SEBUAH wadah atau bejana yang didalamnya bisa digunakan untuk menyimpan suatu benda baik bentuk cairan atau selainnya, maka hukum asalnya adalah boleh. Semua bejana yang terbuat dari bahan apapun boleh digunakan, kecuali dua perkara ini:
1 Terbuat dari Emas dan Perak
Termasuk bejana yang mengandung unsur emas atau perak, baik berupa polesan, hiasan, ataupun bentuk percampuran emas dan perak pada bejana, kecuali sedikit tambalan perak pada bejana di saat dibutuhkan untuk memperbaikinya.
BACA JUGA:Â Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, Apa Hukumnya dalam Islam?
Dalil pengharaman bejana emas dan perak adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Janganlah kalian minum di dalam bejana emas dan perak, dan janganlah kalian makan pada piring-piringnya, karena sesungguhnya hal itu adalah bagi mereka (orang-orang kafir) di dunia dan bagi kita di akhirat” (diriwayatkan oleh Al Jama’ah) .Dan sabdanya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Orang yang minum pada bejana perak, hanyasannya dia itu mengucurkan pada perutnya api neraka” (Muttafaq ‘Alaih).
Sedangkan larangan dari sesuatu mencakupnya baik dalam keadaan murni ataupun campuran, sehingga haramlah bejana yang dipoles atau dihiasi dengan emas atau perak atau bejana yang ada mengandung campuran emas dan perak, selain sedikit tambalan perak sebagaimana yang lalu, dengan dalil hadits Anas Ibnu Malik radliyallahu ‘anhu yang artinya: “Bahwa pinggan milik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam retak, maka beliau menambalnya dengan perak” (HR: Al Bukhari)
An Nawawiy rahimahullah berkata: Telah terjalin ijma akan haramnya makan dan minum padanya, dan seluruh macam penggunaan semakna dengan makan dan minum dengan ijma. Haramnya pemakaian dan penggunaan mencakup laki-laki dan perempuan berdasarkan umumnya hadits-hadits itu, dan tidak adanya dalil yang mengkhususkan, dan hanyasannya perhiasan dibolehkan bagi wanita karena kebutuhan mereka untuk berhias bagi suaminya. Dan dibolehkan bejana-bejana orang-orang kafir yang mereka pergunakan, selama tidak diketahui bahwa itu najis, dan bila diketahui adanya najis, maka harus dicuci terlebih dahulu kemudian dipakai setelah itu.
BACA JUGA:Â Nasihat Emas dari Hasan Al Basri: Apakah Pemberontakan Menyelesaikan Masalah?
2 Kulit bangkai, haram memakainya kecuali bila sudah disamak
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya mempergunakannya setelah disamak, dan pendapat yang benar adalah boleh, ini adalah pendapat jumhur ulama, karena adanya hadits-hadits shahihah yang membolehkan pemakaiannya setelah disamak, dan karena sifat najisnya itu adalah thari’ah (datang mendadak), sehingga bisa hilang dengan samak, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Disucikan dengan air dan qaradh (pohon yang kesat,Pent)” Dan sabdanya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Penyamakan kulit adalah pensuciannya”.
Dan dibolehkan pakaian-pakaian orang-orang kafir, bila tidak diketahui bahwa itu najis, karena hukum asalnya adalah suci, sehingga tidak hilang dengan keragu-raguan, dan dibolehkan kain-kain yang mereka tenun atau celup, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya memakai pakaian yang ditenun dan dicelup oleh orang-orang kafir. Wallahu ‘Alam. []