HUJAN, alquran dan hati kita, ternyata punya keterkaitan erat. Tabassum dari Salam Online memaparkan keterkaitan antara ketiganya dengan sangat indah di laman About Islam.
Hujan adalah berkah yang luar biasa, tetapi hanya mereka yang terpaksa hidup dalam kelangkaannya yang menyadari apa artinya itu.
Allah menyebutkan topik hujan dalam Alquran. Dia berfirman:
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” (QS Ibrahim: 32)
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS Al Hijr: 22)
BACA JUGA: 7 Fakta Air Hujan
Ayat-ayat tersebut menyoroti proses hujan yang memfasilitasi kehidupan di bumi.
Ada wilayah luas di bumi yang tidak lain hanyalah tanah kering dan retak, dan orang-orang telah putus asa untuk melihat tanaman hijau atau mencium aroma tanah basah. Tempat-tempat ini praktis mati, karena tidak ada kehidupan yang dapat dipertahankan di atasnya. Tetapi ketika Allah menurunkan hujan , bahkan petak-petak tanah yang mati ini dapat dilunakkan dan menjadi subur.
“Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS Az Zukhruf: 11)
Lebah, burung dan binatang, ketika mereka berkeliaran di bumi, meninggalkan benih kering dan keras yang jatuh ke bumi dan tetap di sana, tak bernyawa, sampai hujan turun ke atasnya. Kemudian bumi memelihara benih-benih ini untuk tumbuh menjadi tanaman hijau subur. Tapi sekali lagi, tanaman hijau ini tidak monoton, jauh dari itu.
Ada jutaan spesies tanaman yang berbeda di bumi. Hitung saja jumlah tanaman berbeda yang kita manfaatkan dalam kehidupan kita sehari-hari – sereal, sayuran, rempah-rempah, buah-buahan – dari begitu banyak varietas. Dan semua ini disebabkan oleh hujan yang turun dari langit.
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al An’am: 99)
BACA JUGA: Jangan Salahkan Hujan
Hati yang Dihidupkan
Ini sendiri merupakan berkah yang tak terbayangkan dari Allah. Tapi ada makna metaforis yang lebih dalam dan lebih mendalam mengapa ada begitu banyak penyebutan hujan dalam Alquran.
Sama seperti Allah menurunkan hujan ke bumi dari langit, Dia juga menurunkan wahyu Ilahi. Dan wahyu yang diturunkan – Nya kepada kita adalah Alquran. Analogi hujan dan Alquran adalah, hujan dapat melunakkan bumi yang mati dan Alquran dapat melembutkan hati yang mati
Allah berfirman:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al Hadid: 16-17)
Hati orang Beriman
Seperti halnya banyak jenis tanaman yang tumbuh subur karena hujan, ada banyak jenis orang percaya yang tumbuh subur melalui Alquran. Pikirkan hati orang-orang beriman sebagai bumi, dan iman sebagai benih di hati yang menunggu hujan Alquran untuk mulai tumbuh. Tetapi begitu iman itu mulai mengeluarkan daun-daun segar, Anda menyadari bahwa itu terlihat berbeda dari hati yang lain.
Setiap orang percaya memiliki kepribadian yang unik, seperangkat kebajikan dan keburukan yang unik, pengalaman hidup, ideologi, cinta dan benci, mimpi dan kecenderungan. Kita semua memiliki tujuan yang sama – Surga dan keridhaan Allah, tetapi jalan yang kita ambil untuk mencapai tujuan itu bisa sangat berbeda.
BACA JUGA: Hujan Itu Berkah dari Langit
Jadi, jalan yang bisa dipilih oleh seseorang untuk mencapai tujuan itu adalah belajar dan menyebarkan ilmu serta berbagi pengalaman hidup melalui tulisan. Seseorang yang lainnya bisa saja memilih melakukan qiyamul lail setiap malam dan berpuasa setiap Senin dan Kamis.
Orang ketiga mungkin memilih untuk membuat suaminya bahagia. Namun, yang keempat mungkin bekerja sebagai pramugari untuk mendukung saudara laki-lakinya yang malang dan cacat. Sedangkan, orang kelima tidak melakukan apa-apa kecuali berjuang untuk shalat wajib setiap hari meskipun menderita penyakit kronis yang menyakitkan.
Siapa yang menurut Anda akan memenangkan perlombaan? Siapa yang akan mencapai surga lebih dulu? Orang yang shalat qiyamul lail, atau orang yang hanya shalat lima waktu? Siapa yang akan mencapainya terakhir? pencari ilmu atau pramugari?
Siapa yang bisa menilai? Apa kriteria pengukurannya? Berapa banyak doa yang Anda panjatkan? Berapa banyak pengetahuan yang Anda peroleh? Berapa banyak pakaian yang Anda pakai?
Satu-satunya kriteria pengukuran adalah kesehatan hati, dan hanya diketahui Allah lah siapa yang hatinya paling hidup, yang hatinya paling basah dengan Alquran.
Mana yang lebih baik, gandum atau delima? Kelapa atau bawang? Mawar atau rumput?
Pertanyaan itu sendiri tidak ada gunanya, karena kita tidak dapat membandingkan spesies tanaman yang berbeda, atau jenis hati yang berbeda.
Jika kita bisa hidup dengan kenyataan bahwa ada satu juta jenis tanaman, mengapa kita tidak bisa menerima perbedaan hati? Sama seperti spesies tanaman itu, setiap hati memiliki peran khusus untuk dilakukan di dunia ini, dan setiap hati mendukung dan menguatkan yang lain, membentuk struktur iman yang kokoh. Setidaknya, begitulah seharusnya.
Kita tidak dapat membangun seluruh struktur iman sendiri. Tapi kita bisa melakukan bagian kita jika kita membiarkan Alquran menghidupkan kembali hati kita dan orang lain di sekitar kita, dan hidup dalam harmoni dengan menerima keragaman hati orang-orang yang beriman. []
SUMBER: ABOUT ISLAM