Oleh: Kunthi Mandasari
kunthimanda@gmail.com
SEJAK Covid-19 masuk ke Indonesia pemberlakuan belajar di rumah mulai dilakukan. Lebih tepatnya beberapa pekan lalu. Tanggapan yang muncul dari para pelajar pun beragam. Ada yang merasa bosan karena terkurung di rumah, tak bisa leluasa bercengkerama dengan teman-teman, berhentinya uang jajan, capek disuruh-suruh pas di rumah dan lain sebagainya.
Namun ada pula yang merasa senang ketika harus belajar di rumah, yaitu mereka yang masuk golongan kaum rebahan. Tak ada kewajiban bangun pagi. Bisa mengerjakan tugas di rumah dengan berbagai gaya tanpa takut ada yang melarang. Bahkan bisa juga mengerjakan tugas sambil nyemil atau mendengarkan lagu favorit yang lagi duduk di chart tangga lagu dunia, menyenangkan.
Aneka reaksi yang ditunjukkan tak lepas dari standar yang digunakan. Ketika perasaan bahagia disandarkan pada kehendak manusia maka hasilnya akan relatif berbeda. Karena setiap orang memiliki pemahaman yang tak sama. Oleh karenanya tolok ukur kebahagiaan tidak boleh diserahkan kepada manusia.
Akan berbeda hasilnya ketika tolak ukur yang digunakan sama, yaitu ridho-Nya. Belajar dimanapun tak akan jadi persoalan. Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sedangkan melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan merupakan upaya untuk meraih ridho Allah Swt. Karena ilmu, hidup akan terarah sesuai ketentuan syariah Islam. Allah juga telah berjanji akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mujadilah: 11)
Imam Syafi’i pun memberikan petuah bagi mereka yang ingin sukses di dunia dan akhirat.
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia maka dengan ilmu, barang siapa menghendaki kehidupan akhirat maka dengan ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya (kehidupan dunia dan akhirat) maka dengan ilmu.
Dalam sebuah hadist dikatakan keutamaan bagi orang yang menuntut ilmu. “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” ( HR. Muslim)
Di antara kita siapa yang tidak berharap masuk surga? Pasti setiap orang berharap bisa menjadi penghuninya. Oleh karenanya tak ada alasan bagi kaum muslim untuk bersedih. Terlebih dengan adanya pemberlakuan belajar di rumah kita memiliki waktu untuk berkumpul dengan keluarga lebih lama.
Selain itu kita bisa meringankan pekerjaan orang tua. Itu artinya peluang menuju surga semakin terbuka lebar. Karena berbakti kepada orang tua merupakan salah pintu untuk masuk surga. Wallahu’alam bishshawab. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.