AKHIR-akhir ini nama Rifdah Farnidah kembali muncul di permukaan, usai memenangkan lomba Al-Quran 30 Juz di Nigeria dan mengalahkan 87 negara. Prestasi ini menambah daftar panjang keberhasilannya dalam ajang lomba nasional dan internasional. Seorang dosen IIQ yang mengharumkan nama Indonesia untuk kesekian kalinya.
Tak sedikit yang menyangka Rifdah Farnidah itu adalah saya. Kami memang memiliki beberapa kemiripan. Nama kami sama, sama-sama Rifdah, selain itu orang-orang mengatakan wajah kami mirip dan sama-sama berjuang di jalan Al-Quran.
Tak sekali ada yang menghubungi saya dan mengucapkan selamat atas prestasi yang sebenarnya itu milik Rifdah Farnidah. Beberapa tahun lalu salah seorang guru saya juga pernah protes karena menyangka saya pergi ke Yordania untuk lomba dan tidak memberitahunya (waktu itu Rifdah Farnidah memenangkan juara 2 dan ia viral karena mendapat hadiah haji beserta orang tua dan gurunya). Saya hanya menyengir dan menyampaikan itu bukan saya. Ada juga yang nge-tag dan DM saya via instagram mengucapkan selamat. Hoho, saya kecipratan dapat selamat salah alamat.
BACA JUGA: Dosen IIQ, Hj Rifdah Farnidah Raih Juara 1 Musabaqah Hafzh Al-Quran 30 Juz di Nigeria
Namun, kali ini tentu saya tidak akan menceritakan kekonyolan lain yang saya alami akibat sering di salah sangka sebagai Rifdah Farnidah. Tapi, ingin berbagi bagaimana saya melihat langsung dan menyaksikan jika hal yang wajar, bagi seorang Rifdah Farnidah mendapatkan banyak anugerah karena Al-Quran yang ia miliki.
Tahun 2016 lalu, dengan izin Allah SWT dan liku jalan cerita saya mengikuti pembinaan untuk STQ Nasional di Tarakan perwakilan Provinsi Jakarta. Pembinaan berlangsung di Wisma UIN Syahida, Ciputat. Karena masih baru, saya datang di awal waktu dan tidak memperhatikan nama teman sekamar yang tertempel di pintu. Sampai ada yang mengetuk pintu dan kami pun berkenalan. Saya kurang ingat persisnya bagaimana, tapi saya bertanya,
“Siapa namanya?”
“Rifdah, kak” jawabnya
“Lho, itu kan nama saya?” balas saya bingung.
“Oh, nama kakak juga Rifdah?”
Saya mengangguk dan akhirnya kami sama-sama melihat ke pintu. Tertulis disana, Rifdah Farnidah, peserta lomba 30 Juz dan Izzatur Rifdah Ismail, peserta lomba Tafsir Bahasa Arab.
Kami tertawa kecil, itulah awal mula bagaimana persahabatan kami dimulai dan saling memanggil twins atau kembaran.
Hingga tahun ini, saya akhirnya memberanikan diri merangkum keistimewaan yang ia miliki. Tentu, hal ini bukan saya tulis untuk menyanjung-nyanjung atau melebih-lebihkan. Tapi dengan harapan, kita bisa meniti jejaknya menjadi keluarga Allah dengan Al-Quran yang merasuki seluruh sendi kehidupan.
1. Pribadi yang Tawadhu
Awal mula mengenal, saya belum tahu siapa Rifdah Farnidah. Tahunya ya hanya teman sekamar, begitu saja. Dan di pembinaan MTQ, ada beberapa cabang yang pesertanya beberapa orang dan masih membutuhkan seleksi untuk tampil di perlombaan, termasuk di cabang 30 Juz. Saat itu peserta putrinya Rifdah Farnidah dan Nazhifah. Hafalan mereka sama-sama lancar dan jarang salah.
Saya mengira-ngira siapa di antara mereka yang akan terpilih, dan Rifdah Farnidah sering sekali memuji-muji Nazhifah, ia menyebutkan hafalan Nazhifah lancar sekali dan tidak pernah salah.
