APA hukum azl ketika istri haid?
Berhubungan intim merupakan rutinitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan suami istri. Namun ada kalanya, seorang pria yang telah menikah seringkali bertanya bolehkah melakukan hubungan intim ketika sang istri sedang ‘palang merah’ alias menstruasi. Lalu bagaimanakah hukum bila seorang wanita sedang haid disetubuhi oleh suaminya?
Wanita yang sedang mendapat haid haram bersetubuh dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS Al-Baqarah:222)
BACA JUGA: 3 Tujuan Jima Suami Istri
Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak menyetubuhinya.
Hukum Azl ketika Istri Haid: Mencumbu Istri
Sedangkan menurut al-Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang haid pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah ﷺketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haid maka beliau menjawab:
Dari Anas ra. bahwa orang Yahudi bila para wanita mereka mendapat haidh, tidak memberikan makanan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan”. (HR. Muslim)`
Dari Aisyah ra. berkata, “Rasulullah ﷺ memerintahkan aku untuk memakai sarung, beliau mencumbuku sedangkan aku dalam keadaan datang haidh.” (HR Muslim)
Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang haid ini tetap berlangsung sampai wanita tersebut selesai dari haid dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai haid saja tetapi juga mandinya. Sebab di dalam al-Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al-Malikiyah dan as-Syafi’iyah serta al-Hanafiyah.
Hukum Azl ketika Istri Haid: Kaffarat Menyetubuhi Wanita (Isteri) Haidh
Bila seorang wanita sedang haid disetubuhi oleh suaminya maka ada hukuman baginya menurut al-Hanabilah. Besarnya adalah satu dinar atau setengah dinar dan terserah memilih yang mana. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah ﷺ berikut:
Dari Ibn Abbas dari Rasulullah ﷺbersabda tentang orang yang menyetubuhi isterinya dalam keadaan haidh: `Orang yang menyetubuhi isterinya diwaktu haid haruslah bersedekah satu dinar atau setengah dinar` (HR Khamsah dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Al-Qaththan)
As-Syafi`iyah memandang bahwa bila terjadi kasus seperti itu tidaklah didenda dengan kafarat, melainkan hanya disunnahkan saja untuk bersedekah. Satu dinar bila melakukannya diawal haid, dan setengah dinar bila diakhir haid.
Namun umumnya para ulama seperti al-Malikiyah, as-Syafi`iyah dalam pendapatnya yang terbaru tidak mewajibkan denda kafarat bagi pelakunya cukup baginya untuk beristigfar dan bertaubat. Sebab hadits yang menyebutkan kafarat itu hadis yang mudah tharib sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafidz Ibn Hajar dalam Nailul Authar jilid 1 halaman 278. []
Hukum Azl ketika Istri Haid: Pengertian ‘Azl
Secara etimologi, ‘azl berarti menjauh atau menyingkir. Seperti seseorang berkata,
عزل عن المرأة واعتزلها : لم يرد ولدها .
“’Azl dari wanita, maksudnya adalah menghindarkan diri dari adanya anak (hamil).”
Al Jauhari berkata,
عزل الرّجل الماء عن جاريته إذا جامعها لئلاّ تحمل .
“Seseorang melakukan ‘azl –dengan mengalihkan sperma di luar vagina- ketika berjima’ dengan hamba sahayanya agar tidak hamil.”
BACA JUGA: Haruskah Suami Istri Tutupi Tubuh saat Jima?
Makna secara terminologi (istilah) tidak jauh dari makna etimologi (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 72).
Gambaran ‘azl terhadap pasangan adalah ketika akan mendekati keluarnya mani (ejakulasi), kemaluan sengaja ditarik keluar vagina sehingga sperma tumpah di luar. Hal ini bisa jadi dilakukan karena ingin mencegah kehamilan, atau pertimbangan lain seperti memperhatikan kesehatan istri, janin atau anak yang sedang menyusui (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 81). []
BERSAMBUNG | SUMBER: KANWIL KEMENAG SUMSEL | RUMAYSO