DALAM menjalankan kehidupan berumah tangga, tidak akan semulus seperti apa yang kita bayangkan. Pasti akan selalu hadir di dalamnya sebuah permasalahan.
Mengapa? Kita tahu bahwa rumah tangga itu bagaikan perahu yang sedang berlayar di lautan. Perahu itu tentu tidak akan selalu berada dalam keadaan tenang. Ada kalanya ombak menerjang dan membuat goyang perahu tersebut.
Nah, salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam rumah tangga, hadir dari anggota keluarganya itu sendiri. Salah satunya pertikaian antara suami dan istri. Dua sejoli yang seharusnya memiliki rasa cinta pada pasangannya, kerapkali juga dirundu masalah. Baik itu akibat adanya berita yang tidak mengenakan bagi keduanya, masalah anak, bahkan masalah sepele sekali pun.
Ketika terjadi pertikaian, maka sah-sah saja kita marah. Hanya saja, sedikitnya ada tiga hal yang harus dihindari. Apa sajakah itu?
1. Hindari Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Dalam Al-Quran, Allah membolehkan seorang suami untuk memukul istrinya ketika sang istri membangkang. Sebagaimana firman Allah SWT, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan tidak tunduk, nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya,” (QS. An-Nisa: 34).
Namun, izin ini tidak berlaku secara mutlak. Sehingga suami bebas melampiaskan kemarahannya dengan menganiaya istrinya. Rasulullah ﷺ memberikan batasan lain tentang izin memukul, yakni:
1. Tidak boleh di daerah kepala, sebagaimana sabda beliau, “Jangan memukul wajah.” Mencakup kata wajah adalah semua kepala. Karena kepala manusia adalah hal yang paling penting. Ada banyak organ vital yang menjadi pusat indera manusia.
2. Tidak boleh menyakitkan. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda dalam khutbah beliau ketika di Arafah, “Jika istri kalian melakukan pelanggaran itu, maka pukullah dia dengan pukulan yang tidak menyakitkan,” (HR. Muslim 1218).
Termasuk makna pukulan yang tidak menyakitkan adalah pukulan yang tidak meninggalkan bekas, seperti memar, atau bahkan menimbulkan luka dan mengeluarkan darah. Karena sejatinya, pukulan itu tidak bertujuan untuk menyakiti, tapi pukulan itu dalam rangka mendidik istri.
Namun, meskipun ada izin untuk memukul ringan, tidak memukul tentu jauh lebih baik. Karena wanita yang lemah bukanlah lawan yang seimbang bagi lelaki yang gagah. Anda bisa bayangkan, ketika ada orang yang sangat kuat, mendapatkan lawan yang lemah. Tentu bukan sebuah kehormatan bagi dia untuk meladeninya. Karena itu, lawan bagi suami yang sesunguhnya adalah emosinya. Suami yang mampu menahan emosi, sehingga tidak menyikiti istrinya, itulah lelaki hebat yang sejati.
2. Hindari Caci dan Maki
Siapapun kita, tidak akan bersedia ketika dicaci maki. Karena itulah, syariat hanya membolehkan hal ini dalam satu keadaan, yaitu ketika seseorang didzalimi. Syariat membolehkan orang yang didzalimi itu untuk membalas kedzalimannya dalam bentuk cacian atau makian. Allah berfirman, “Allah tidak menyukai ucapan buruk (caci maki), (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya,” (QS. An-Nisa: 148).
Dalam ikatan rumah tangga, syariat memotivasi kaum muslimin untuk menciptakan suasana harmonis. Sehingga, sampaipun terjadi masalah, balasan dalam bentuk caci maki harus dihindarkan. Karena kalimat cacian dan makian akan menancap dalam hati, dan bisa jadi akan sangat membekas. Sehingga akan sangat sulit untuk bisa mengobatinya. Jika semacam ini terjadi, sulit untuk membangun keluarga yang sakinah.
3. Jaga Rahasia Keluarga
Hal yang perlu disadari bagi orang yang sudah berkeluarga ialah jadikan masalah keluarga sebagai rahasia Anda berdua. Karena, ketika masalah itu tidak melibatkan banyak pihak, akan lebih mudah untuk diselesaikan. Terkait tujuan ini, Rasulullah ﷺ menasihatkan, “Jangan kamu boikot istrimu kecuali di rumah.”
Ketika suami harus mengambil langkah memboikot istri karena masalah tertentu, jangan sampai boikot ini tersebar keluar sehingga diketahui banyak orang. Sekalipun suami istri sedang panas emosinya, namun ketika di luar, harus menampakkan seolah tidak ada masalah. Kecuali jika Anda melaporkan kepada pihak yang berwenang, dalam rangka dilakukan perbaikan. []
Sumber: konsultasisyariah.com