DROPSHIP adalah sistem jual beli online, dimana penjual (dropshipper) sebagai pihak yang “menjualkan” produk milik orang lain (produsen/reseller) tanpa harus membeli barang itu terlebih dahulu.
Kedua belah pihak (penjual dan dropshipper) telah mengadakan kesepakatan sebelumnya, terkhusus yang berkaitan dengan jumlah/prosentase fee (imbalan/keuntungan) yang berhak diterima oleh dropshipper. Yang dilakukan oleh dropshipper hanya mempromosikan produk saja. Setelah mendapat pesanan dari customer, maka seorang dropshipper akan meneruskannya kepada penjual untuk proses packing dan pengiriman.
BACA JUGA: Ketika Wanita Berdagang
Skema : A seorang dropshipper, dan B seorang supplier. Saat A mendapatkan orderan dari customer, maka A meminta customer untuk mengirimkan sejumlah uang sesuai total belanja yang dilakukan (dengan menentukan margin sebagai keuntungan yang dia dapat). Setelah uang dikirim ke A, maka A akan menghukumi B untuk meminta mengurus pemesanan tersebut sekaligus mengirimkan uang pembayarannya. Setelah uang pembayaran diterima B, maka B mulai mengurus pesanan tersebut sampai mengirimkannya ke alamat customer.
Hukum transaksi dengan skema seperti ini (dropship) adalah BOLEH. Karena tidak ada bentuk pelanggaran di dalamnya, sedangkan asal jual beli hukumnya boleh, sampai ada dalil yang mengharamkannya. Akad yang terjadi antara customer (pembeli) dengan dropshipper bentuknya jual beli tidak tunai. Karena pembeli mengirim uang pembayaran terlebih dahulu, sedangkan barang akan dikirim setelahnya. Dalil bolehnya jual beli tidak tunai, sebuah hadits dari sahabat Shuhaib –radhiallahu ‘anhu- beliau berkta, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
ثَلَاثٌ فِيهِنَّ الْبَرَكَةُ، الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيرِ، لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ
“Ada tiga hal yang mengandung berkah : Jual beli secara tidak tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampurkan gandum dengan jewawut untuk dimakan di rumah, bukan untuk dijual.” [HR. Ibnu Majah : 2289].
Sedangkan akad antara dropshipper dengan penjual, adalah akad ijarah bil ujrah (sewa jasa dengan imbalan). Dalil bolehnya hal ini, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Urwah bin Abil Ja’d Al-Bariqi –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي لَهُ بِهِ شَاةً، فَاشْتَرَى لَهُ بِهِ شَاتَيْنِ، فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ، فَجَاءَ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ، فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِي بَيْعِهِ
“Sesungguhnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memberinya satu dinar untuk dia gunakan membelikan satu ekor kambing bagi nabi. Lalu dia membelikan untuk nabi dua ekor kambing dengan satu dinar tersebut. Kemudian dia menjual salah satu dari keduanya dengan harga satu dinar. Datanglah dia menghadap nabi dengan membawa satu dinar dan satu ekor kambing. Maka Nabi mendo’akan baginya dengan keberkahan pada jual belinya…” Al-Hadits [HR. Al-Bukhari]
BACA JUGA: Ustadz Budi Ashari: Waktu Terbaik untuk Berdagang
Akad ini juga diperbolehkan oleh Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (DSN MUI) no : 09/DSN-MUI/IV/2000. Demikian penjelasan singkat tentang hukum jual beli DROPSHIP. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu ta’ala a’lam bish shawab.
Faidah: Dalam madzhab Syafi’i, pembeli memiliki barang dan penjual memiliki harga barang dengan sekedar akah jual beli yang sah, dan tanpa menunggu adanya serah terima barang. []
Facebook: Abdullah Al Jirani