ALLAH SWT sudah menetapkan bahwa mekanisme biologis tubuh wanita berbeda dengan laki-laki. Untuk seorang perempuan yang sudah dewasa, maka mereka mengalami siklus haid. Bagi pasangan suami istri, tentu perlu diketahui, kapan dibolehkan lagi untuk bercampur setelah istri haid. Apakah ada tenggat waktu?
Dalam Al-Quran, wanita yang sedang mendapat haid haram bersetubuh dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: `Haid itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Menurut para mufassir dan ulama, yang dimaksud dengan keharusan menjauhi mereka adalah dengan tidak mencampurinya.
Para ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang haid pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi hubungan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haid maka beliau menjawab: “Lakukan segala yang kaumau kecuali hubungan badan.”
Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang haid ini tetap belangsung sampai wanita tersebut selesai dari haid dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai haid saja tetapi juga mandinya. Sebab di dalam al-Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci. Dan yang dinamakan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah.
Jadi untuk menjawab pertanyaan tentang kapan dibolehkannya mencampuri istri yang baru selesai haid, jawabnya adalah segera setelah istri mandi janabah. Dan tidak boleh melakukan persetubuhan sebelum mandi, meski darah sudah tidak keluar lagi.
Adapun masalah flek, bila masih dianggap bagian dari haid, tentu saja keluarnya flek itu belum membolehkan seorang wanita untuk melakukan persetubuhan. Namun bila flek itu dianggap sebagai darah istihadhah, maka boleh melakukan persetubuhan. Sebab darah istihadhah itu tidak mengharamkannya, termasuk tidak mengharamkan shalat, puasa, membaca Al-Quran, menyentuh mushaf, tawafdan lainnya.
Kaffarat Menyetubuhi Wanita Haid Bila seorang wanita sedang haid disetubuhi oleh suaminya maka ada hukuman baginya menurut al-Hanabilah. Besarnya adalah satu dinar atau setengah dinar dan terserah memilih yang mana. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW berikut:
Dari Ibn Abbas dari Rasulullah SAW, orang yang menyetubuhi isterinya di waktu haid haruslah bersedekah satu dinar atau setengah dinar.
As-Syafi`iyah memandang bahwa bila terjadi kasus seperti itu tidaklah didenda dengan kafarat, melainkan hanya disunnahkan saja untuk bersedekah. Satu dinar bila melakukannya di awal haid, dan setengah dinar bila di akhir haid.
Namun umumnya para ulama seperti Al-Malikiyah dan As-Syafi`iyah dalam pendapatnya yang terbaru tidak mewajibkan denda kafarat bagi pelakunya. Cukup baginya untuk beristighfar dan bertaubat. Sebab hadis yang menyebutkan kafarat itu hadis yang mudhtharib sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Nailul Authar jilid 1 halaman 278. []