JENEWA— Hampir sejuta pengungsi Rohingya telah berada di Bangladesh setelah meninggalkan kekerasan di Myanmar. Bangladesh merasa kewalahan dengan situasi tersebut.
Duta Besar (Dubes) Bangladesh di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Shameem Ahsan pun mendesak Myanmar agar menerima kembali para pengungsi tersebut. Bangladesh menegaskan, pihaknya sudah mengalami situasi yang tak bisa dipertahankan karena setiap hari ribuan pengungsi terus memasuki negara tersebut.
“Ini eksodus terbesar dari satu negara sejak genosida Rwanda pada 1994. Meski ada klaim yang bertentangan, kekerasan di negara bagian Rakhine tidak berhenti. Ribuan orang masih masuk setiap hari,” ungkapnya, pada Senin (23/10/2017) kemarin, dikutip dari Reuters.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bangladesh berada di Yangon, Senin (23/10/2017) kemarin, untuk membahas solusi bagi masalah tersebut dengan Pemerintah Myanmar.
“Meski demikian, Myanmar terus menyebut Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Ini penyangkalan mencolok atas identitas etnik Rohingya yang masih jadi batu sandungan,” kata Ahsan.
Myanmar menganggap Rohingya tak memiliki kewarganegaraan, meski keluarga mereka telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi. PBB telah mengajukan dana USD434 juta untuk bantuan bagi 1,2 juta orang selama enam bulan.
“Kita perlu lebih banyak dana untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang meningkat. Ini bukan krisis terisolasi, ini gelombang terbaru dari beberapa dekade siklus penganiayaan, kekerasan dan pengusiran,” kata Kepala Badan Kemanusiaan PBB Mark Lowcock dalam pertemuan itu.
Dia menambahkan, “Anak-anak, perempuan dan pria yang melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh itu mengalami trauma dan miskin. Kami menilai memiliki janji sekitar USD340 juta,” pungkasnya.[]