PENDAPAT Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi hafizhahullah yang tidak saya ikuti, salah satunya adalah kebolehan bersalaman (bersentuhan) laki-laki dan perempuan. Pendapat ini misalnya beliau kemukakan di “Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah”, dengan argumentasi panjang lebar khas beliau.
Pendapat beliau ini tidak saya ikuti, selain karena ini menyelisihi mayoritas ulama, bahkan menyelisihi pendapat mu’tabar dari empat madzhab, juga hajat yang mengarahkan pada rukhshah ini sebenarnya tidak ada. Mudah saja bagi kita, menolak bersalaman dengan lawan jenis, tanpa membuat dia tersinggung.
BACA JUGA:Â Hukum Shalat Dhuha Setiap Hari Hingga Seperti Wajib
Adapun kajian terhadap nash-nash yang ada, banyak Hadits yang menunjukkan keharamannya, sedangkan beberapa Hadits dan Atsar yang terlihat membolehkan hal ini, sebenarnya bisa dipahami dengan cara tidak menabrak Hadits-Hadits yang mengharamkan.
Namun perlu dicatat di sini, ada dua hal yang perlu dikeluarkan dari bahasan ini:
1. Masalah bersentuhan tangan dengan perempuan tua yang tidak lagi menarik secara syahwat.
2. Perempuan kecil yang belum berpotensi mendatangkan syahwat bagi yang melihatnya.
Dua hal di atas keluar dari bahasan kita, dan hukum keduanya ada bahasannya sendiri.
Sebagian ulama, meng-ilhaq (memasukkan) juga bahasan, jika laki-laki yang menyentuh adalah orang yang sudah sangat tua dan tidak punya syahwat lagi terhadap perempuan. Ini masuk pada pengecualian bahasan juga.
Yang juga perlu dikeluarkan dari bahasan adalah, jika bersentuhannya itu jelas-jelas mendatangkan syahwat dan kelezatan fisik, atau sangat berpotensi tidak aman dari fitnah. Pada kondisi ini, seluruh ulama sepakat atas keharamannya, karena itu berpotensi kuat mendekati zina.
BACA JUGA:Â Hukum Diam untuk Mendengarkan Khutbah Jumat
Jadi yang kita bahas adalah, bersentuhan tangan laki-laki dan perempuan yang berada pada rentang usia yang masih diminati untuk dinikahi (tusytaha). Sekaligus secara umum tidak terlalu mengkhawatirkan jatuh pada perzinaan, karena sentuhannya bukan demi melampiaskan syahwat.
Pada persoalan ini, mayoritas ulama, termasuk empat madzhab fiqih mengharamkannya (Bisa baca bahasan ini, dengan perinciannya, misalnya di kitab “Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah”). Sedangkan segelintir ulama membolehkannya. Salah satunya Al-Qaradhawi. Dan dengan beberapa alasan di atas, memilih pendapat mayoritas ulama jauh lebih baik dan lebih hati-hati (ahwath), juga faktanya tidak menimbulkan kesulitan (masyaqqah) sedikit pun dalam praktiknya.
Wallahu a’lam bish shawab. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara