepertiga malam. Namun ternyata aku salah.
Esok malamnya ba’da isya, Azizah datang kerumahku bersama kedua orang tuanya.
Pada malam itu aku tahu, ternyata bukan suamiku yang ingin menikahi Azizah, tetapi ayah Azizah yang merupakan teman pengajian suamiku yang meminta suamiku untuk meminang anaknya. Malam itu jelas kutatap wajah Azizah. Azizah, semula kupikir dia adalah gadis belia yang cantik dg segala pesona yang menggairahkan mata lelaki termasuk suamiku, ternyata sangat jauh dari itu. Dia gadis lugu yang selalu menundukkan kepala. Ada keteduhan di wajahnya.
Di malam itu aku tahu, Azizah memiliki miom yang akan segera dioperasi dan dokter mengatakan 90% Azizah tidak akan mampu memberikan keturunan bagi suaminya. Sudah 3 orang pemuda lajang membatalkan khitbahnya setelah mengetahui kondisi Azizah. Entah mengapa ayah Azizah memiliki TRUST pada suamiku.
Kudekati suamiku dan kutanya , “kenapa mas ga pernah cerita ini sebelumnya padaku ?”
Suamiku menjawab, “karena aku tidak mau kamu menganggapnya sebagai modus”
Kudekati ibu mertuaku, “Mama, kumohon terimalah Azizah menjadi bagian dari keluarga kita. Aku ikhlas menerimanya sebagai adik maduku.”
Azizah & ibunya nyaris tersungkur di kakiku, namun aku cegah. Kupeluk Azizah dan kukatakan, “Kau akan menjadi saudaraku.”
Suamiku terperangah menyaksikan semua itu.
“Kamu yakin telah ikhlas dengan keputusanmu sayang ?”
“Iya mas. Nikahi dia. Dia akan menjadi bagian dari keluarga kita,” Jawabku mantap.
Suamiku terlihat masih ragu.
Aku tersenyum.
“aku akan mencabut gugatan ceraiku besok.”
Alhamdulillah…. seisi rumah mengucapkan hamdalah.
Dan sudah 1 bulan ini suamiku menikah dengan Azizah. Kami tinggal 1 rumah. Kurasa tak masalah, rumah kami sangat besar.
Tahukah kamu Irene, bisnis suamiku makin pesat. Kini suamiku lebih sering melibatkan aku dalam bisnisnya. Aku yang tadinya hanya dirumah mengurus rumah, kini lebih sering bersama suami untuk menangani bisnis. Anak2ku di rumah bersama ummi Azizah (begitulah mereka memanggilnya).
Disaat tetangga kami harus membayar 5 juta – 6 juta untuk seorang baby sitter, anak-anakku justru dibimbing oleh seorang hafizhah.
Tahukah Irene, anakku yang pertama sudah hafal 1 juz dalam 1 bulan selama ada Azizah. Setiap malam mereka mengaji dibimbing oleh umminya. Bayangkan bila suatu saat Arjunaku menjadi hufazh melalui pendidikan dari dalam rumah kami sendiri.
“Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan.”
Irene, terima kasih telah menjadi sahabatku di dunia dan di akherat. Andai saat itu kuturuti amarahku meneruskan gugatan cerai pada suamiku, aku pasti tidak akan pernah merasakan kebahagiaan ini.
Ini pelajaran poligami yang langsung Allah ajarkan padaku. Selama ini aku berpikir poligami adalah syari’at yang tidak paham pada perasaan wanita. Karena aku tidak pernah bisa menerima saat isteri sedang sakit suami justru berpoligami, seakan nafsu lelaki lebih pantas untuk dilindungi. Namun ternyata kini Allah justru memilihku menjadi orang yang menjalankan poligami sebagai solusi.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib gadis seperti Azizah bila tidak ada syari’at poligami. Haruskah menjalani kesendirian dalam hidupnya hanya karena vonis dokter tidak mampu memberikan keturunan?
Semula kupikir ini hukuman Allah bagiku. Namun ternyata Allah sedang menyanjungku.
Irene, sudah dulu yaaa suatu saat kau harus mengenal Azizahku.
Kumohon do’akan kami agar selalu menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Kumohon juga, do’akan Azizahku agar Allah berkenan menyembuhkan miomnya sehingga tidak perlu menjalani operasi dan ia bisa memberikan keturunan untuk suamiku. Aamiin.
Bulan depan kami bertiga akan umroh untuk meminta kesembuhan bagi Azizah. Do’akan kami ya.
Wassalamualaikum wr wb
-Sharen-
Untukmu, Sharen. Kau bukan hanya rupawan, namun hatimu juga sangat menawan.
May you’re one of tahune best woman in heaven.
Mohon do’a untuk Sharen sekeluarga dan mohon do’a untuk kesembuhan Azizah.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi Wabarokatuh. []