PERNAH berbekanja online? Pernah dapat diskon atau cashback saat belanja online? Bagaimana ya, hukum diskon atau cashback tersebut dalam Islam?
Diskon atau cashback saat belanja online kadang menimbulkan kekhawatiran terhadap jeratan riba. Namun, diskon dan cashback yang menggiurkan juga kan sayang untuk dilewatkan. Persoalan semacam ini kadang jadi dilema. Lantas, harus bagaimana?
Sebelum berbelanja online atau menggunakan diskon/mengambil cashback, sebaiknya kita ketahui dulu beberap hal.
BACA JUGA: Muslimah, Masih Minta Diskon?
Dijelaskan dalam buku Fikih Muamalah Kontemporer jilid 3, diskon itu diperkenankan jika:
- Dana yang ditempatkan pengguna dompet digital digunakan oleh penerbit dengan diskon yang diberikan atas inisatif penerbit (tanpa syarat).
- Dana yang ditempatkan pengguna dompet digital tidak digunakan oleh penerbit uang digital.
Sebaliknya, jika dana yang ditempatkan pengguna dompet digital itu digunak oleh penerbit, dengan diskon yang dipersyaratkan, maka itu menjadi riba.
Berikut penjelasan selengkapnya:
1 Diskon atau cashback adalah bentuk promo sebagai salah satu strategi marketing penerbit uang digital yang menguntungkan pengguna dan merchant (pedagang)
Penerbit memiliki keuntungan terkait dnegan cash in dan cash out atau setiap penempatan dana pengguna, fee dari mercahant, dan fee atas layanan digital.
Diskon diberikan oleh penerbit. Contoh: Si A top up 100 ribu di rekening uang digital. Penerbit bisa menggunakan saldo pengguna tersebut.
Si A membeli barang dari toko B seharga 100 ribu dengan diskon 30% menggunakan uang digital sebagai alat pembayaran. Penerbit pun membayar kepada merchant dengan harga penuh. Jadi, diskon 30% tadi ditangung oleh penerbit.
BACA JUGA: Belanja saat Diskon Sesuai Syariah
2 Kaidah fikih terkait diskon
Jika dikon terjadi dalam utang piutang dan diperyaratkan oelh kreditor, maka itu termasuk riba. Namun, jika tidak dipersyaratkan –menurut sebagian ulama– itu bukan termasuk riba, melainkan hibah.
3 Dana yang di-top up pengguna di dompet digital itu titipan atau pinjaman?
Jika penerbit tidak menggunakan dana pengguna tersebut, maka dana berstatus titipan. Namun, jika penerbit menggunakannya, maka menjadi utang penerbit kepada pengguna.
Jika menggunakan uang digital sebagai alat pembayaran dengan syarat diskon, maka diskon itu menjadi riba. Namun, jika penggunaannya tanpa syarat, maka cashback diperkenankan sebagai hibah, dan diskon sebagai tanazul ‘anil haq (merelakan hak).
Salah satu indikator bahwa diskon diperyaratkan adalah pengguna bersedia top up karena diskon, dan penerbit pasti memberikan diskon atas setiap penggunaan uang digital sesuai yang dijanjikan. Sementara salah satu indikator tidak dipersyaratkan, pengguna top up bukan karena ingin diskon, tapi karena faktor lain seperti kemudahan bertransaksi. Selain itu, penerbit juga tidak selalu memberikan diskon atas setiap pengguanaan transaksi uang digital.
BACA JUGA: Yuk Tahan Diri, Jangan Boros!
Ditegaskan dalam Fatwa DSN MUI No 116/DSN-MUI/IX/2017:
a. Dalam hal akad yang digunakan adalah akad wadi’ah, maka sebagai titipan yang dapat diambil/digunakan oelh pemegang kapan saja, maka tidak boleh digunakan oleh penerbit, kecuali atas izin pemegang kartu.
Jika digunakan, maka akad titipan berubah menjadi qardh dan otoritas terkait wajib membatasi penerbit dalam penggunaan dana float.
b. Dalam hal akad yang digunakan adalah qardh, maka penerbit dapat menggunakan uang utang dari pemegang sesuai dengan cara yang halal dan legal. Penerbit wajib mengembalikan jumlah pokok piutang pemegang uang eektronik kapan saja sesuai kesepakatan. Otoritas terkait wajib membatasi penerbit dalam penggunaan dana float.
4 Izin kesesuaian syariah dari otoritas
Jika saat ini sudah ada uang digital dan sudah mendapat izin keseuaian syariah dari otoritas, maka itu menjadi pilihan. Namun, jika belum tersedia dan belum ada kejelasan hukum atau fatwa dari otoritas, maka masing-masing menakar kondisinya. Salah satunya mengikuti petunjuk Rasul.
“Mintalah fatwa pada hatimu, karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan, dosa adalah yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa kepada orang-orang dan mereka memberimu fatwa.” (HR Ahmad dan ad Darimi). []
Referensi: Fikih Muamalah Kontemporer: Jilid 3/Karya: Dr. Oni Sahroni M. A/Penerbit: Republika/Tahun: 2020