Saya terkecoh, dan menyangka sepertinya Nazhifah yang akan mewakili Jakarta dan berdoa semoga Rifdah Farnidah tidak bersedih jika tidak terpilih. Kesehariannya di kamar tidak banyak bicara dan murajaah saja. Siapa sangka, ketika hasil seleksi diumumkan, ternyata Rifdah Farnidah yang terpilih. Ketika itu barulah saya membuka mata dan menyadari, jika teman sekamar saya ini bukan orang biasa. Ditambah saya diserbu informasi jika Rifdah Farnidah melalui perjuangan panjang melancarkan hafalan dan ia memperoleh banyak prestasi.
2. Ikhlas & Tidak Banyak Bicara
Bukan rahasia lagi, jika ajang MTQ bagi sebagian orang diikuti dengan niat mendapatkan hadiah yang menggiurkan. Banyak yang tercederai kefokusan dan keikhlasannya karena berharap mendapatkan hadiah sekaligus bonus yang dijanjikan untuk para pemenang. Ditambah tekanan psikologis atau sekitar yang berharap jika menjadi perwakilan, ya maka usahakanlah menang. Masa pembinaan adalah masa yang ketat. MTQ/STQ bukan lagi ajang adu kelancaran hafalan, namun sudah menyangkut detail tajwidul huruf dan shifatnya, lahnul khofiy (kesalahan samar), waqaf ibtida’ dan keindahan suara.
Maka, memang bisa dipastikan insyaallah, orang yang pernah ikut MTQ hafalannya teruji, karena ia sudah melalui murajaah beratus kali, di tes dan tasmi’ yang tak terhitung.
Akan tetapi, uniknya yang memenangkan MTQ/STQ bukanlah yang paling lancar hafalannya, namun siapa yang paling ikhlas dan bersih niatnya.
Bayangkan, saat kita menaiki panggung, kita akan merasakan benarlah Al-Quran itu hanya milik Allah. Sekali saja merasa mampu menjawab soal, tiba-tiba hafalan ambyar dan terpeleset baca atau lupa. Hafalan yang lancar dibaca saat murajaah dan di tes bisa tiba-tiba hilang dan akhirnya gagu, ditambah tekanan mental jika sudah berhadapan dengan mic dan dewan hakim.
Rifdah, saya perhatikan ia pribadi yang tenang. Fokus pada diri sendiri dan tidak pernah membicarakan orang lain. Sifat pendiamnya merupakan suatu kelebihan, karena memang manusia jika banyak bicara susah luput dari kesalahan.
Ia rendah hati dan tidak terpengaruh dengan hingar bingar acara MTQ. Ia mengikuti setiap agenda dengan santai, sembari terus murajaah. Bisa dirasakan jika ia ikut lomba karena Allah bukan karena hal lain. Ia juga berhati-hati dan menjauhi hubungan dengan lawan jenis.
Jadilah saya sebagai Rifdah yang lain melengkapi suasana, dan akhirnya banyak berdiskusi dan sama-sama saling mengingatkan untuk membersihkan hati.
Terkadang, di tempat daerah yang menjadi tuan rumah pun, ada hal-hal yang melalaikan dan membuat kita lupa akan tujuan utama. Banyak tempat-tempat menarik, banyak kenalan baru, dll. Jika tidak pintar-pintar menjaga hawa nafsu, bisa oleng kesana kemari padahal waktu tampil untuk lomba semakin dekat.
3. Tidak Terpengaruh Handphone
Kita semua sepakat, jika gadget lah yang banyak merebut waktu ketaatan kita pada Allah SWT. Benda kotak dengan berbagai merk dan multifungsi yang sering membuat kita kehilangan pahala. Kita menyaksikan, betapa banyak waktu yang terbuang dan amanah yang terabaikan akibat screen time yang kebablasan.
Rifdah memiliki cara unik agar tetap fokus. Saat lomba, ia me-non aktifkan handphone. Hingga kita yang perlu mendatangi kamarnya jika memiliki keperluan. Ia baru akan mengaktifkan handphonenya sehari menjelang lomba untuk meminta doa pada orang tua dan guru.
Dalam kesempatan lain saya pernah menginap juga di asrama IIQ di bulan Ramadhan. Rifdah lama sekali balik dari masjid. Ternyata ia murajaah dan menyelesaikan targetnya sekaligus menyimak murid.
Ia konsisten. Bersabar tidak membuka hp dan bersabar menyelesaikan target. Hal yang menjadi challenge bagi kita semua. Bukannya kita tidak mampu beribadah, hanya kurang sabar menyelesaikan target karena kalah godaan setan.
Orang-orang yang kenal Rifdah Farnidah pasti maklum jika ia cukup lama membalas chat. Sudah pada tahu, ia sedang fokus dengan Al-Quran
4. Amalan Orang Tua dan Guru
Di balik sebuah prestasi pasti ada kontribusi. Dan di balik kehebatan Rifdah Farnidah tersimpan banyak dukungan.
Suatu kali orang tua Rifdah Farnidah menelponnya untuk menanyakan hari apa ia tampil untuk lomba. Penasaran, aku menanyakan apa tujuannya. Bu Muthmainnah yang kerap dipanggil Bu Imut, tante sekaligus guru beliau mengatakan jika orang tua Rifdah Farnidah akan berpuasa di hari ia lomba. Ibadah puasa yang mereka harap menjadi washilah dikabulkannya doa Rifdah menang saat lomba.
Ternyata amalan puasa orang tua Rifdah pada hari ia lomba ini telah mereka lakoni sejak lama. Saya jadi teringat kisah seorang Ibu yang shalat dhuha terus-terusan sambil berdoa agar anaknya lulus wawancara kerja. Benar, ia lulus berkat doa sang Ibu.
Selain itu, guru Rifdah Farnidah, Bu Imut merupakan sosok yang luar biasa. Beliau telah lebih dahulu memenangkan banyak perlombaan Al-Quran Nasional dan Internasional. Jika tidak salah, beliau menjadi juara 1 lomba 30 Juz di Libya tahun 2011.
BACA JUGA: Dewi Yukha Nida, Hafizah Asal Trenggalek Juarai MTQ Internasional di Rusia
Ia banyak beristighfar saat Rifdah tampil dan mulutnya terus komat-kamit berdoa. Saya melihat ia begitu khusyu’ berdoa menanti dengan cemas apakah Rifdah mampu menjawab soal (ini ketika lomba STQ Nasional di Tarakan 2016)
Doa guru adalah senjata luar biasa, karena dalam doa guru terdapat ridho dan ketulusan doa untuk murid. Hal yang juga saya rasakan saat mengikuti MTQ di Medan tahun 2018. Doa guru adalah koentji, kata orang-orang.
Hingga tak aneh tatkala Rifdah mendapat anugerah besar naik haji dari salah seorang Syaikh di Makkah di ajang silaturrahim yang dipelopori oleh Pak Anies Baswedan. Orang tua, guru dan suami gurunya turut mendapatkan hadiah naik haji. Karena mereka semualah yang turut beribadah dan mengantarkan Rifdah menjadi seperti sekarang.
Jika haji ke baitullah adalah sebuah hal yang sangat sulit bagi kita pada umumnya, tapi tidak bagi penghafal Quran. Karena Al-Quran akan menjadi tiket VIP Allah memanggil keluarga-Nya datang ke rumah-Nya. Apabila dekat dengan kalamullah, mudah bagi Allah memanggil kita ke baitullah.
Dalam sebuah kelakar saya dengan Rifdah Farnidah,
“Rifdah, hafalan kamu udah lancar banget ya, jadi Allah kasih hadiah haji. Kalau aku masih dalam tahap berjuang, tapi alhamdulillah Allah kasih juga hadiah umrah. Semoga juga nanti dengan washilah Al-Quran Allah juga memanggilku bisa pergi haji”
Semoga Allah memberikan kita taufiq untuk terus menjaga Al-Quran dan mengamalkannya, serta mohon doanya juga bagi Rifdah yang menulis ini Allah panggil untuk berangkat haji bersama Abi Ummi. []
Oleh: Izzatur Rifdah Ismail
(Alumni LIPIA Jakarta)